SEMBILAN

1076 Words
Sakina yakin itu suara Erzha. Ia tidak mungkin salah dengar. Perlahan ia menoleh ke arah belakang untuk memastikan dugaannya, dan ternyata benar Erzha sudah berdiri seraya tersenyum padanya. Senyuman sialan itu lagi. "Ternyata benar, itu kamu. Kamu ngapain di sini?" tanya Erzha, yang kemudian mengambil posisi di kursi depan Sakina. Jujur, Sakina masih syok. Ia seperti buronan yang tertangkap basah. Kenapa suami orang di hadapannya ini selalu ada di mana-mana? Apa Erzha jelmaan hantu? "Sakina? Kamu kok sepertinya kaget banget? Sebelumnya maaf, aku nggak bermaksud ngagetin." Setelah beberapa saat terdiam demi menetralkan degup jantungnya, Sakina balik bertanya, "Mas Erzha kenapa ada di sini?" "Aku memang ada urusan di sini. Tadi pas mau keluar ... aku nggak sengaja lihat kamu. Awalnya sempat nggak yakin, sih, kalau itu kamu. Tapi setelah disamperin, ternyata beneran kamu. Lagi apa di sini? Sendirian aja?" "Sebelumnya aku sama Fifi, cuma beberapa saat yang lalu dia dijemput sama suaminya," jelas Sakina, berharap Erzha segera pergi. Dari penampilan Erzha, Sakina bisa menebak kalau pria itu sedang bekerja dan sepertinya sibuk. "Hmm, kamu lagi nulis, ya?" tanya Erzha. "Eng-enggak. Aku nggak lagi nulis, aku lagi nggak ngapa-ngapain, kok," jawab Sakina cepat, ia tidak ingin membahas naskah sekarang. Selama ini, ia memang sengaja mengulur waktu dalam menyelesaikan ceritanya. "Bagus dong kalau lagi nggak ngapa-ngapain," balas Erzha. "Eh? Kok bagus?" "Itu artinya kamu bisa ikut aku." Sakina sontak terkejut. "Hah? Ikut ke mana?" "Kebetulan banget kerjaanku udah selesai, dan sekarang aku mau ke suatu tempat yang pastinya kamu suka." "Tempat apa? Sejak kapan Erzha tahu kesukaanku?" batin Sakina. Lidah Sakina seakan kelu. Bahkan sebelum ia menjawab, Erzha sudah lebih dulu bangkit dari duduknya lalu memberi isyarat agar Sakina mengikutinya. Sumpah demi apa pun, Sakina ingin menolak, kalau bisa ia ingin berlari sejauh mungkin. Namun, senyuman sialan itu kembali meluluhkannya, terlebih rasa penasaran yang begitu besar tentang ke mana pria itu akan membawanya. Setelah membereskan barang-barangnya, Sakina memasukkan laptopnya ke dalam tas. Tak butuh waktu lama, kakinya melangkah menuju kasir. Di sana, rupanya Erzha sudah membayar pesanan Sakina, termasuk pesanan Fifi tadi. "Tadi berapa totalnya, Mas?" tanya Sakina seraya membuka dompet. Mereka kini sudah ada di depan kafe. Bersamaan dengan itu, ia ingin menepuk jidatnya sendiri. Bagaimana caranya membayar pada Erzha sedangkan di dompetnya tidak banyak uang cash. Sakina memang biasanya menggunakan debit card. Ia hanya membawa uang cash ala kadarnya. "Kamu kayak ke siapa aja, nggak usah," jawab Erzha, membuat Sakina tenang dan tidak enak dalam waktu yang bersamaan. "Terima kasih ya, Mas Erzha." Belum sempat Erzha menjawab, getaran di ponsel pria itu sukses membuat mereka berdua saling diam. "Sakina, kamu tahu mobil aku, kan?" Sakina mengernyit. "Maaf ... aku agak lupa-lupa ingat, Mas." "Itu, yang itu." Erzha menunjuk salah satu mobil. Sekarang Sakina ingat, terlebih ia pernah menaikinya beberapa waktu lalu. "Kamu masuk duluan, ya. Aku mau angkat telepon sebentar," sambungnya. Sakina tidak memiliki pilihan selain setuju. Mengangguk, Sakina kemudian berjalan menuju mobil Erzha. Sedangkan Erzha tampak sudah mulai berbincang dengan seseorang yang meneleponnya. Langkah Sakina terasa berat, hatinya pun demikian. Perasaan tak enak selalu saja hadir saat ia berduaan bersama Erzha. Ini salah. Sakina tahu ini sangat salah sehingga wanita itu ingin berlari ke tempat terjauh. Mereka berdua memang tidak melakukan apa-apa, tapi tetap saja Sakina merasa bersalah. Ia takut dicap sebagai penggoda suami orang. Sampai pada akhirnya, Sakina sudah sampai di depan mobil Erzha. Dengan ragu, tangannya mulai membuka pintu depan sebelah kiri. Betapa terkejutnya Sakina saat pintu mobil sudah terbuka. Ia sempat berpikir, mungkinkah salah mobil? Namun, setelah memastikan lagi mobilnya, harusnya tidak salah. Ini memang mobil Erzha, tadi pun pria itu menunjuk mobil ini. Lalu, siapa wanita cantik yang duduk di samping kursi kemudi ini? Tunggu, jangan-jangan ini istrinya? Melihat ada seorang wanita di samping kursi kemudi mobil Erzha, refleks Sakina mundur perlahan. Saat Sakina berbalik, rupanya Erzha sudah ada di belakangnya. Untung saja mereka berdua tidak sampai bertabrakan. "Loh, kamu mau ke mana?" tanya Erzha kebingungan. "I-ini beneran mobil Mas Erzha, kan?" Sakina malah balik bertanya. "Iya, memangnya kenapa?" tanya Erzha yang kemudian menyadari pintu depan mobilnya sudah terbuka. Sakina pasti mengira salah mobil karena ada seseorang di sana. "Ah iya, maaf aku lupa bilang. Kamu duduk di belakang ya, Sakina." Mendengar ucapan Erzha, kini Sakina makin yakin kalau wanita yang baru saja dilihatnya adalah istri Erzha. Sakina tidak bisa memungkiri kalau wanita itu sangat cantik. Ia yang sesama wanita saja nyaris terpesona, apalagi pria yang pasti akan tergila-gila. Sakina pun mengerti betapa Erzha dan wanita itu sangatlah cocok. "Mas, cepetan dong!" teriak wanita di dalam mobil. "Sebenarnya kita mau ke mana, Mas? Aku nggak bisa ikut kalau Mas Erzha nggak mau ngasih tahu," ujar Sakina kemudian. "Kamu akan tahu jawabannya sebentar lagi. Jadi, ayo masuk." Erzha pun membuka pintu belakang dan mempersilakan Sakina masuk. Lagi, Sakina seakan terhipnotis sehingga hanya menurut saja. Tak lama kemudian, ia sudah duduk di kursi belakang. Mobil pun mulai melaju, Sakina mencoba memikirkan daftar kemungkinan apa yang Erzha dan wanita itu inginkan darinya.   1. Ingin menjadikan Sakina istri kedua Erzha. Tidak, ini gila! Wanita secantik itu rasanya tidak ada yang kurang sehingga tidak ada alasan bagi Erzha untuk menikah lagi. 2. Mereka mau meminjam rahim Sakina? Ya ampun, ini jelas tidak mungkin. Betapa tidak, mereka sudah memiliki anak yang lucu dan menggemaskan. Sakina bahkan pernah bertemu anak itu. Lagi pula, ini bukan novel atau film yang dengan mudahnya bisa meminjam rahim orang. 3. Apakah Sakina akan disidang karena dicurigai menggoda Erzha? Sakina harap ini tidak benar, tapi bisa saja istrinya Erzha salah paham sehingga Erzha merasa perlu mempertemukan Sakina dengan sang istri. Itu artinya ... Sakina harus menjelaskan secara detail pertemuannya dengan Erzha beberapa waktu lalu. Namun, melihat senyuman hangat wanita itu saat Sakina membuka pintu mobil, rasanya tidak ada kebencian di sana. 4. Kemungkinan selanjutnya, mereka akan menjadikan Sakina babby sitter. Ya, dari beberapa kemungkinan ... inilah yang terasa paling masuk akal, tapi tetap saja Sakina tidak berminat sama sekali meskipun ia sudah hampir dua bulan menyandang status pengangguran. 5. Ralat, ada satu kemungkinan yang lebih masuk akal lagi, yaitu jangan-jangan Erzha dan istrinya sengaja mau memamerkan kemesraan mereka di depan Sakina. Tujuannya, agar Sakina menyadari bahwa mereka sangat serasi dan tidak bisa diganggu oleh orang ketiga. Dalam kata lain, pelakor akan mundur teratur setelah melihat keharmonisan mereka. Namun, sungguh ... Sakina jadi kesal sendiri. Lagi pula siapa yang akan menjadi orang ketiga di antara mereka? Menyebalkan sekali. Sekarang yang jadi pertanyaannya ... ke mana mereka akan membawa Sakina pergi?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD