Pria Tampan

1013 Words
Malam ini, orangtua Akila sedang bersiap untuk menemui orangtua Brian. Mereka memakai pakaian terbaik dan yang paling sopan, apalagi mengetahui siapa orangtua Brian. Awalnya Bu Nenti dan Pak Ajat tidak percaya kalau ayah dari Brian adalah pemilik K Inc. Tapi melihat Brian yang sudah memiliki banyak caffe yang tersebar di seluruh Indonesia dan barang barangnya begitu branded, maka mereka percaya. "Ibu cantik banget," puji Akila yang mengintip lewat pintu. Yang mana membuat Bu Nenti tertawa. "Bilang aja kamu mau Ibu gak macem macem sama calon mertua kamu kan." Akila tersenyum manja dan mendekat untuk memeluk ibunya itu. Dia belum memberitahu tentang Brian dan ayah angkatnya, dia ingin mereka mendengarnya sendiri malam ini. "Ngapain nih bocah ke kamar kita?" "Ih Ayah gak seru! Nanti pulangnya beliin martabak ya, Yah." "Iya, apa lagi?" Tanya Pak Ajat yang sibuk memilih parfume yang akan dia pakai hari ini. Mengetahui siapa calon besannya, maka dia harus sangat rapi dan tidak membuatnya malu. "Udah, pulangnya jangan malem malem, Yah." "Tergantung calon mertua kamu." Akila tertawa lagi, dia mencium pipi Bu Nenti yang akan pergi. "Hati hati di jalan ya, Bu. Ayah jangan ngebut ngebut kalau bawa mobil." "Iya, berisik amat sih anak orang." "Wleeee! Ini anak ayah!" "Jaga Rika, awas kalau keluar apalagi sama pacar kamu. Pamali banyak godaan kalau menuju pernikahan," ucap Bu Nenti mewanti wanti agar tidak terjadi sesuatu di luar kendali mereka. "Iya, Ibu. Akila paham." Akila mengantarkan mereka sampa ke depan pintu, dia melambaikan tangannya melihat mobil itu melaju pergi. Sementara itu, Bu Nenti dan Pak Ajat saling menggenggam. Mereka benar benar gugup bertemu orang sebesar ayahnya Brian. Bukan besar dalam artia sebenarnya, tapi orang itu benar benar banyak memiliki pengaruh dalam dunia bisnis. "Selamat datang, Tuan, Nyonya. Sudah melakukan reservasi?" "Ya, Ajat dan Nenti." "Ah… mari saya antar, sudah ada yang menunggu kalian," ucap pelayan itu mengantarkan Bu Nenti dan Pak Ajat ke lantai dua di restoran China. Pelayan itu menggeser pintu dan mempersilahka keduanya masuk. Begitu masuk, keduanya dikejutkan oleh sosok pria yang berdiri begitu mereka datang. Pria itu benar benar tampan dan juga gagah dengan kulit tan miliknya. "Hallo, apa kamu saudaranya Brian? Eh, tapi Brian tunggal katanya kan, Yah? Ini siapa ya? Papahnya Brian belum datang?" Tanya Bu Nenti memberi salam. "Saya Papahnya Brian, Bu." "Astaga dragon!" Bu Nenti menarik tangannya seketika, dia menatap tidak percaya. "Serius, Nak? Eh, Pak. Maaf." "Bu, jangan bikin malu." "Tidak apa, Pak. Silahkan duduk, kita bicara sambil makan ya. Saya sudah pesankan makanan terbaik di sini," ucap Kris. Tidak lama kemudian pelayan masuk membawa makanan yang dipesankan Kris. Sementara mata Bu Nenti dan Pak Ajat tidak lepas dari sosok di depannya. Bagaimana bisa Brian memiliki ayah setampan dan semuda itu? Apa yang terjadi. Mereka memang tidak pernah melihat sosok pemilik dari K Inc, dia selalu membiarkan ajudannya yang menjadi wakilnya untuk berbicara kepada publik. **** Bu Nenti terdiam mendengar penjelasan bahwa Brian adalah anak angkat dari Kris. Kris mengadopsi Brian saat usianya lima tahun di Bandung ketika dia sedang bekerja di sana. Dan Kris belum menikah, itu sebabnya Brian tidak memiliki sosok ibu selama ini. Ayahnya yang merawatnya dengan sangat baik selama ini. "Jadi… Brian anak angkat ya, Pak?" "Iya, Bu. Saya harap itu tidak menjadi masalah, karena saya sangat menyayangi Brian seperti saya menyayangi anak saya sendiri." Sambil makan malam, mereka berbincang masalah keluarga. Sampai Pak Ajat bertanya, "Kalau boleh tahu, kenapa bapak belum menikah?" "Saya memiliki trauma tersendiri dengan pernikahan. Jika Brian menikah, saya akan meminta mereka berpisah rumah." "Ah… itu ide yang bagus. Tapi sebelumnya Brian mengatakan pada saya kalau dia tidak ingin menjauh dari papahnya dan ingin merawat papahnya," jelas Bu Nenti. Kris tersenyum, merasa terharu atas apa yang dilakukan putranya. "Jangan khawatir, saya akan membuatnya pindah supaya bisa lebih leluasa." "Saya pribadi tidak masalah jika masih satu rumah, asalkan mereka baik baik saja dan nyaman." Bu Nenti mengangguk menyetujui perkataan suaminya. "Apakah Bapak sendiri memiliki tanggal untuk mereka?" "Saya terbuka, apakah Ibu memiliki tanggal? Haruskah mengadakan pesta pertunangan dahulu?" Bu Nenti menggeleng. "Langsung saja, Pak. Saya merasa khawatir setiap melihat mereka, takut kelepasan. Jadi lebih cepat lebih baik." Kris mengangguk. "Sudah mendapatkan tanggalnya?" Bu Nenti kini mengangguk. "Ya, dua minggu lagi bagaiman?" "Saya setuju dengan itu." Bu Nenti dan Pak Ajat mengeluarkan napas lega, kini mereka bisa tidur dengan nyenyak meninggalkan anaknya dengan pria yang dicintainya. "Maaf, Pak Kris. Kalau boleh tahu, umur Bapak berap ya?" "Saya 37 tahun." "Oh, selisih 17 tahun dengan Brian?" "Benar, Pak." "Tapi Bapak lebih cocok menjadi saudaranya," tambah Bu Nenti. "Terima kasih atas pujiannya." Kris lebih fokus pada makannya sambil berbincang ringan meskipun kedua orang itu terus memujinya. di sisinya yang mengingnkan Brian sadar kalau pernikahan itu sia sia, Kris tetaplah ingin menjadi orangtua yang tidak menghancurkan kebahagiaan anaknya. jika kebahagiaan Brian adalah seseorang yang akan menjadi istrinya, maka Kris akan mengizinkannya dengan syarat sang anak akan bertanggung jawab. Kris tidak pernah menanamkan satu kewajiban Brian,yaitu bertanggung jawab atas semua hal termasuk perasaan. "Kalau begitu, apa Brian memiliki Ibu angkat? maksud saya untuk menyamakan pakaian yang akan kami pakai nantinya." "Tidak, saya orangtua tunggal." "Um, mungkin pacarnya anda, Pak?" "Tidak, saya seorang diri saja," ucap Kris lagi. "Maaf sebelumnya, saya tidak bermaksud kasar." "Tidak apa apa, saya mengerti," ucap Kris mencoba untuk ramah pada kedua orang di depannya yang akan segera menjadi besannnya. begitu selesai dengan makan dan juga pembicaraannya, kedua orang itu berjalan beriringan dengan kris. sampai mereka akhirnya berpisah saat hendak menuju mobil masing masing. "Terima kasih atas semuanya, Pak. saya harap kita bisa membangun komunikasi yang baik mengingat sebentar lagi akan menjadi keluarga." "Sama sama, saya pamit dulu," ucap Kris masuk ke dalam mobil dimana sang supir sudah menunggunya di sana. kris terdiam saat melihat bagaimana pasangan itu saling menggenggam tangan dan masuk ke dalam mobil dengan senyuman yang terlihat bahagia, Kris ikut tersenyum karenanya, tapi perasaannya terasa sesak. dia hanya memiliki Brian, dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya. "Pak, apa kita langsung pulang?" "Ke kantor dulu, ada berkas yang harus saya bawa." pengalihan pikiran, Kris memilih untuk berduaan dengan pekerjaan daripada menyelam dalam pemikiran yang tidak pernah berujung dan membuatnya sesak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD