Ch-9

1270 Words
"Kapan kamu mau melepaskanku?" Alisha tetap berada dalam kurungan kedua lengan Leonardo. Mata gadis itu mencari sesuatu di sekitar. Pikirnya akan ada sesuatu yang bisa dia gunakan untuk menghalau pria tersebut. "Lihat mataku Alisha Nirmala. Lihat aku." Perintah Leonardo pada gadis tersebut. Dia ingin meyakinkan keberadaan dirinya saat ini bukan bualan semata. "Kenapa? Kamu ingin mengendalikan ku tak hanya melalui novel semata? Belum cukupkah aku melakukan semuanya?" Alisha kehabisan kesabarannya. Gadis tersebut memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia menolak perintah dari Leonardo. "Aku sudah bilang, kamu itu salah paham padaku Alisha." Leonardo mendadak melembut. Alisha sendiri sampai terkejut mendapati perubahan begitu cepat dari sosok dingin sepertinya. Dan beberapa detik berikutnya tubuh Leonardo menghilang perlahan. Alisha mengerjapkan matanya beberapa kali, tapi tetap saja perubahan drastis tersebut terjadi tepat di depan matanya. "Perubahan macam apa ini?" Alisha bertanya-tanya dalam hatinya, gadis tersebut segera beranjak dari posisi tidurnya. Dia mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling ruangan. Harapannya waktu bergulir ke awal cerita, dimana dia belum menulis satu kalimat pun pada novelnya! Belum ada perjodohan! Akan tetapi ternyata hal tersebut tidak terjadi, dia melihat pada kalender yang berada di atas meja di dalam kamar. Waktu tidak mundur juga tidak maju ke depan. Waktu dan hari tetap sama pada hari sekarang. Perubahan hanya terjadi dengan sosok pria psikopat yang selama ini telah menahan dirinya. "Dia sungguh-sungguh pergi?" Alisha segera menyambar gaun tidur miliknya, gadis itu bergegas keluar dari dalam kamar tersebut. Langkah kakinya terhenti tepat di ujung tangga menuju lantai bawah. Seorang pria sendirian tengah duduk di depan perapian. Dari pakaian yang pria itu kenakan dia segera mengenalinya. Leonardo mengenakan kacamata berbingkai bulat. Pria tersebut tengah membaca surat kabar di atas pangkuannya. "Di mana kedua orangtuaku?" Alisha tengah melangkah menuruni anak tangga menuju ke lantai bawah. Aroma samar kayu ek yang terbakar memenuhi ruangan berdinding batu tersebut. "Aroma ini membuatku pusing.. bruuukkk!" Tubuh gadis itu jatuh tersungkur di atas lantai ruang perapian. "Tubuhmu tetap saja lemah Alisha. Berhentilah mencari tahu siapa aku, karena kamu tidak akan pernah menemukannya. Aku seperti awan yang terlihat sejuk namun tidak bisa kamu pegang, aku terkadang seperti bara api yang bisa memberikan kehangatan untukmu. Namun jangan pernah berharap untuk bisa menggenggam hidupku, cukup rasakan saja apa yang aku berikan padamu. Tanpa harus mengendalikan ku. Jika kamu menentangnya, maka aku tidak akan bisa menetap di sisimu." Pria itu terus bicara seorang diri seraya mengangkat tubuh Alisha membopongnya kembali menuju lantai atas. Pria itu kembali merebahkan tubuh Alisha di atas tempat tidur. Saat Leonardo berbalik, Alisha sengaja menahan lengannya. "Kamu sengaja mengatakan itu kan? Kamu bahkan tahu aku telah terjaga dari pingsan ketika tubuhku berada dalam pelukanmu. Siapa sebenarnya dirimu? Kamu itu apa?" Sekali lagi dia mendapatkan senyum lembut terukir pada bibir psikopat tersebut. Gadis itu menggelengkan kepalanya, sekilas dia melihat wajah Leonardo penuh luka goresan. Wajah pria itu terlihat menakutkan. "Monster." Sahutnya lalu melangkah pergi keluar dari dalam kamar Alisha. Mendengar jawabannya, Alisha segera bangkit dari atas tempat tidurnya. "Leon?!" Alisha menghentikan langkah kakinya. Pria tersebut sudah tidak terlihat di depan matanya lagi. Alisha berusaha mengejarnya, tapi dia tidak mendapatkan apa-apa. Di depan perapian tidak ada siapapun. Api yang tadi menyala, tidak menyisakan apapun lagi. "Aku hanya ingin bertanya di mana pria itu menyembunyikan kedua orangtuaku." Ucapnya dalam hati. "Dua kali aku melihatnya berubah lembut, tapi pria itu menyatakan kalau dirinya adalah monster." Alisha melangkah menuju pintu samping rumah. Hening, tidak ada siapa-siapa di sana. Hari juga telah berangsur ke senja, akan tetapi dia tak kunjung menemui kedua orangtuanya di dalam rumah tersebut. Alisha menjatuhkan tubuhnya kembali pada sebuah sofa. Tidak ada niatan untuk melihat berita hari ini. Dia menjadi takut melihat ke arah layar kaca semenjak Leonardo menunjukkan berita kematian Daniel padanya. Ketika hari sudah gelap dia baru naik kembali ke dalam kamar tidurnya. Alisha menyalakan lampu di dalam kamarnya. "Astaga!" Alisha memegangi dadanya dengan kedua telapak tangannya. "Kenapa? Apa kamu kira aku takkan kembali ke sini?" Tanyanya pada Alisha, Leonardo menatap dingin pada sosok gadis yang masih tetap berdiri seraya memegangi dadanya di ambang pintu kamarnya. Pria itu sedang mengeringkan rambutnya dengan sehelai handuk. "Aku hanya terkejut." Sahutnya seraya menutup daun pintu kamarnya kembali seperti semula. "Kenapa aku tidak melihat Ayah dan Ibuku?" Tanyanya pada pria tersebut. "Kenapa kamu bertanya padaku? Apa kamu berpikir aku membunuh mereka? Hahahaha!" Leonardo tergelak melihat wajah Alisha semakin memucat karena mendengar ucapannya barusan. "Jangan bercanda! Aku serius bertanya padamu!" Gadis tersebut memberanikan diri melangkah mendekat ke arahnya, diam-diam Alisha menyelipkan benda tajam di belakang punggungnya. "Kamu ingin membunuhku?" Leonardo merentangkan kedua tangannya. Dia sengaja memberikan peluang pada Alisha untuk melukai tubuhnya. "Jreeeshhh!" Tanpa ragu Alisha menusuk perutnya, benda tajam yang dia bawa bersarang pada perut pria tersebut. "Sraaat! Trang!" Leonardo menghunusnya kemudian membuang benda tersebut ke lantai tepat di bawah kaki mereka berdua. "Pernahkah kamu membayangkan bagaimana rasa sakitnya?" Leonardo melangkah mendekat ke arahnya, darah masih mengalir dari perutnya. "Apa maksudmu?" Alisha tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Leonardo barusan. "Kamu menusukku dengan benda tajam seolah kamu terbiasa melakukan permainan kecil seperti barusan. Alisha..." Bisik pria itu padanya. "Apa maksudmu! Tidakkkk! Tidaaakkk! Aku tidak pernah melakukan apapun." Mendadak Alisha menutup kedua lubang telinganya menggunakan kedua telapak tangannya sendiri. Gadis tersebut tiba-tiba melihat darah berceceran di dalam ingatannya. Seorang gadis tengah berdiri di atas genangan darah. Ingatannya hanya sampai detik itu saja. Satu detik kemudian semuanya terlihat gelap. Dia terjaga dalam pelukan Leonardo. Selanjutnya pintu kamarnya diketuk dari luar. "Alisha, Leon.. Ayo kita makan bersama." Terdengar teriakan ibu Alisha dari luar sana. Seolah bangkit dari sebuah kematian Alisha begitu girang, gadis itu segera melompat turun dari atas tempat tidur lalu membukakan pintu kamar. Dia menghambur ke dalam pelukan ibunya. "Ibu... Alisha sayang Ibu.." Ucapnya seraya mengikuti langkah kaki ibunya turun dari lantai atas. Leonardo melipat kedua tangannya di ujung tangga. Pria itu melihat dua wanita tersebut menuruni anak tangga menuju ke lantai bawah. "Sampai kapan kamu akan bertahan dan menutup sendiri ingatanmu? Alisha?!" Leonardo menyeringai sadis, dia membuka piyama tidurnya. Luka pada perutnya masih terlihat dalam balutan perban. Ada beberapa bercak darahnya juga masih tertinggal di atas lantai kamar tersebut. Sedang senjata yang digunakan Alisha dia ingin segera mengambilnya dari kolong tempat tidur gadis tersebut. Leonardo menundukkan badannya, tiba-tiba pria itu terpaku saat melihat sepasang kaki wanita tengah berdiri di sisi tempat tidur yang lain. Buru-buru dia segera berdiri, membatalkan niatnya untuk memungut benda yang masih berbalut dengan darahnya di bawah kolong ranjang tersebut. "Kamu tidak ingin makan bersama kami?" Alisha tersenyum polos seraya melangkah mendekat ke arahnya. "Kamu tidak takut padaku?" Leonardo menyeringai sadis dengan sorot mata dingin. "Aku hanya bahagia, karena kedua orangtuaku tidak terluka." Ucapnya seraya melangkah mendekat ke arahnya. Leonardo melipat kedua tangannya. Pria itu sekali lagi menyeringai sadis, Alisha memaksanya ikut turun ke lantai bawah untuk menikmati makan malam bersama dengan keluarganya. "Kamu berani menyentuhku juga sekarang?" Leonardo menggelengkan kepalanya melihat gadis itu memperlakukan dirinya dengan mesra. "Kedua orangtuaku akan bertanya-tanya ketika melihat kita berjauhan satu sama lain. Kita sebentar lagi akan menikah sesuai dengan rencana yang kamu mau." Jelasnya pada Leonardo. Alisha menggamit lengan pria tersebut menuruni anak tangga, menuju ke ruang makan di lantai bawah. Mereka berdua menarik kursi, lalu duduk bersebelahan. Seusai makan malam bersama, dua sejoli tersebut duduk di balkon lantai atas. "Orangtuaku pergi membeli bahan makanan, karena kita tiba di sini mendadak. Mereka pergi berbelanja siang tadi. Aku minta maaf telah menyalahkanmu karena sempat mengira kamu melakukan hal-hal buruk." Jelasnya pada Leonardo. "Manis sekali, kamu terlihat tulus dalam wujud gadis polos seperti sekarang. Benar-benar topeng yang sangat menarik." Leonardo berucap dalam hatinya. Pertentangan terjadi dalam hati pria tersebut, membalaskan dendamnya di masa silam. Ataukah tetap menjadi pria yang berpura-pura lembut seperti yang dia lakukan sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD