9. Jangan minum alkohol di pagi hari

2198 Words
"Tuan, ini telepon dari Nyonya Besar." Richie menatap dokumen di depannya sambil menjawab, "Katakan aku sedang sibuk." Pelayan itu agak ragu, "Aku sudah mengatakannya, tapi Nyonya ingin menunggu." Gerakan tangan Richie berhenti dan dia mendongak. Pelayan itu tahu bahwa Richie tidak ingin menerima bantahan, jika tidak; maka tidak. Hanya saja nyonya besar ini terus menerus menelepon meskipun dia sudah mengatakan bahwa majikannya sedang sibuk. Alhasil, pelayan itu kewalahan dan tidak bisa berbuat apa-apa, lalu terpaksa menemui sang majikan. Dengan gugup pelayan menunggu Richie mengatakan sesuatu, tapi kemudian lelaki itu hanya menghela napas. "Katakan padanya aku akan meneleponnya kembali." "Baik, Tuan." Dengan begitu, pelayan pergi dari ruang kerjanya. Konsentrasi penuh Richie sebelumnya pada pekerjaan yang dia lakukan sekarang telah hilang. Kepalanya bersandar pada kursi kerja, sementara tangannya sangat mengait satu sama lain. Kurang lebih dia tahu apa yang diinginkan ibu tirinya dengan meneleponnya semalam ini. Itu pasti karena dia menolak semua panggilan dari bibi Kiran sehingga wanita tua itu meminta bantuan pada ibu tirinya. Semuanya cukup jelas. Mereka berdua wanita yang sangat licik. Meskipun Kiran secara langsung dipilih oleh Richie, tidak ada yang tahu tentang ini. Bahkan ibu tirinya. Tapi sesuai dugaan Richie, besannya adalah orang yang serakah juga, memanfaatkan kata besan dan bersekongkol dengan ibu tirinya untuk mengeruk harta Richie melalui Kiran. Richie sudah mengantisipasi hal ini sebelum pernikahan. Semua latar belakang Kiran sudah diselidiki, tentang bagaimana dia disiksa di rumah bibinya, dijadikan pembantu semena-mena dan dikekang kebebasannya. Richie sengaja mengambil momentum ini, untuk melihat apakah ibu tirinya akan bertindak dan akhirnya itu sesuai dugaannya. Tidak peduli bagaimanapun situasi 'besannya' dia tetap melakukan kerja sama di belakang Richie. Dengan ini, Richie juga tidak perlu menunda untuk menyingkirkan ibu tirinya. Richie memejamkan mata. Dia masih harus bekerja besok pagi dan sekarang dia tidak bisa tidur. Dia merasa jika dia memejamkan mata sedikit saja, seseorang akan merencanakan sesuatu di saat dia lengah dan menjatuhkannya dari masa tenang ini. Itulah salah satu alasan kenapa insomnianya memburuk. Dia terlalu banyak memikirkan sesuatu yang mungkin tidak ada. Kalau Richie bisa jujur, Kiran adalah salah satu kenapa dia tidak bisa tidur. 'Kiran.' Dia selalu mengucapkan nama itu di bibirnya tanpa ada suara yang terdengar. Hanya seperti dia menggerakkan bibirnya tanpa sengaja dan nama itu telah terukir jauh di hatinya. Mereka berdua telah bertemu sebelum ini dalam kesempatan yang tak terduga. Hanya saja saat Richie menemuinya lagi, sepertinya Kiran tidak ingat tentangnya. Richie agak kecewa sekaligus lega. Tidak masalah jika Kiran tidak ingat, Richie juga tidak ingin gadis itu ingat. Selama waktu ini, Richie akan mengawasi bagaimana Kiran, jika dia adalah wanita yang baik, berarti sikapnya selama ini tidak berpura-pura. Dan Richie hanya harus melindungi wanita yang baik ini dari pikiran-pikiran jahat orang lain. Richie secara naluriah tidak ingin siapa pun menyakiti Kiran lagi, terlebih bibi dan saudara sepupunya. Dengan pernikahan ini, dia tahu bahwa Kiran dijadikan kesempatan emas bagi sang bibi untuk menjadi kaya dengan instan. Sayang sekali Richie tidak akan membiarkannya. Mendesah, dia akhirnya mengambil telepon dan menghubungi seseorang, "Willy, kosongkan jadwalku untuk Minggu depan. Aku ingin cuti lima hari." *** Beberapa hari berikutnya, Kiran berada dalam pikiran yang gugup. Meskipun dia percaya diri pada tesnya, dia masih takut jika hasilnya tidak sesuai yang dia inginkan. Dengan pemikiran ini, dia semakin tidak nyaman dan hanya bisa berdoa untuk kelulusannya. Bahkan jika dia tidak lulus, ini menjadi hal yang memalukan. Apa tanggapan Richie nanti? Kiran tidak bisa membayangkannya. Jika dia tidak lolos tes, Richie pasti akan sangat kecewa. Richie telah membantunya untuk menemukan banyak materi yang bagus, mendengarnya tidak lolos, ini pasti pukulan berat. Pintu tiba-tiba terbuka dan seseorang masuk. Jantung Kiran hampir melompat dari tempatnya sebelum dia melihat bahwa itu adalah Richie. Kiran melirik jam dan melihat bahwa ini masih jam enam pagi. Bagaimana mungkin Richie sudah keluar kamar? Apa dia sedang butuh sesuatu? Kiran berdiri. "Kamu sudah bangun? Apa yang kamu butuhkan di sini?" Kedua tangan Richie ada di belakang tubuhnya, sementara dia berjalan perlahan seperti seorang pengawas. "Pelayan bilang kamu tidak ada di kamar." Kiran meringis, dia lupa bahwa semua pergerakannya akan dilaporkan pada Richie. Apa bedanya dia dengan tahanan? Perasaan ditahan seperti ini membuatnya murung. "Aku hanya sedang ingin di sini," katanya pelan. Richie tidak mungkin tidak menyadari bahwa perubahan ekspresi Kiran adalah karena kata-katanya. Richie memang sengaja mengatakan itu agar Kiran tahu bahwa dia memang diawasi. Dia ingin melihat reaksi Kiran. Tetapi rupanya melihat ekspresi itu, Richie justru merasa bersalah. Dia melihat laptop yang menyala. "Kudengar pengumumannya hari ini." "Ah, iya. Sebenarnya itu keluar pada jam sepuluh. Aku hanya melihat-lihat sementara menunggu." Kiran menatap ke laptop lagi, hampir ingin mematikannya, sebelum suara Richie menghentikannya. "Apa kamu sudah sarapan?" "... Belum." Richie mengambil duduk di sofa, Kiran tidak tahu apa yang akan dilakukannya saat dia mengambil lonceng kecil dan mendentingkan benda itu. Tak lama kemudian, pintu diketuk dan seorang pelayan masuk. "Ada yang kamu butuhkan, Tuan." "Bawa sarapan ke sini." "Baik." Pelayan itu mundur dan pergi. Kiran menyaksikan semua ini dengan kerutan. Dia ingat pelayan berkata bahwa Richie jarang sekali sarapan pagi. Di hari pertama Kiran di sini, lelaki itu sengaja menemaninya sarapan. Lalu apakah sekarang dia ingin sarapan di ruangan ini? Richie sama sekali tidak mengatakan apa pun. Seperti biasa dia menebarkan aura dingin dan tidak tersentuh, jadi Kiran juga tidak mengatakan apa-apa. Pintu diketuk kembali, lalu dibuka lebar-lebar bersamaan dengan troli makanan yang digiring masuk oleh dua pelayan. Pelayan-pelayan itu menaruh beberapa makanan di meja depan Richie. Hampir semuanya adalah makanan kesukaan Kiran yang sempat ditanyakan oleh juru masak. Waktu itu Kiran hanya menyebutkan semua makanan kesukaannya dengan iseng, sebenarnya makanan-makanan itu adalah makanan yang tidak mampu Kiran beli selama ini. Sekarang semua makanan itu ada di meja. Air liur Kiran hampir jatuh. "Kamu sarapan dulu." Richie mengambil wine yang dituang ke cawan dan meminumnya dengan anggun. "Kita akan sarapan di sini?" Mendengar kata 'kita', Richie menatap Kiran dalam diam untuk sementara waktu dan mengangguk. Kiran duduk tepat di sebelah Richie di sofa panjang. Melihat pelayan menuangkan wine di gelas Richie lagi, dia bertanya, "Apa kamu sudah makan sesuatu sebelumnya?" "Aku belum makan apa pun," jawab Richie dengan ringan. "Maka kamu tidak bisa minum ini sebelum mengisi perutmu dengan makanan!" Kiran dengan cepat merebut cawan gelas di tangan Richie. Ini membuat Richie terkejut dan kedua pelayan memiliki ekspresi yang sama. Richie adalah orang yang dingin dan tidak bisa dibantah, jika ada sesuatu yang tidak sesuai keinginannya, Richie tidak akan marah di tempat, sebaliknya dia akan memecat orang yang membantahnya tersebut tanpa ampunan. Melihat Kiran dengan berani merebut gelas Richie, pelayan itu melotot ngeri. Minum wine di pagi hari adalah ritual yang biasa dilakukan Richie, bahkan William atau siapa pun tidak bisa melarangnya. Saat ini Richie masih diam. Pelayan tidak tahu apa yang dipikirkannya. Kiran berkata, "Maafkan aku, tapi itu benar-benar tidak baik untuk perutmu. Kamu bisa sakit." Richie hanya menatapnya, tapi saat itu Kiran sedang menyiapkan piring dan menaruh beberapa makanan. Jadi dia tidak tahu apa yang ditakutkan para pelayan dan tidak tahu bahwa Richie menatapnya juga. Saat Kiran menyerahkan piring itu pada Richie, dia tidak mengambilnya. "Apakah tidak ada yang memberitahumu bahwa tidak baik minum alkohol sebelum makan?" "..." Para pelayan: 'Semua orang telah memberitahunya, terima kasih!' Kiran nampak tidak puas karena Richie diam saja, dia melanjutkan, "Mengonsumsinya dalam perut kosong itu berbahaya karena peningkatan alkohol dalam darah yang cepat dapat meningkatkan efek toksik alkohol pada otak. Kamu akan cepat mabuk. Selain itu alkohol juga dapat mengiritasi lapisan lambungmu, apalagi jika kami memiliki asam lambung. Jadi akan lebih baik minum s**u di pagi hari. Apa kamu tahu?" Masih tidak ada jawaban dari Richie, dia merasa tangannya disentuh dan sebuah piring diletakkan di sana, dia kemudian tertawa kecil. Para pelayan yang melihatnya tertawa sangat terkejut. Majikannya tidak pernah tertawa, bahkan tersenyum. Lalu apa yang mereka lihat ini? "Mengapa kamu tertawa?" Kiran bingung. "Apakah ucapanku salah?" Richie mengulurkan tangannya yang bebas dan mengacak-acak rambut Kiran. Masih ada sedikit senyum di bibirnya saat dia berkata, "Kamu sangat pintar." Wajah Kiran memerah dengan cepat dan jantungnya berdegup kencang. "A-Aku, aku ..." "Kamu juga makan," potong Richie, kemudian menatap pelayan. "Buatkan s**u untuk kami berdua." "Lebih baik s**u kedelai yang hangat," tambah Kiran. "Ikuti perintahnya," kata Richie kepada para pelayan. Kiran tersipu malu. Pelayan itu dengan cepat pergi keluar. Setelah s**u datang dan dihidangkan di meja, Richie meminta mereka untuk menunggu di luar agar Kiran merasa nyaman untuk makan. Pada akhirnya, Richie tidak makan banyak makanan. Dia menghindari daging dan hanya memakan ikan yang direbus dengan bumbu, juga sayur-sayuran yang dimasak dengan minyak zaitun, tapi dia menghabiskan satu gelas s**u kedelai dalam sekali teguk. Melihat Richie selesai makan, Kiran buru-buru mengunyah makanannya sehingga dia tersedak. Saat dia terbatuk dengan keras. Richie memberinya air putih. "Jangan makan buru-buru," katanya. "Kamu sudah selesai?" Kiran selesai minum air dan melihat Richie berdiri. "Mn." Kiran menundukkan kepalanya dengan kecewa. Richie berkata, "Aku akan memberimu hadiah jika kamu lolos tes. Catat apa yang kamu inginkan dan aku akan mengabulkannya." "Huh?" Kiran belum mencernanya. "Asistenku akan menghubungimu nanti. Aku harus siap-siap untuk pergi bekerja sekarang." Richie berjalan keluar sebelum Kiran bisa mencegahnya. Menyendok makanannya lagi, wajah Kiran semakin memerah. Bukan karena Richie akan memberinya hadiah, tapi karena hari ini dia sarapan berdua dengan Richie dan rasanya berbeda seperti makan bersama mereka sebelumnya. Kiran tidak tahu apa yang terjadi. Mendengar suara Richie yang lembut dan halus, dia merasa sangat gugup. Suara itu menembus relung hatinya dan membuatnya gemetar. Bahkan dia masih bisa merasakan tepukan tangan Richie di rambutnya. Dia merasa semakin gugup. *** "Kiraaaan, kamu lolos! Congrats!" Mavra berteriak semangat di telepon sehingga Kiran harus menjauhkan ponselnya. "Ya, aku sudah melihatnya." "Kenapa kamu tidak senang?" tanya Mavra. "Bagaimana mungkin? Aku sangat senang saat ini. Aku akhirnya akan kuliah!" Kiran tersenyum. "Ya, tapi kamu akan menjadi adik kelasku sekarang. Kita akan jarang sekali bertemu," kata Mavra sedih. "Tapi bisakah kita pergi bermain setelah kuliah selesai? Kita sudah lama tidak pergi bersama, 'kan?" Mavra seumuran dengan Kiran, tapi karena Kiran tidak melanjutkan kuliah selama dua tahun, jadi dia tertinggal di bawah Mavra. Tapi itu bukan masalah. "Baiklah, Kakak senior. Aku dalam bimbinganmu saat ini." Kiran menggodanya. "Apa-apaan? Jangan panggil aku seperti itu!" Kiran tertawa keras, dia bisa membayangkan wajah cemberut Mavra. "Tapi ngomong-ngomong kamu tidak akan diantar jemput mobil mewah itu lagi, 'kan? Kalau iya, akan sulit bagi kita untuk bermain setelah kuliah." "Ah?" Kiran ingat saat tes beasiswa waktu itu, Richie sengaja menjemputnya karena ingin menanyakan tentang tesnya. Itu pasti hanya sekali saja Richie menjemputnya, tidak mungkin Richie menjemputnya terus menerus. "Aku memang memiliki sopir, tapi Richie bilang aku bisa naik bus jika aku mau." Kiran menjelaskan. "Cih, kamu sudah menjadi orang kaya sekarang. Aku sangat iri!" Kiran tertawa karena tahu Mavra hanya bercanda. Sayang sekali Mavra tidak tahu bahwa pernikahannya dengan Richie hanya pura-pura. "Aku tidak kaya. Itu semua adalah kekayaan Richie." "Hei, apa dia benar-benar kaya? Sekaya apa dia, Kiran? Ayo, ceritakan padaku!!!" Kiran melirik pelayan yang sedang membersihkan ruang belajarnya dan berkata, "Tidak baik membicarakannya do telepon. Kita akan bertemu, jika aku punya waktu setelah les privatku, ok?" "Sial, kamu masih mengajar les privat?" "Tentu saja. Bagaimana aku bisa berhenti?" Kiran tersenyum, lalu mendesah, "Mavra, aku akan menghubungimu lagi nanti. Aku harus menghubungi bibiku." Ketika Mavra menutup telepon, Kiran melihat-lihat ponselnya. Dia tidak berbohong untuk menghubungi sang bibi. Setelah melihat nomor bibinya, Kiran mengeluarkan nomor itu dari daftar hitam. Sebenarnya dia tidak benar-benar ingin memblokir bibinya selamanya, tidak untuk saat ini, karena masalahnya belum selesai. Jadi dia terpaksa menghubungi sang bibi. "Halo, Bibi." Orang di seberangnya mendengus. "Kamu masih ingat menghubungi bibimu, hah? Bukankah kamu memblokir nomorku? Sudah jelas seperti apa kamu ingin mengakhiri hubungan keluarga kita." Kiran memutar bola matanya, berkata dengan lemah, "Bibi, aku tidak memblokirmu, nomorku diblokir oleh operator seluler." "Apakah kamu pikir aku percaya?" "Bibi, jika aku memblokirmu, kenapa aku menghubungimu sekarang? Nomorku sudah lama tidak diisi dan operator memblokirnya karena mengira ini nomor tidak dipakai. Aku baru saja meminta Richie membukanya kembali untukku." "Benarkah? Apa kamu bicara benar kali ini?" Sang bibi berkata dengan nada curiga, dia sepertinya tidak sepenuhnya percaya pada Kiran. "Benar, Bi." "Bukan karena Richie memberitahumu bahwa aku menghubungi ibunya?" tanya sang bibi lagi. "... Apa maksud bibi?" Bibinya menghubungi ibu mertua? Untuk apa? Apa hanya karena dia tidak bisa menghubungi Kiran, maka dia ingin mengancam Kiran melalui ibu mertuanya? Richie tidak memberitahukan apa-apa soal ini. Lagipula hubungan antara Richie dan ibunya tidak begitu baik. Tidak perlu juga bagi Richie untuk memberitahukan apa pun tentang ibunya pada Kiran. Setelah Kiran tahu bagaimana karakter Richie, lebih tidak mungkin bagi lelaki untuk menceritakan tentang keluarganya sendiri. Tapi, Kiran sudah jelas kenapa sang bibi menghubungi ibu mertuanya. Pasti itu karena Kiran memblokirnya. "Kamu begitu berani padaku setelah mengusirku dari rumahmu, sekarang kamu bertanya apa maksudku? Tentu saja tidak ada cara lain untuk menghubungimu selain melalui ibu mertuamu, 'kan?" Kiran mendesah. "Aku sudah mengatakan alasannya. Lagipula aku tidak mengusir bibi, aku sedang di luar saat itu." Sang bibi akhirnya mengalah. "Baiklah, hanya katakan pada para pelayan sialan itu, setidaknya biarkan aku masuk setelah aku datang jauh-jauh ke sana. Jangan membuatku seperti pengemis. Kamu mengerti?" "Baik, Bi." Tapi hanya Kiran yang tahu bahwa itu cuma ucapan di bibirnya saja, dia tidak berjanji akan ada lain kali dia menerima bibinya untuk menghancurkan hidupnya lagi. tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD