CEO Baru

1080 Words
Alarm yang berbunyi nyaring membuat Elaine memaksa membuka matanya. Wanita itu mengerjap dengan malas. Menoleh ke samping dan tersenyum mendapati anaknya yang masih terlelap. Tangannya mengusap lembut wajah anaknya, lalu mengecup pipi berulang kali. "Akram sayang, bangun, Nak," ucap Elaine lembut. Bocah kecil itu menggeliat dan membuka matanya. Tangannya langsung meraih ibunya dan memeluk lehernya. "Selamat pagi," sapa Elaine. "Ayo bangun, Mama akan membuatkanmu sarapan." Setelah itu, Elaine mulai beranjak dari ranjang. Menguncir kuda rambutnya dan mulai sibuk dengan peralatan dapur. Setelah selesai menyiapkan sarapan, Elaine mengajak Akram untuk makan bersama. Jam menunjukkan pukul enam, dan Elaine harus cepat bersiap-siap atau dia akan terlambat pagi ini. Setelah menyiapkan semua keperluan Akram, Elaine segera mengantarkan ke rumah sebelah. Lima tahun telah berlalu, dan Elaine telah mulai menerima semua kejadian yang telah berlalu. Sekarang dia bekerja di perusahaan Calief Tbk. Selama Elaine bekerja, wanita itu menitipkan Akram pada tetangganya. Wanita paruh baya yang menjaga Akram sangatlah baik, bahkan sudah menganggap Elaine dan Akram seperti keluarganya sendiri. "Hati-hati, Mama." Suara Akram yang terdengar imut membuat senyum Elaine mengembang. Wanita itu melambai pada Akram sebelum melajukan motornya. Hari senin adalah hari yang sangat padat, hari dimana minggu dimulai. Banyak aktivitas dari pelajar, pekerja bahkan pedagang yang sibuk berlalu lalang di pagi hari. Membuat jalan semakin padat dan udara mulai gerah. Elaine berdecak malas melihat kemacetan di depannya. Berkali-kali Elaine menyalakan klakson motornya, tapi sama sekali tak ada jalan baginya. Melihat jam di tangan yang hampir menunjukan pukul tujuh, akhirnya Elaine nekat untuk menerobos trotoar. Dia tak peduli pada umpatan, makian dan hujatan pada orang-orang yang berjalan kaki. Dirinya melajukan motornya asal. Tiba-tiba di depannya muncul seorang anak kecil, hal ini membuat dia terkejut dan berbelok dengan cepat. Sepertinya nasib sial sedang melekat padanya. Elaine meringis mendapati jika motornya telah menggores mobil mewah di sampingnya. Dia terlihat gugup, apalagi melihat seseorang keluar dari mobil berwajah marah. "Apa kau tidak bisa berkendara? Lihatlah, mobil kesayanganku menjadi rusak karenamu." Seorang lelaki berteriak marah, tangannya menunjuk bagian mobil yang tergores. "Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar tak sengaja," ucap Elaine merasa bersalah. Tapi lelaki di depannya malah terus-terusan menyalahkan Elaine, bahkan kata-katanya terdengar pedas di telinga Elaine. Hal ini membuat Elaine menjadi geram, dia mengambil dompetnya, dan mengeluarkan pecahan uang ratusan. Elaine menarik tangan lelaki di depannya, mood-nya pagi ini menjadi berantakan gara-gara lelaki ini. Dia ikut kesal karena lelaki di depannya tak berniat untuk menyelesaikan masalah sepele ini. "Ambil uang ini, agar mobil Anda kembali mulus. Maaf, saya tidak punya waktu mengurusi orang seperti Anda." Setelah berkata seperti itu, Elaine langsung berbalik mengambil motornya. Wanita itu langsung pergi dari sana, meninggalkan lelaki yang berdebat dengannya tadi menatapnya tajam sambil mengumpat. Elaine memarkirkan motornya dengan cepat, dia berlari masuk ke dalam kantor. Wajahnya benar-benar panik karena sudah terlambat 15 menit dari jam kerjanya. Elaine mengabaikan peluh yang membasahi wajahnya, tangannya memencet tombol lift beberapa kali agar lift segera berjalan. "Kau pikir ini perusahaan milik nenekmu!" Benar saja, ketika Elaine masuk ke dalam ruangannya, atasannya itu terlihat marah. Elaine tak membantah, dia hanya diam menunduk menyadari kesalahannya. "Kerjakan semua laporan bulan ini, dan jangan pulang jika kau tak menyelesaikannya hari ini juga." Elaine tampak melongo mendengar itu, matanya menatap tak percaya pada bos-nya yang mulai berjalan meninggalkannya. Lamunan Elaine buyar ketika temannya memukul pelan bahunya. "Kau ini, kenapa suka sekali terlambat." kata Selvi. Elaine mengerucutkan bibirnya, ini semua gara-gara lelaki yang telah menyita waktunya di jalan tadi. Andai saja Elaine diberi kesempatan untuk bertemu, Elaine pasti akan mencabik-cabik lelaki tadi. "Kenapa kalian bengong, ayo cepat turun," teriak Desi menatap mereka. Elaine tampak bingung, apalagi melihat teman-teman satu tim-nya mulai melangkah keluar dari ruangan. Dengan cepat dia melemparkan tasnya di kursi kerjanya, lalu ikut berlari mengejar Selvi. Elaine menggandeng tangan Selvi sambil berbisik, "Apa aku ketinggalan sesuatu?" "Ada CEO baru di perusahaan kita, dan kata angin yang berbisik, dia anak dari pemilik perusahaan ini." kata Selvi. Elaine mengangguk-anggukan kepalanya, dia berjalan lagi turun ke lantai bawah. Alisnya mengerut ketika Selvi menyodorkan sebuah sapu tangan di depannya. "Keringatmu," kata Selvi menunjuk dahi Elaine. Merasa paham, Elaine langsung mengambil dan membasuh keringatnya. Wanita itu benar-benar lelah karena telah mengeluarkan tenaga ekstra di pagi hari. Elaine tampak tersenyum pada beberapa orang yang menyapa dirinya. Mereka semua berbaris rapi, saling berhadapan dan memberi jarak. Elaine tampak cemberut ketika Selvi mendorongnya, dan kini posisi Elaine ada di barisan depan. Elaine bergumam dengan kesal, tapi Selvi hanya terkekeh menanggapi. Bisikan-bisikan yang tadi terdengar kini berubah menjadi hening. Kepala mereka serempak menoleh pada pintu masuk, di mana seorang lelaki masuk berjalan dengan tegap. Tatapan matanya sangat tajam, tak ada senyum sedikit pun di wajahnya. Semua wanita di sini tampak tersihir oleh ketampanan lelaki tersebut. Tapi tidak dengan Elaine, wanita itu membelalak kaget dengan mulut sedikit terbuka. Tubuhnya menjadi kaku tanpa bisa mengalihkan pandangannya pada lelaki yang masih berdiri di dekat pintu itu. Elaine bergidik melihat senyum aneh yang tampak di wajah lelaki itu ketika pandangan mereka tak sengaja bertemu. Entah mengapa Elaine merasakan hal buruk yang akan menimpa dirinya. Dengan cepat, Elaine menunduk, tak berani menatap lelaki itu. Seorang petinggi perusahaan menyambut kedatangan lelaki tersebut. Dia menjemput lelaki tersebut dan mengajaknya berjalan bersama. Tapi ketika mereka hampir memasuki lift, Pak Isa membalik tubuhnya. Dia tersenyum pada seluruh pegawainya. Menoleh pada lelaki di sebelahnya sebentar, Pak Isa lalu berkata, "Perkenalkan, dia Pak Devan, seorang yang akan menjabat sebagai CEO baru di perusahaan kita." Lelaki yang ternyata bernama Devan itu tampak mengangguk sedikit. Matanya awas menatap satu-persatu pegawai yang ada di depannya. Tapi ada seseorang yang sejak tadi menarik perhatian Devan, dan ketika Devan menatap wanita tersebut, Devan tersenyum smirk sambil menyusun sebuah rencana. "Mari, Pak." Devan tersenyum tipis menyambut ajakan pak Isa, dia lalu berjalan memasuki lift. Bahkan saat lift mulai tertutup, Devan tak melepaskan pandangannya dari wanita yang telah membuatnya sial pagi tadi. "Mati aku," gumam Elaine melemaskan tubuhnya. Andai saja Selvi tak menahannya, dia sudah terjatuh. "Kau ini kenapa?" tanya Selvi heran, alisnya mengerut melihat sikap Elaine. Tapi Elaine mengabaikan Selvi, wanita itu berjalan gontai kembali ke ruang kerjanya. Kepalanya menjadi pusing sekarang, bagaimana bisa dia menghadapi Devan nantinya. Elaine sadar jika pagi tadi dia sudah berbuat kelewatan pada Devan. Ketika kepala Elaine menyandar pada meja memikirkan nasibnya, seseorang datang mengejutkan Elaine. Melihat siapa yang ada di depannya, Elaine langsung duduk dengan tegap. "Kau dipanggil pak Devan, CEO baru kita." kata Lina. Jantung Elaine berdegup sangat kencang, dia memejamkan matanya beberapa saat. Tak menyangka jika Devan akan mengurus masalah tadi sekarang juga. Bisakah Elaine menolak untuk datang?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD