Eps. 4 Ganti Rugi Sekarang!

1061 Words
Kini Gavin dan Hana saling tatap tajam. Keduanya tak ada yang mengalah. Mereka tetap pada pendirian masing-masing. "Bila solusinya tetap seperti ini lebih baik kita datang ke kantor," desau Gavin murka merasa dipermainkan oleh Hana. "Begini saja. Paket itu aku kembalikan lalu aku akan membayar setengahnya cash sekarang." Ini tawaran akhir Hana. Dia sudah berbaik hati menawarkan solusi. Bila dituntut lagi dia tidak bisa. Ini saja dia sudah rugi. Hana beranjak dari duduknya sembari mengambil dompet dari dalam tas, mengeluarkan lima lembar uang kertas yang ditaruh di meja. Tanpa menunggu jawaban dari Gavin, Hana kemudian pergi merelakan uang lima ratus ribunya, meninggalkan Gavin. Gavin masih membeku sampai beberapa saat melihat paket dan uang yang ada di meja hingga dia tersadar. "Apakah ini bisa disebut sebagai solusi? Lalu buat apa paket ini? Aku tak mungkin memakainya. Dikembalikan juga tidak bisa. Dan ini ..." Gavin mengambil uang p********n di meja. "Lalu p********n separuhnya lagi bagaimana? Apa aku yang harus melunasinya?" Pria berkulit putih ini beranjak dari duduknya. Secepat kilat dia berlari menuju keluar untuk mencari Hana. Namun dia tak menemukan keberadaannya di sana. "Cepat sekali dia perginya. Huft! Bagaimana ini? Sepertinya aku sendiri harus menyelesaikan masalah pembatalan paket ini." Gavin terpaksa balik badan masuk ke kantor karena Hana sudah pergi. *** Hana merasa lega, satu lagi masalahnya sudah selesai. Meski dibilang dia berada di pihak yang dirugikan. Batal menikah, dia yang tercemar namanya. Mengembalikan paket, dia juga bayar setengah meski tak memakai barangnya. Rasanya dia memang benar-benar sial. Harusnya dia tahu bila hari sial tak pernah ada dalam kalender. Hana melaju pelan motornya di jalan raya setelah jauh dari kantor ekspedisi G & F. Pikirannya masih kosong kala menyapu keramaian di jalanan. Banyak wajah tertawa bahagia yang dia lihat, jujur ini membuatnya iri sekaligus sesak dalam waktu bersamaan. Kenapa dia tidak seberuntung mereka? Saat ini dia butuh tempat untuk merenung, menyandarkan semua beban masalah hidup yang menghimpit dan terasa berat. Tapi dia lihat taman kota yang mau dia kunjungi terlihat penuh dari luar. Membuatnya mengurungkan niatnya untuk datang ke sana. Dia butuh tempat yang sepi dan nyaman, bukan tempat ramai seperti itu. "Terpaksa, aku pergi ke tempatnya saja." Hana memutar motor mengganti haluan menuju ke arah lain. Motor kemudian berhenti di depan sebuah kontrakan dengan pagar kayu mengelilingi. Tak susah bagi Hana membuka pagar tempat adiknya tinggal. Tak ada lagi tempat yang bisa didatangi selain kontrakan adiknya. "Anggrek, kamu masih di dalam?" Hana mengetuk pintu keras. Harusnya adiknya ini ada di dalam jam segini. "Ya, sebentar." Hana merasa lega mendengar suara adiknya dari dalam dan lebih tenang kala melihat pintu rumah terbuka. "Mbak Hana? Kenapa ada di sini? Ibu mencarimu kemana-mana." Mendengar Anggrek menyebut kata 'ibu' Hana langsung masuk dan menutup pintu lalu menguncinya rapat, khawatir bila ibunya itu datang kemari. Sebenarnya, ibunya Hana berulang kali menghubungi nomor Hana setelah acara pernikahan itu batal. Namun, dia tak mengindahkan panggilan itu dan malah menonaktifkan ponselnya hingga sekarang. Pastilah bila bertemu akan ada erupsi magma nanti. "Anggrek, kamu jangan bilang pada ibu, ayah atau yang lainnya bila aku disini, please. Aku mau menangkan diri. Di kontrakanku sana pasti ada ibu sekarang yang menunggu." Hana takut untuk pulang sekarang, mungkin dia akan menumpang di tempat Anggrek malam ini. Hana masuk ke kamar Anggrek. Anggrek mengikutinya kemudian mereka berdua duduk bersama di kasur. Adiknya ini penasaran bagaimana pernikahan yang sudah lama direncanakan sejak lima tahun yang lalu bisa gagal berantakan begini. Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya karena bertemu langsung dengan narasumbernya. "Mbak, sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu batal menikah dengan Mas Ray?" Hana menarik napas dalam sebelum bercerita. Berat sekali rasanya meski sekadar untuk bercerita. "Dia sudah punya istri. Rupanya dia menikahiku untuk dijadikan istri kedua di saat istrinya asli sedang hamil besar dan hampir melahirkan. Jadi, buat apa aku lanjutkan. Aku sudah ditipu olehnya." Anggrek yang tak percaya terganga mendengarnya. Bagaimana bisa kakaknya ini ditipu selama lima tahun? Apakah Hana sebodoh itu sampai tidak tahu ditipu? Atau bagaimana? "Benarkah Mas Ray menipumu, Mbak?" Anggrek terlihat iba dengan nasib Hana. "Katakan, apa aku bodoh sekali sampai tidak tahu ditipu selama lima tahun ini? Aku terlalu terlena dengan perhatiannya selama ini." Hana menunduk lama. Entah, tadi dia tidak sedih dan sekarang matanya terasa pedih sekali. Sakit dibohongi baru terasa sekarang. Tangis Hana pun pecah, tak bisa dibendung lagi. Anggrek hanya memberikan bahunya untuk Hana bersandar dalam tangis pilu karena tak ada yang bisa dilakukan saat ini untuk menghibur kakaknya. *** "Akhirnya aku bisa pulang dengan tenang." Hana pulang ke rumah setelah semalam menginap di tempat Anggrek. Dia pikir ibunya pasti sudah pulang dari rumahnya, tak mungkin akan menunggunya semalaman penuh di rumah. Hana membuka pintu. Betapa terkejutnya dia kala memutar kunci. Pintu rumahnya tidak terkunci saat ini. Terang saja ini membuatnya berkeringat dingin. Apakah ibunya masih ada di dalam sana? Hana balik badan berniat untuk kabur, namun saat itu pintu dibuka. Ibu Hana keluar setelah mendengar suara handle pintu diputar. Setelah diperiksa rupanya benar Hana. "Hana, mau pergi kemana kamu? Masuk. Kami ingin bicara denganmu." "Ibu ... aku ... lupa bila ada urusan sekarang. Nanti aku pulang lagi." Hana mengambil langkah seribu. Namun ibunya lebih gesit dan berhasil menarik kerah baju bagian belakang Hana, lalu menyeretnya masuk ke dalam rumah. Kini Hana hanya bisa pasrah di sidang oleh ayah dan ibunya yang terus mengomel tanpa jeda atas batalnya pernikahan yang membuat malu keluarga. Di saat semua tamu undangan datang, mempelai wanitanya malah kabur dari pernikahan tanpa penjelasan. Bagaimana mereka tidak marah dan kesal? "Coba jelaskan sekarang apa alasanmu kabur dari pernikahan? Ditaruh dimana muka kami berdua?" Ibunya Hana menatap dengan mata membulat penuh. Begitu pula dengan sang ayah yang menatap dengan sorot mata tajam menghujam. "Ibu dan Ayah bila tidak tahu jangan asal menyalahkan. Aku kabur dari pernikahan karena aku ditipu oleh badjingan beristri itu. Dia rupanya mau menjadikan aku istri kedua. Mungkin saja nanti aku akan dijadikan pengasuh anaknya yang akan lahir." Entah benar atau tidak bagian yang akhir, atau cuma Hana mendramatisir keadaan. Yang jelas aksinya itu bukannya membuat Ibu Hana iba, namun malah membuat sang ibu semakin murka, karena merasa alasan itu hanya rekayasa saja. "Kamu bikin malu keluarga saja. Sekarang kamu harus tanggung jawab. Ganti biaya pernikahannya!" Biaya pernikahan sebagian yang menanggung orang tua Hana. Hana kembali kabur keluar dari rumah dikejar begitu oleh ibunya. Karena tak memerhatikan jalan, dia membentur Gavin yang baru tiba mengantar paket untuknya. Hiss!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD