BAB 2

1142 Words
Novi berjalan cepat di sepanjang koridor rumah sakit. Dia menuju ke ruang IGD tempat Reyhan mendapatkan perawatan dari Dokter. Novi melihat dua orang laki-laki berseragam polisi di depan ruang IGD. Dia bergegas menghampiri mereka untuk menanyakan keadaan sang suami. “Permisi, Pak. Saya Novi, istrinya Pak Reyhan. Bagaimana keadaan suami saya, Pak? Apa dia baik-baik saja?” tanya Novi, memandang kedua polisi itu bergantian. Raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang sangat besar. “Saya Irfan, yang menelepon Ibu tadi. Dan ini rekan saya, Rizwan,” kata salah seorang polisi berpostur tubuh tinggi, memperkenalkan diri dan temannya. Novi mengangguk, mengiakan. “Kami belum tahu kondisi Pak Reyhan, Bu. Sekarang beliau masih ditangani Dokter di dalam,” ujar Pak Irfan, menunjuk ruang IGD di hadapan mereka. “Sebenarnya apa yang terjadi dengan suami saya, Pak? Mengapa sampai terjadi kecelakaan?” tanya Novi, Ingin tahu. “Menurut saksi mata di lokasi kejadian, mobil Pak Reyhan menabrak pembatas jalan setelah menghindari truk yang melaju kencang ke arahnya, Bu. Pak Reyhan mengalami luka yang cukup parah karena mobilnya terguling di jalan raya,” terang Pak Irfan. “Astaghfirullah.” Novi membekap mulutnya, terkejut. Dia tak bisa membayangkan separah apa kondisi Reyhan mendengar mobil yang dikendarai oleh suaminya sampai terguling di jalan raya. “Kami turut bersedih dengan kondisi Pak Reyhan, Bu. Pihak kepolisian akan menginvestigasi insiden ini untuk mencari tahu penyebab kecelakaan yang terjadi,” ujar Pak Irfan. “Baik, Pak. Terima kasih,” sahut Novi, singkat. Novi tak sanggup berkata-kata lagi. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan suaminya sekarang. Novi berharap Reyhan baik-baik saja dan tidak ada luka serius yang terjadi padanya. “Baiklah. Kalo begitu kami permisi dulu, Bu,” pamit Pak Irfan. “Iya, Pak,” ucap Novi, menganggukkan kepala. Setelah kedua polisi itu pergi, Novi duduk di kursi yang ada di depan ruang IGD. Air mata yang ia tahan sejak memasuki rumah sakit tak sanggup di bendung lagi. Novi menyangga kepalanya dengan kedua tangan untuk menyembunyikan wajah yang bersimbah air mata. Ketakutan kini menguasai dirinya. Novi tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada sang suami. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia mereka karena akhirnya Novi hamil setelah penantian mereka yang cukup lama. Novi ingin memberikan kejutan pada sang suami, bukan malah sebaliknya. oOo Kedua orang tua Reyhan tiba di rumah sakit tiga puluh menit kemudian. Mereka menghampiri Novi yang masih setia menunggu di depan ruang IGD. “Novi,” panggil Mama Imelda yang merupakan mama mertuanya. Novi mendongak. “Mama.” Novi menghambur ke pelukan mama mertuanya. Air mata yang tadi sempat terhenti kini mengalir lagi dari kedua sudut mata Novi. “Ma, Mas Reyhan, Ma ....” Mama Imelda membalas pelukan Novi dengan erat. “Tenang, ya, Sayang. Mama yakin Reyhan baik-baik saja,” ucap Mama Imelda, menenangkan. Setetes air bening jatuh di pipi Mama Imelda ketika mengucapkan hal itu. “Apa yang sebenarnya terjadi pada Reyhan, Nov? Apa kamu tahu penyebab kecelakaan yang menimpa suamimu?” tanya Papa Alfian, setelah Novi dan Mama Imelda mengurai pelukan mereka. “Kata polisi yang menghubungiku, mobil Mas Reyhan menabrak pembatas jalan setelah menghindari truk yang melaju ke arahnya, Pa. Sekarang pihak kepolisian masih menyelidiki penyebab kecelakaan itu,” jelas Novi, memandang Papa Alfian. Papa Alfian mengangguk, mengerti. “Baiklah. Papa yang akan mengurus hal itu dengan pihak kepolisian. Kamu dan Mama fokus saja menjaga Reyhan,” ujarnya memberi tahu. “Iya. Terima kasih, Pa,” sahut Novi, tersenyum tipis. oOo Seorang dokter akhirnya keluar dari ruang IGD. Novi, Mama Imelda dan Papa Alfian bergegas menghampiri dokter tersebut untuk mengetahui kondisi Reyhan. “Bagaimana keadaan mas Reyhan, Dok?” tanya Novi dengan raut wajah cemas. “Apa kalian keluarga pasien korban kecelakaan?” sang Dokter dengan nametag Bram balik bertanya, memandang Novi, Mama Imelda dan Papa Alfian, bergantian. “Iya, Dok. Kami orang tua pasien dan dia istrinya,” jawab Papa Alfian, sambil menunjuk Novi. “Baiklah. Begini, Pa, Bu, kondisi pasien sekarang masih belum stabil. Kami sudah mengobati semua luka di tubuhnya, tapi pasien mendapatkan luka yang cukup parah di bagian kepala. Kami akan terus memantau keadaannya hingga pasien sadar. Untuk saat ini kami akan memindahkan pasien ke ruang rawat. Sebelum itu, sebaiknya Bapak dan Ibu mengurus administrasi pasien,” jelas Dokter Bram, panjang lebar. “Ya Allah .... Mas Reyhan ....” Novi menitikkan air mata mendengar penjelasan Dokter tentang keadaan sang suami. “Sabar, sayang ....” ucap Mama Imelda, merangkul bahu Novi. “Baik, Dok. Kami akan mengurus administrasinya,” kata Papa Alfian, menjawab ucapan Dokter Bram. “Baiklah. Kalo begitu saya permisi dulu, Pa, Bu,” pamit Dokter Bram. “Iya. Terima kasih, Dok,” sahut Papa Alfian, membiarkan Dokter Bram meninggalkan ruang IGD. oOo Reyhan sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP Rumah Sakit Mulia Bhakti. Kini, Novi duduk di kursi sebelah ranjang pasien Reyhan sambil menggenggam tangan kanan Reyhan yang tidak di infus. Novi tak bisa menahan kesedihan melihat kondisi sang suami yang terbaring lemah di hadapannya. Laki-laki yang sangat ia cintai harus menderita banyak luka di sekujur tubuhnya. “Cepatlah bangun, Mas,” ucap Novi dengan suara serak karena terlalu lama menangis. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan malam ini hingga membuat matanya bengkak. “Kamu jangan khawatir, Nov. Reyhan akan segera bangun,” kata Mama Imelda, memegang pundak Novi dari belakang. Novi menoleh, menatap Mama Imelda yang berdiri di belakangnya. “Mas Reyhan akan baik-baik saja, kan, Ma? Nggak ada luka serius yang perlu dikhawatirkan seperti yang dikatakan Dokter, kan?” tanya Novi, teringat perkataan Dokter yang menangani Reyhan. “Iya, Sayang. Reyhan akan baik-baik saja,” kata Mama, tersenyum menenangkan. “Sebaiknya kamu istirahat sekarang, ya. Ini sudah larut malam,” lanjutnya menambahkan. Novi menggeleng. “Aku masih ingin menemani Mas Reyhan di sini, Ma. Mama saja yang istirahat lebih dulu, nanti aku menyusul,” ujarnya menolak. Mama Imelda menghela napas panjang mendengar jawaban Novi. “Baiklah. Mama istirahat dulu. Kamu jangan tidur terlalu malam, ya. Mama nggak mau kamu ikutan sakit, Nov,” katanya mengingatkan. “Iya, Ma,” sahut Novi, tersenyum. Mama Imelda berjalan meninggalkan Novi menuju tempat tidur yang berada di sudut ruang rawat Reyhan. Di sana sudah ada Papa Alfian yang tertidur sejak tadi. Mama Imelda ikut membaringkan tubuh di sebelah Papa Alfian, lalu memejamkan mata. Novi kembali mengalihkan pandangan menatap Reyhan. Tangan kanannya terulur mengusap pipi Reyhan yang tampak lebam. Malam ini seharusnya Novi dan Reyhan sedang menghabiskan waktu bersama. Mereka makan malam romantis berdua, lalu Novi akan memberi tahu Reyhan kalau sekarang ia sedang hamil. Sejak pagi Novi sudah membayangkan reaksi yang akan ditunjukkan Reyhan ketika tahu kabar kehamilannya. Reyhan akan memeluk dan mencium Novi sambil mengucapkan syukur karena penantian dan doa-doa mereka akhirnya dikabulkan oleh Tuhan. Mereka akan tidur sambil berpelukan setelah melewatkan malam yang romantis untuk merayakan kehamilan Novi. Namun, semua itu hanya ada dalam bayangan Novi. Karena kenyataannya sekarang, ia sedang duduk di kamar pasien rumah sakit menunggu Reyhan yang terbaring tak berdaya di ranjang. Semua makanan yang telah disiapkan Novi untuk Reyhan di rumah telah menjadi dingin tanpa pernah disentuh olehnya. “Cepatlah bangun, Mas. Aku dan anak kita menunggu kamu di sini,” kata Novi, mengelus perutnya yang masih rata. Novi berharap Reyhan segera sadar agar dia bisa memberi tahu sang suami tentang kehadiran calon anak mereka di dalam perutnya sekarang. oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD