bc

TUTUR BATIN

book_age18+
23
FOLLOW
1K
READ
family
HE
arranged marriage
like
intro-logo
Blurb

Mantra suku mana yang bisa menyatukan hati kita?

Lagu cinta siapa yang bisa mendamaikan kebencianmu?

Syair atau sajak seperti apa yang bisa meluluhkan ego mu? Karena aku mulai bingung memilih majas untuk menjabarkan jika aku terluka dengan hubungan ini.

-

Terjebak dalam pernikahan yang tidak semestinya, Rengganis harus menelan rasa sakit setiap kali melihat sikap Arga, yang begitu manis pada Rosalina. Sikap manis yang bahkan tidak sekalipun pernah Arga lakukan terhadap Rengganis, istrinya.

-

Lalu bagaimana Rengganis menyikapi rasa sakitnya sendiri atas sikap tidak adil yang Arga lakukan terhadapnya , juga terhadap Rosalina?

-

Akankah Rosalina bisa menuntun Arga untuk bersikap adil, seperti apa yang Rosalina janjikan pada Rengganis, saat wanita itu bersedia di madu? Atau justru Rosalina yang menjadi dinding pertahan Arga untuk tetap jauh dari jangkauan Rengganis?

-

Simak kisah mereka disini!

chap-preview
Free preview
Cinta Sendiri
POV Rengganis. "Aah yeh...., uhh...., pelan sedikit Mas!" Suara rancauan wanita itu terdengar berdesis dengan begitu lembut di antara remang-remang malam, dan untuk sesaat terdengar hening. Aku bisa merasakan jika mereka mungkin sedang mengatur nafas untuk membuat permainan mereka semakin terasa dahsyat. "Apa aku sudah boleh bergerak lagi?!" Suara sang laki-laki kembali menimpali setelah hening beberapa detik. "Iya. Tapi Mas yang pelan geraknya, ini agak sakit!" ucap wanita itu lagi dan kembali suara gesekan ranjang terdengar dari arah kamarku. "Sakit yang bikin nikmat!" balas laki-laki itu lagi, dan terdengar suara tawa dari wanita itu. Tawa yang begitu lembut, akan tetapi cukup membuatku merasakan rasa sakitnya sebilah pedang tak kasat mata. "Kau harus segera hamil. Karena dengan begitu aku bisa mempublikasikan pernikahan kita, Sayang!" rancau sang laki-laki, tapi wanita itu tidak menjawabnya. Hanya sebuah rancauan kenikmatan saja yang bisa lepas dari bibirnya , berpadu dengan suara gesekan dari kaki ranjang mereka. "Ooh.. ooh... jangan menggila Mas, aku benar-benar serius, ini rasanya tidak nyaman!" "Oooh.... Aku tidak bisa, Sayang. Ini terlalu nikmat! Kau terlalu nikmat dan aku benar-benar candu." Balas laki-laki itu dan menit berikutnya aku mendengar suara erangan yang begitu panjang dan setelahnya hening. Hanya suara deru nafas yang terengah-engah yang bisa aku dengar dari kamarku dan aku berusaha menutup telinga untuk menghindari suara-suara menjijikkan itu. "Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu dan rasanya aku rela menukar apapun di dunia ini hanya untuk bisa bersamamu!" Aku mendengar suara Arga , dan pastinya kalimat cinta itu di tujukan pada wanita yang saat ini tengah dia rengkuh dalam pusaran gairah yang begitu syahdu. "Aku juga mencintaimu. Sangat mencintaimu, Mas!" Balas Rosalina , wanita yang saat ini tengah menghabiskan malam panas dengan Arga, di atas ranjang yang hangat dan dengan peluh penuh cinta di atasnya. Aku mengangkat bantal , kemudian memiringkan posisi tidur ku, lalu menindih kepala dengan bantal itu, agar aku tidak mendengar kalimat-kalimat cinta di kamar sebelah, karena rasanya ini sangat menjijikkan juga menyakitkan untuk sekedar di terima logika. Ini memang bukan kali pertama aku mendengar desahan penuh nikmat dan kalimat-kalimat cinta itu dari bibir keduanya, nyaris setiap malam hal semacam ini menjadi sesi penyiksaan untukku, penyiksaan dari laki-laki yang aku cintai dalam diam lebih dari delapan tahun ini. Aku berusaha menutup mata , menekan bantal untuk menghindari suara itu, dan biasanya setelah itu akan terdengar hening sampai pagi, sebab itu artinya mereka sudah terlelap setelah peluh mereka lepas dalam pusaran kenikmatan yang sejati, dan setelahnya aku kembali menata hati untuk tidak terluka, meski pada kenyataannya aku tetap saja merasakan rasa sakit itu. Keesokan harinya. Hari ini hari Minggu, kami aku dan Arga sama-sama tidak pergi ke tempat kerja, harusnya waktu seperti ini menjadi momen yang pas untuk kami bersantai bukan! Tapi tidak, itu tidak berlaku untukku. Tidak sama sekali, karena aku dan Arga tidak seperti pasangan suami istri pada umumnya. Aku menghela nafas dalam diam kemudian melepasnya dengan sangat pelan saat rasa sakit dan sesak terasa menghimpit di relung hati. Pandanganku tertuju ke arah ruang tengah, di lantai satu rumahku, rumah suamiku, di mana di sana aku melihat pemandangan yang sangat indah, akan tetapi pemandangan itu justru seperti belati beracun di hatiku. Pemandangan di mana sepasang umat manusia yang yang sedang menikmati hasrat penuh cinta yang dilakukan oleh pasangan halal. Sungguh ini benar-benar pemandangan yang sangat indah untuk sekedar dibayangkan oleh mereka yang dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang. Pemandangan yang didambakan oleh setiap pasangan pada pasangannya. Pemandangan di mana seseorang berani mengatakan jika mereka terlalu beruntung telah menemukan pasangan sejati mereka. Mereka adalah Arga dan Rosalina. Pasangan suami istri yang sudah menikah enam bulan lalu. Masih di fase hangat-hangatnya. Menikah dengan orang yang dicintai, dan kau pun yakin jika dia juga mencintaimu dengan cara yang sama seperti caramu mencintanya. Kebahagiaan yang benar-benar sempurna untuk sekedar di deskripsikan dalam sebuah naskah kisah cinta, di mana dua pasang anak manusia bertemu dalam satu rasa, saling mencintai. Lalu kenapa aku justru mengatakan jika aku terluka setiap kali melihat keromantisan mereka? Kenapa aku terluka setiap kali melihat mereka berbagi cinta dengan begitu indah? Karena aku juga istri dari laki-laki itu, laki-laki yang saat ini sedang memadu kasih dengan wanita pujaan hatinya. Iya aku, Rengganis, Rosalina dan Arga Kelana memang menjalani pernikahan poligami. Kalo di tanya siapa istri pertama Arga Kelana? Makan jawabannya adalah aku, Rengganis, tapi jika di tanya siapa yang Arga cintai dan beri perhatian lebih, jawabannya tentu saja Rosalina. Wanita yang merupakan cinta pertama Arga Kelana, bahkan bisa di katakan cinta sejati Arga, karena Arga mencintai Rosalina dengan melibatkan hati, dan seluruh elemen dalam tubuhnya, bahkan dalam alam bawah sadarnya saja Arga masih bisa mengatakan jika dia sangat mencintai Rosalina . Lalu bagaimana dengan aku? Kenapa Arga mau menikahiku jika dia tidak mencintaiku? Kenapa pula Arga mempertahankan aku menjadi istrinya jika dia bahkan tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai seorang suami kepadaku? Iya, jawabannya adalah karena kami di jodohkan. Pernikahan wasiat antara dua keluarga lah yang menjadi pemicu terjadinya pernikahan itu. Hanya karena dulu, ayah Arga pernah berjanji dengan ayahku, untuk menjodohkan kami, lantas Senopati memaksa putra pertamanya untuk menikahiku, dan menjadikan pernikahan itu sebagai syarat utama Arga akan mendapatkan hak waris atas perusahaan yang ayahku dan Senopati, ayah Arga dirikan dua puluh tahun lalu, terlebih lagi Senopati benar-benar mengukuhkan niatnya itu untuk menjadikan aku menantunya setelah ayahku meninggal sepuluh tahun yang lalu, dan lima puluh persen saham perusahaan itu di pegang oleh ibuku, dan baru akan menjadi milikku hanya saat aku benar-benar menikah dengan putra Senopati. Senopati memiliki dua orang putra, Arga Kelana, dan Leon Adiguna. Dan dari kedua putra Senopati, hanya Arga Kelana yang memenuhi syarat untuk menikahiku. Aku dan Arga dulunya sangat dekat. Aku memanggilnya kakak, dan dia menganggap ku adik perempuannya, karena kedua orang tua kami bersahabat dan secara otomatis kami pun dekat. Arga sendiri usianya dua puluh lima tahun, selisih dua tahun lebih tua dari usiaku, sedangkan Leon baru berusia delapan belas tahun, dan baru lulus dari sekolah menengah atas saat pernikahan aku dan Arga dilangsungkan, dan setelah itu , Leon melanjutkan kuliah di luar negeri, dan saat itu pula hubungan aku dan Arga dingin. Arga berpikir jika aku adalah orang yang menjadi penyebab dirinya tidak bisa menikahi wanita pujaan hatinya. Arga berpikir aku yang memaksa orang tuanya untuk pernikahan ini, hanya karena Arga tau jika aku memang menaruh rasa yang lebih padanya. Satu tahun menikah dengan Arga, Arga tidak sekalipun menyentuhku. Hubungan kami nyaris seperti bumi dan langit. Dia selalu punya cara untuk menghindar dariku, bahkan tidak pernah Sudi untuk sekedar berbagi kamar denganku padahal sebelum pernikahan ini terjadi, aku dan Arga masih bisa dikatakan sangat dekat. Iya, Ada perjanjian tertulis yang Arga berikan padaku di malam pertama pernikahan kami, yang mau tidak mau harus aku terima karena Arga berpikir jika di antara kami, memang tidak ada perasaan cinta satu sama lain, dan sampai kapanpun dia tidak akan pernah menerimaku sebagai istrinya. Tidak, karena dia hanya bisa mencintai satu wanita dan itu bukan aku, melainkan Rosalina. Namun meski begitu, aku tidak pernah merasa keberatan jika pun harus melakukan kewajibanku sebagai seorang istri, karena memang aku tau kodrat seorang istri, hanya saja di sini Arga yang tidak memahami itu, memahami hak dan kewajibannya sebagai seorang suami. Aku juga tidak ingin memaksanya untuk sesuatu yang tidak ingin dia lakukan atau dia inginkan, karena memang itu tidak perlu. Selama dia bisa bersikap baik dan tidak melakukan kekerasan, maka aku akan menerimanya. Namun seiring berjalannya waktu dan kebersamaan kami dalam satu atap, perasaan indah yang awalnya ingin aku padamkan itu justru tumbuh semakin mekar. Hanya di hatiku saja , tapi tidak untuk seorang Arga Kelana, dan di sini jelas aku hanya bisa merasakan cinta sendiri, dan itu benar-benar sangat menyakitkan. Genap satu tahun Arga menikahiku, Senopati langsung menyerahkan jabatan CEO pada putranya, dan bersamaan dengan itu aku juga memegang lima puluh persen saham di perusahaan itu, pemegang saham yang bahkan tidak diketahui oleh orang lain selain Senopati sendiri, karena Senopati memang rahasiakan identitasku untuk menjaga kemungkinan tidak baik yang mungkin saja terjadi padaku. Iya, segala keputusan yang akan Arga lakukan, juga harus mendapat persetujuan dariku, karena di sini jelas , aku dan Arga sama-sama memegang lima puluh persen saham yang di bagi rata oleh Senopati, sebagai amanat terakhir ayahku sebelum dia meninggal. Dan sejauh ini, Arga benar-benar tidak tau jika akulah partner kerjanya. Enam bulan yang lalu Arga tiba-tiba mengatakan akan menikah lagi. Aku terkejut, tapi sebisa mungkin aku bersikap tenang, dan mengatakan terserah, karena pikirku aku tidak berhak mencegah keinginannya itu karena sekalipun aku mengatakan tidak, Arga akan tetap melakukannya, menikahi wanita yang katanya adalah sebagian dari jiwa Arga. Wanita yang sudah menjadi kekasih Arga lebih dari tujuh tahun, wanita yang deminya Arga rela melakukan apa saja, dan rasanya akan percuma jika aku menolak keinginan Arga itu. Jadi untuk menutup ladang zina di antara mereka, aku terpaksa mengatakan terserah. Tidak satupun keluarga Arga tau kebenaran itu, kebenaran jika Arga menikah lagi, karena kami memang tinggal cukup jauh dari rumah orang tua Arga, juga rumah orang tuaku, dan iya, Arga memintaku untuk merahasiakan pernikahan itu dari keluarga mereka, setidaknya sampai Rosalina hamil, maka saat itu Arga sendiri yang akan mengatakan kebenaran itu pada kedua orang tuanya , juga pada Ibuku. Aku tentu saja setuju, lebih tepatnya lagi terpaksa setuju karena aku benar-benar tidak punya pilihan lain selain setuju. Rosalina memang sangat cantik , sama seperti namanya, dan hal yang sangat wajar jika Arga begitu mencintai wanita itu. Wanita yang berprofesi sebagai desainer lokal, dan menggeluti usaha dibagian tata busana. Dia juga memiliki beberapa butik besar di ibu kota, wanita mandiri dan independen. Sangat sempurna bukan? Sementara aku, aku bisa ada di posisi ku saat ini karena ayahku. Sejak Arga menikahi Rosalina, dan membawa Rosalina tinggal di rumah kami, Rosalina benar-benar membuat rumah itu serasa ceria. Ada banyak canda dan tawa yang tercipta di sana. Rumah yang biasanya sepi dan sunyi , kini di penuhi tawa dan cinta dari pasangan itu, pasangan yang saling mencintai dan iya lagi-lagi aku yang terlalu egois ini hanya bisa merasakan kecemburuan tidak beralasan saat melihat kebahagiaan mereka begini nyata di depan mataku. Aku terluka, aku tersiksa saat menyadari jika aku benar-benar tidak beruntung bisa menikah dengan Arga. Dunia mungkin mengakui jika akulah istri Arga, tapi percayalah, bukan aku yang Arga inginkan untuk menjadi pelipur laranya. Tawa itu terdengar sangat ceria. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi yang pasti sesuatu yang sangat indah untuk di bagi, dan tawa itu terhenti saat aku sampai di anak tangga terakhir rumah itu, lalu berbelok ke arah dapur untuk menikmati sarapan pagi yang sudah aku buat pagi-pagi sekali untuk kami. Hanya sarapan untukku saja yang masih tersisa di atas meja makan, karena sepertinya mereka , Arga dan Rosalina sudah lebih dulu menikmati sarapan mereka. Iya, kami memang tidak menggunakan asisten rumah tangga, Arga yang menginginkan demikian. Tujuannya sudah pasti, agar tidak ada yang tahu bagaimana hubungan rumah tangga kami yang tidak biasa. Semua pekerjaan rumah di lakukan oleh home service. Mereka akan datang terjadwal dan aku hanya perlu melakukan pekerjaan yang aku inginkan, dan jika aku tidak ingin melakukan apapun tidak akan ada yang menegurku. Termasuk Arga suamiku. Sebelum menikah dengan Rosalina, Arga jarang pulang. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, entah di tempat kerja atau malah tinggal di tempat Rosalina. Namun sejak menikah dengan Rosalina dan membawa Rosalina juga tinggal di rumah itu, Arga nyaris setiap hari pulang ke rumah. Namun meski begitu Arga juga tidak menuntut aku untuk sebuah keajaiban, seperti melayaninya makan atau sekedar menemaninya duduk santai. Kami benar-benar tidak pernah terlibat obrolan apapun. Tidak seperti ketika kami masih belum menikah dan kami bersikap layaknya saudara, saat ini aku dan Arga benar-benar seperti air dan minyak. Tidak akan pernah bisa menyatu meski ada dalam satu wadah. Iya, kami hanya menjalani pernikahan yang sebatas tinggal bersama, tapi seolah tidak saling mengenal satu tahun lebih ini. "Anis... Kau tidak masuk kerja hari ini kan? Jika iya, apa aku mau ikut bersama kami ke.....!" "Tidak. Aku tidak bisa!" Aku memotong ucapan Rosalina yang ingin mengajak ku entah kemana. "Kami mau pergi ke peragaan busana. Aku ingin kau ikut, kali aja kau nanti tertarik untuk....!" "Tidak. Aku memang tidak bekerja hari ini, tapi aku ada janji dengan teman-teman kantor ku. Maaf!" Potong aku menolak halus ajakan Rosalina, karena pikirku, ikut dengan mereka sama saja dengan aku yang menjerumuskan diri pada liang rasa sakit yang mungkin lebih sakit dari yang saat ini aku rasakan. Jika melihat tawa dan keromantissan mereka saat ini saja mampu menikam jantungku, aku tidak tahu bagaimana jadinya jika nanti di luar sana aku justru dikelilingi dengan orang-orang yang memang tahu bagaimana hubungan Arga dan Rosalina. Aku yakin , rasa sakit hatiku akan berkali-kali lipat dari apa yang aku rasakan saat ini, dan aku benar-benar tidak ingin itu terjadi. Tidak sama sekali. "Anis...., ayolah. Bukankah kita ini keluarga, kenapa sesulit ini untuk....!" Aku menghentikan aktivitas sarapanku saat Rosalina kembali berbicara, bahkan wanita itu mengungkit bahwasannya kami adalah satu keluarga. Ooh... Keluarga macam apa ini! Aku tidak tahu apa maksud Rosalina berkata seperti itu, akan tetapi harusnya dia tahu bagaimana sikap Arga terhadapku. Dia bersikap seolah-olah dia adalah istri yang sangat sempurna untuk Arga, mengerti tentang aturan poligami, tapi nyatanya, dia tetap membiarkan Arga berada di kamarnya setiap hari bahkan setiap malam tanpa mengingatkan Arga bahwasanya tidak hanya dirinya , Rosalina yang berstatus istrinya melainkan aku, Rengganis juga. Tidak. Bukan karena aku ingin melakukan sesuatu yang indah di atas tempat tidur seperti yang kebanyakan para pasangan suami istri lakukan, atau yang biasa mereka lakukan setiap malam, tidak sama sekali. Aku hanya ingin di anggap ada di rumah itu oleh Arga sendiri. Tidak perlu berlebihan seperti cara yang dia lakukan bersama Rosalina, tapi cukup menyapaku dengan sapaan sederhana, mungkin itu bisa mengubah pandanganku. Namun alih-alih mau menyapaku, tersenyum padaku pun dia tidak ingin, dan bodohnya aku tetap menaruh harapan padanya. Harapan jika mungkin besok atau lusa Arga akan mulai menerima keberadaan ku di rumah itu. Meskipun semakin ke sini aku semakin sadar bahwasanya harapanku itu adalah harapan hampa, karena sampai kapanpun Arga tidak akan pernah bisa aku gapai. Aku tidak akan pernah bisa mengambil hatinya, meski hanya sebagian kecil dari sisinya, dan iya, harapanku semakin terasa mustahil, saat Arga akhirnya memutuskan untuk menikahi Rosalina dan membawanya tinggal bersama kami. Aku kembali bangkit dari dudukku, berjalan ke arah tangga rumah untuk bersiap kembali ke kamarku, karena tau Rosalina tidak akan berhenti berbicara hal itu padaku. "Jika kalian ingin pergi, pergilah. Aku tidak bisa terus menjadi orang ketiga di antara kalian!" aku menyela dan Arga langsung ikut bangkit dari duduknya seraya menatap ke arahku. "Cukup tau diri juga kamu!" balasan sederhana itu lepas dari bibir Arga dan Rosalina buru-buru manahn lengan Arga untuk tidak berbicara lebih. Aku hanya menatap sejenak pada Arga. Tidak ada sepatah katapun lepas dari bibirku, karena aku memang tau posisi ku di sini. Aku hanya orang ketiga di antara mereka , dan aku yakin apapun yang akan aku katakan tentang mereka, ujung-ujungnya aku yang akan salah, maka diam adalah cara terbaik aku menghadapi masalah ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.2K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook