BAB 16

1332 Words
Esok paginya Hamdan baru mengabari Rahma tentang Sekar yang di rawat di rumah sakit. Dengan cepat Rahma datang ke sana dan marah-marah pada Hamdan begitu melihat Hamdan. Ia merasa kesal kenapa ia tak diberitahu dengan cepat tentang kondisi Sekar bahkan sampai di rawat. Hamdan minta maaf berkali-kali tapi tetap saja Rahma kesal. Dan Hamdan pun harus membujuk istrinya dengan tingkah kekanakan agar Rahma melunak padanya dan tentu saja hal itu selalu berhasil. Sekar yang melihat tingkah konyol mereka saja sampai tertawa di buatnya. “Jangan tertawa Sekar, kamu sedang sakit!” bentak Rahma yang membuat Sekar bukannya diam malah semakin tertawa karena jika Rahma marah itu terlihat sangat lucu. Baik Hamdan dan Sekar sama-sama menertawakan Rahma dan itu membuat Rahma semakin kesal. Akhirnya Hamdan ia jewer dan Sekar ia pelototi. Kehadiran Rahma selalu saja membuat suasana jadi ceria dan gaduh tentunya. Dan itu sangat membuat hati Sekar semakin bahagia. Hamdan melirik Sekar yang membuat Sekar tersenyum malu.   ****   Sekar telah kembali ke rumah karena kondisinya yang telah pulih. Setelah Sekar tidur di kamarnya Hamdan mencoba bicara pada Rahma di kamar. Awalnya Rahma bingung dengan sikap Hamdan yang mendadak serius ini. Namun, Rahma mencoba mendengarkan dulu apa yang akan suaminya sampaikan. Kini mereka tengah duduk berhadapan di ranjang mereka. Ranjang yang sudah dua tahun mereka gunakan untuk tidur bersama setelah menikah. Dan kini, ranjang itu menjadi saksi sebuah pernyataan sang suami tentang hatinya. Hamdan meraih jemari sang istri dan mengecupnya tiga kali. Ia tatap wajah sang istri dengan mesranya ia bahkan sempat mengecup bibir Rahma sejenak. Rahma masih menunggu apa yang akan di sampaikan sang suami padanya. Rahma harap bukanlah kabar buruk. “Pertama-tama, aku ingin minta maaf sama kamu, sayang.” “Untuk apa?” “Aku, aku minta karena telah bersikap buruk pada sahabatmu. Sekar. Lalu aku suka membuatnya kecewa dan sedih dengan sikapku yang dingin. Aku minta maaf untuk itu.” “Sekar akan mudah memaafkan hal itu, Mas.” “Ya, Mas tahu, dan satu lagi yang Mas ingin utarakan padamu dan Mas harap kamu tidak marah atau kecewa atau menuduh Mas macam-macam.” “Apa, Mas?” Rahma menatap lekat-lekat wajah sang suami. Semua ia perhatikan seakan ia tak mau ada kebohongan sedikitpun di pembicaraan kali ini. Alis hitam yang tergaris lurus, sedikit kerut di kening, bibir yang kadang mengerucut sedikit, jakun yang turun naik menandakan rasa gugup dan juga tekad. “Mas akan belajar mencintai Sekar.” Rahma hanya diam, tak menunjukkan sedikit pun ekspresi. Hingga setelah beberapa detik, bibir Rahma akhirnya terukir sebuah senyum manis. Senyum tulus yang begitu indah untuk seorang Rahma yang memang sudah cantik dari lahir. Jemarinya terangat dan mengusap setiap detail wajah sang suami. Dalam hati ia bergumam, mulai malam ini wajah ini bukanlah milik sendiri, alis, mata, hidung, kedua pipi dan bibir. Mulai malam ini wajah tampan ini juga akan di jamah oleh sahabatnya. Sekar mengecup bibir sang suami dan sedikit melumatnya. “Terima kasih, Mas. Telah bersedia membuka hati untuk sahabatku.” Rahma lantas memeluk tubuh sang suami. Iya peluk dengan eratnya merasakan kehangatan tubuh sang suami yang sebentar lagi akan ia bagi dengan Sekar. Ada rasa tak rela di hati kecilnya, ada rasa cemburu yang membuncah di dadanya. Tapi, sekali lagi Rahma ikhlas. Hamdan meneteskan air matanya karena tak sangka sang istri benar-benar wanita hebat yang memiliki hati yang begitu tulus, inikah yang di namakan bidadari surga? Ia peluk dengan erat tubuh sang istri. “Maaf sayang kalau aku membuatmu kecewa, aku minta maaf jika aku membuatmu menangis, aku sungguh minta maaf.” “Nggak, Mas, Rahma justru bangga sama Mas, Rahma tahu betapa besar cinta Mas pada Rahma hingga Mas baru bisa membuka hati Sekar saat ini. Betapa hebat hatimu Mas, betapa beruntung aku di miliki oleh mu. Aku percaya kamu mencintaimu begitu besar begitu menyayangiku, aku tahu itu, Mas.” “Ya, asal kamu tau aku begitu mencintaimu, menghormatimu, menyayangimu, berat untukku tapi ini semua sudah menjadi jalan untuk kita. Terima kasih kamu telah mempertemukan aku dengan Sekar, wanita hebat selain dirimu. Aku berjanji padamu aku tidak akan pernah mengecewakan kalian berdua. Tapi, kamu harus ingat hal ini sayang. Aku berikan separuh lebih hatiku untukmu dan anak kita. Kamu paham maksudku kan.” Rahma mengangguk. Ia kecup leher sang suami dan menangis di sana.   ****   Sekar tersentak saat ia bangun dan merasakan sebuah tangan di atas perutnya. Ia menoleh dan lebih terkejut lagi karena Hamdan ada di sana dengan kedua mata terpejam. Sekar refleks terpesona dengan wajah tampan sang suami di pagi hari ini. jemari nya terangkat dan hendak meraba wajah itu, namun, ia urungkan. Ia takut bila ia salah dalam bertindak. Namun, jemari Sekar justru di tangkap dan di taruh tepat di wajah Hamdan. Membuat jantung Sekar serasa ingin keluar dari tempatnya. Dan saat itulah kedua mata itu terbuka. Sekar berusaha menelan salivanya dengan susah payah. “Padi, sayang,” ucap Hamdan yang membuat Sekar bagai bermimpi. “Kenapa bengong?” tanya Hamdan sembari menyanggah kepalanya dengan tangannya. Sekar buru-buru menggeleng dan berusaha bangun. Namun, sekali tarikkan tubuh Sekar jatuh dalam pelukkan Hamdan. Membuat Sekar terpekik kaget dan langsung membekap mulutnya. “Mau ke mana sih, buru-buru banget?” goda Hamdan. “Mas, ke-kenapa Mas jadi begini, kalau sampai Rahma lihat bagaimana?” “Hahaha memang kenapa kalau Rahma lihat?” tanya Hamdan sembari terkekeh. “Kok, Mas, santai banget sih?” “Santailah, kan, Mas udah dapat ijin dari istri pertama.” Sekar melotot. “Mm … Mas, minta ijin sama Rahma??” Sekar benar-benar tak percaya dengan apa yang ia dengar ini. Hamdan dengan entengnya mengangguk. “Kok, kamu tega sih Mas, pasti Rahma sekarang sedih, kecewa, cemburu, Ya Allah aku nggak sanggup membayangkan hatinya Rahma.” Sekar berusaha untuk bangun lagi namun, lagi-lagi Hamdan menahannya. “Mas ….” “Susah payah aku mengatakan hal itu pada Rahma, susah payah aku berusaha untuk adil antara kamu dan Rahma. Sekarang, setelah perjuangan itu kamu menolak kehadiranku?” Sekar terdiam. Ia melihat semburat kekecewaan di wajah Hamdan. Hamdan kini melepas tubuh Sekar dan beranjak dari tidurannya. Ia menoleh pada Sekar. “Terima kasih sudah menolakku.” Hamdan hendak bangun, namun, secara refleks Sekar meraih jemari Hamdan. Membuat Hamdan terhenti. “Maaf, aku … aku tidak tahu itu, Mas. Maaf, aku sudah mengecewakan kamu, aku minta maaf, sungguh aku minta maaf Mas.” Terdengar isakkan dari bibir Sekar. Hamdan menghela nafas dan menoleh kembali. Ia duduk dan menyentuh pundak Sekar. “Sekar,” panggilnya. Sekar perlahan menatap wajah suaminya. “Ijinkan aku mencintaimu.” Kembali air mata Sekar menetes dan langsung Hamdan hapus dengan sebuah kecupan mestra di pipi Sekar. Sekar tersentak dan hanya bisa melotot merasakan hangatnya bibir sang suami di pipinya. Perlahan, Hamdan mendorong tubuh Sekar hingga tubuhnya kembali bertemu dengan kasur yang empuk di mana di atas tubuhnya ada makhluk tampan bernama Hamdan. Jemari Hamdan menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Sekar, dan itu membuat Sekar menutup matanya. Gejolak gairah terasa berdesir pada tubuh Hamdan. Ia usap bibir kemerah-merahan itu dan perlahan mengecupnya. Sekar bagai kepompong yang berhasil keluar dan terbang dengan indahnya. Rasa hangat, lembut dan manis menyatu dalam bibirnya. Di tambah saat pagutan yang di lakukan Hamdan membuatnya serasa ingin menggigit balik, rasanya enak, seenak gigitan coklat. Inikah rasanya berciuman? Hamdan merasakan sebuah usapan pada punggungnya dan dengan nakalnya ia tarik tangan Sekar untuk ia kunci di atas kepala Sekar hingga Sekar tak bisa berkutik dan hanya bisa menerima cumbuan darinya saja. Sekar semakin tak bisa diam saat lehernya di kecup dan di jilat oleh Hamdan. Ia mendesah dan terus mendesah karena jemari Hamdan juga mulai meremas dadanya dengan agresif. Sekar tersentak saat putingnya di pelintir dan menimbulkan rasa sakit juga nikmat. Sekar terengah-engah dengan apa yang Hamdan lakukan pada tubuhnya. Hingga kakinya mulai kram dan sakit karena terlalu tegang. Sekar mengaduh dan hampir menjerit saat kakinya di tekuk paksa oleh Hamdan. Sekar langsung terlonjak dan kaget. Ia terengah-engah dan melihat sekeliling dengan linglung. Ia usap keringat di keningnya dan melihat jam sudah jam 6 pagi. “Aku mimpi???”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD