Bab 11

1211 Words
Nancy turun dari mobil dengan langkah ringan, tumit sepatu hak tingginya beradu pelan dengan lantai garasi. Udara malam yang dingin menyapa kulitnya, tetapi ia tak menghiraukannya. Matanya melirik ke arah jam tangan di pergelangan tangannya—sudah jam dua pagi. Ia berbalik, mendapati Vincent yang masih duduk di balik kemudi dengan satu tangan menggenggam setir, sementara tangan lainnya disandarkan ke jendela mobil. Pria itu menghela napas kasar, tampak lelah dan enggan berlama-lama di luar. Nancy tersenyum tipis, lalu mendekat, berdiri tepat di depan Vincent. Matanya menatap pria itu dengan penuh arti sebelum akhirnya bibirnya terbuka, suaranya terdengar lembut namun menggoda. "Apa Om Vincent mau ke kamarku saja? Tidak usah ke Tante Sophia," bisiknya. Tatapan Vincent seketika berubah dingin. Ia mendecak, sorot matanya penuh ketegasan. "Jangan berbicara yang tidak-tidak," ucapnya dengan nada tajam sebelum keluar dari mobil dan menutup pintunya dengan sedikit hentakan. Nancy menahan senyum ketika melihat Vincent berjalan masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke arahnya lagi. Ia tahu pria itu tidak akan mudah tergoda, tetapi justru itulah yang membuatnya semakin tertarik. Dengan langkah ringan, ia mengikuti masuk ke dalam rumah, tak terburu-buru, menikmati setiap detik keheningan malam. Begitu berada di dalam, matanya langsung tertuju pada kamar utama di lantai atas. Pintu kamar itu tidak tertutup sepenuhnya, meninggalkan celah kecil yang cukup untuk mengintip ke dalam. Rasa penasaran menguasainya, membuatnya perlahan mendekat tanpa suara. Jantungnya berdebar ketika ia berdiri di depan pintu. Ia mengintip ke dalam kamar dan menyaksikan pemandangan yang membuat senyumnya perlahan memudar. Vincent duduk di tepi ranjang, menatap wajah istrinya, Sophia, yang tertidur pulas. Wajah pria itu melunak, kelembutan yang jarang sekali ia tunjukkan di hadapan orang lain. Perlahan, ia membungkuk dan mengecup kening Sophia dengan penuh kasih sayang. Nancy menggigit bibirnya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia selalu mengira bahwa pria seperti Vincent pasti memiliki celah untuk tergoda, tetapi kenyataan yang ada di depan matanya berkata lain. Setelah mencium kening istrinya, Vincent berbaring di samping Sophia dan tanpa ragu, menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Tangan kokohnya melingkar di tubuh Sophia, mendekapnya seolah tak ingin membiarkan wanita itu pergi ke mana pun. Nancy merasa seakan ada sesuatu yang menusuk hatinya. Ia tidak iri, tetapi ada perasaan aneh yang sulit ia deskripsikan. Tatapannya masih tertuju pada pasangan itu, menyaksikan bagaimana Vincent menutup matanya dengan damai, seolah dunia di sekitarnya tidak lagi berarti selain wanita yang ada dalam pelukannya. Om Vincent memang sangat setia pada Tante Sophia. Nancy menarik napas panjang dan mundur perlahan. Ia menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan diri. Ia harus memikirkan bagaimana caranya membuat Om Vincent membenci Tante Sophia. Dan melihat ke arahnya lalu menjadikan dirinya p*****r lelaki itu. Hahaha … p*****r? Tidak. Nancy tidak mau hanya sekadar menjadi p*****r Om Vincent. Dia mau menjadi Nyonya di rumah ini. Menggantikan Tante Sophia. *** Nancy berdiri di depan cermin, memeriksa penampilannya dengan saksama. Legging ketat berwarna hitam membalut kakinya dengan sempurna, menonjolkan lekuk tubuhnya. Atasan olahraganya yang berupa sports bra merah mencolok memperlihatkan sebagian kulitnya yang mulus. Ia tersenyum puas sebelum merapikan rambutnya ke dalam ekor kuda tinggi. Setelah memastikan penampilannya sempurna, ia beranjak keluar dari kamarnya dan melangkah menuju ruangan gym yang ada di dalam rumah Om Vincent dan Tante Sophia. Ia tahu bahwa Vincent sering berolahraga di pagi hari, dan itulah alasan ia sengaja bangun lebih awal. Saat tiba di depan pintu gym, Nancy mengambil napas dalam-dalam sebelum mendorong pintu dan masuk ke dalam ruangan. Matanya langsung menangkap sosok Vincent yang sedang melakukan push-up di lantai. Pria itu hanya mengenakan celana olahraga hitam dengan tubuh bagian atas terbuka, memperlihatkan otot-ototnya yang kencang. d**a bidangnya naik turun seiring gerakannya yang stabil. Peluh mengalir di pelipisnya, membasahi kulitnya yang kecokelatan. Nancy menyeringai. Ia melangkah mendekati Vincent dengan langkah yang sengaja dibuat ringan, sebelum berjongkok di samping pria itu. Dengan gerakan yang sangat halus, ia menyentuh lengan Vincent, mengusapnya perlahan seakan menikmati setiap otot yang terasa di bawah jemarinya. Vincent langsung terperanjat. Ia menghentikan push-up-nya, menoleh dengan ekspresi terkejut. Namun, tatapannya segera berubah ketika matanya menangkap penampilan Nancy. Mata Vincent sedikit membesar saat ia menyadari betapa ketatnya pakaian olahraga yang dikenakan Nancy. Legging yang membalut kaki jenjangnya begitu melekat di tubuhnya, dan atasan olahraga pendek yang hanya menutupi bagian dadanya memperlihatkan perut ramping serta kulitnya yang halus. Ia menelan saliva tanpa sadar. "Ngapain kamu di sini?" tanyanya dengan suara yang terdengar sedikit kering. Nancy tertawa kecil, suaranya lembut dan menggoda. "Aku mau gym, Om Vincent," jawabnya santai, sebelum menambahkan dengan nada mendayu, "Om ajarin aku, ya?" Ia menggigit bibirnya pelan, menatap Vincent dengan sorot mata penuh arti. Vincent mengalihkan pandangannya, berusaha fokus. Ia menghela napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Kalau mau olahraga, ya olahraga saja. Aku nggak ada waktu buat ngajarin," ucapnya dingin. Nancy mengerucutkan bibirnya, berpura-pura kecewa. "Jangan gitu dong, Om. Aku kan masih pemula. Nggak kasihan Om lihat aku olahraga sendirian?" ujarnya manja. Vincent melirik sekilas, tetapi segera mengalihkan pandangannya lagi. Ia berdiri, berjalan menuju rak beban dan mengambil handuk untuk menyeka keringat di dahinya. "Tanya personal trainer aja," balasnya singkat. Nancy tersenyum simpul. Ia tidak akan menyerah begitu saja. Dengan gerakan santai, ia mengambil dumbbell ringan dan mulai mengangkatnya. Namun, gerakannya dibuat lambat, seakan ingin menarik perhatian Vincent. "Om, aku benar-benar nggak tahu cara yang benar. Lihat deh, tanganku gemetaran," ujarnya dengan nada mengeluh. Vincent akhirnya menoleh dan mendapati Nancy sengaja mengangkat dumbbell dengan cara yang salah, membuatnya tampak benar-benar kesulitan. Pria itu mendecak pelan sebelum akhirnya mendekat. "Tanganmu harus lebih stabil," katanya, mengambil alih dumbbell dari tangan Nancy dan menunjukkan cara yang benar. Nancy tersenyum puas. Setidaknya, ia sudah berhasil menarik perhatian pria itu. “Posisikan tanganmu seperti ini.” Vincent berdiri di belakang Nancy, mengulurkan tangannya untuk membimbing pergelangan tangan gadis itu. “Angkat perlahan, pastikan bahumu tetap stabil.” Nancy tersenyum kecil dan mengikuti instruksi Vincent, tetapi ia sengaja memperlambat gerakannya, membiarkan sentuhan tangan Vincent bertahan lebih lama di kulitnya. Saat Vincent menarik tangannya, Nancy justru bergerak lebih dekat, tubuhnya semakin merapat ke pria itu. Ia sedikit mencondongkan tubuhnya ke belakang, dan entah sengaja atau tidak, bokongnya menyentuh bagian depan tubuh Vincent. Vincent langsung membeku. Detik itu juga, napasnya tercekat di tenggorokan. Ia merasakan sesuatu yang seharusnya tidak terjadi. Otot-ototnya menegang, dan ia mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, berusaha menahan diri. Tidak. Jangan tergoda! Dalam hatinya, ia menggeram kesal, bukan pada Nancy, tetapi pada dirinya sendiri yang hampir saja kehilangan kendali. Sementara itu, Nancy bisa merasakan perubahan dalam diri Vincent. Ia menahan senyum puas dan berpura-pura tidak sadar akan apa yang baru saja terjadi. “Oh? Kenapa Om diam?” tanyanya polos, menoleh sedikit untuk melihat ekspresi Vincent. Mata Vincent gelap, rahangnya mengeras. Dengan cepat, ia mundur selangkah, menciptakan jarak di antara mereka. “Latihan sendiri saja. Aku masih ada urusan.” Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan berjalan keluar dari ruangan gym, meninggalkan Nancy yang menatap punggungnya dengan seringai penuh kemenangan. Nancy membelai vaginanya di luar celana dikenakan olehnya. “Sebentar lagi kau akan ketagihan dengan vaginaku Om. Kau tidak akan bisa mengelak lagi. Dan kau akan memuja tubuhku begitu dahsyat. Ahh… aku jadi ingin mengambil celana Om Vincent dan membayangkannya menyetubuhiku.” Nancy tertawa kecil dengan pemikiran gilanya itu. Namun dia harus memang mengambil celana dalam Om Vincent menghirup aroma intim dari lelaki itu. Dan meletakan CCTV mungkin di kamar Om Vincent dan Tante Nancy? Akh! Ide bagus!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD