>> ”Mah-dreh dan Pah-dreh mu akan pergi berbulan madu. Selama Mah-dreh pergi, kau tidak boleh membuat ulah, Mi-Hijo! Terlebih kepada maid barumu itu. Jangan coba-coba untuk mengusirnya dari apartemenmu! Hanya Mah-dreh yang berhak memec4tnya.”
“Apa??? Ma—”
>> “Tidak ada bantahan!”
>> “Sayang, kita harus segera pergi.”
>> “Tunggu sebentar, Suamiku… Aku harus memperingatkan anak kita agar dia tidak membuat masalah selama kita pergi.”
Terdengar tawa renyah dari seberang sana, yang Jerrald yakini adalah tawa ayahnya.
Jerrald memutar bola mata kesal. Memangnya dia masih anak kecil?!
“Mah… Maid baru itu bekerja di apartemenku, tentu saja aku berhak m3ngusirnya jika pekerjaannya tidak b3cus, Mah-dreh!”
>> “Kalau pekerjaannya tidak b3cus, kau tunggu sampai Mah-dreh pulang. Mah-dreh tidak ingin t3rtipu lagi seperti sebelum-sebelumnya.”
Jerrald mengerang dalam hati. Pasti maksud ibunya tentang kelakuannya mengusir para maid yang sebelumnya bekerja dengannya. Padahal para maid itu sudah bekerja dengan baik. Namun Jerrald selalu memiliki cara membuat para maid itu angkat kaki dari apartemennya.
>> “Ingat, Mi-Hijo, hanya Mah-dreh yang boleh memutus k0ntrak dengan Nona Jolicia Floy.”
“Jolicia Floy? Siapa itu?”
>> “Tentu saja maid barumu, Bod0h! Apa kau bahkan tidak bertanya namanya?”
Jerrald terdiam. Tak lama, ia menjawab datar pertanyaan sang ibu. “Oh… tidak penting.”
>> “Dasar kau! Bagaimana bisa kau tidak bertanya namanya?! Kalian tinggal satu rumah mulai hari ini! Memangnya kau akan memanggilnya dengan sebutan apa?!”
“Tentu saja aku bisa memanggilnya dengan sebutan apa saja sesuai keinginanku, Mah-dreh. Aku bisa memanggilnya ‘b4bu’.”
>> “Mi-Hijo!”
“Ck! Baiklah, Mah, aku minta maaf. Aku akan memanggil namanya mulai saat ini.”
>> “Begitu lebih baik, Sayang.”
>> “Istriku, kita harus benar-benar berangkat sekarang.”
“Kalian akan berbulan madu ke mana lagi kali ini?” tanya Jerrald penasaran. Pasalnya, ayah dan ibunya itu senang sekali berbulan madu.
>> “Rahasia. Kau tidak perlu tahu. Urus saja perusahaan Pah-dreh mu itu, Anak baik.”
Bola mata Jerrald memutar malas. “Kali ini untuk berapa lama?” tanya Jerrald kembali, karena tahu kebiasaan orang tuanya yang selalu berbulan madu dalam jangka waktu yang lama.
>> ”Sampai kami bosan.”
Terdengar tawa geli sang ibu, sampai tak berapa lama, sambungan segera saja terputus.
Jerrald menatap ponsel pintarnya yang sudah menampilkan layar gelap. Pria ini mengeraskan rahang mengingat ucapan ibunya.
“Tidak boleh m3mecatnya? Si4lan! Padahal baru saja aku ingin menjebaknya agar terlihat tidak becus bekerja. Kalau aku nekat mem3catnya, Mah-dreh akan sangat marah padaku. Argh! Kenapa juga harus ada maid sial4n di dalam apartemenku?! Aku sanggup hidup sendiri, tanpa siapa pun!” geram Jerrald tak terima.
***
“Dapur ini besar sekali.” Feli mengedarkan pandangan ke segala penjuru dapur saat dirinya baru saja berkeliling ruang tamu dan ruang santai di apartemen ini. Apartemen super mewah yang sangat besar.
“Masa hanya aku saja yang bekerja di sini? Aku tidak percaya ini. Mereka terlihat seperti orang berada. Mempekerjakan 1000 maid tidak akan membuat mereka bangkrut. Cih! Dasar keluarga pelit!” gerutu Feli sambil membuka lemari pendingin di dapur ini. “Apa ada makanan? Aku lapar seka—Ah… syukurlah ada apel!” Feli langsung saja mengambil satu buah apel yang ada di lemari pendingin, lalu langsung menggigitnya bersemangat. Feli belum makan sejak dia tiba di negara ini, dan perutnya benar-benar kosong.
“Apa yang kau lakukan?"
“Uhuk!” Buah apel yang sudah masuk ke mulutnya, dengan tidak tahu malunya meluncur indah ke atas lantai dapur saat mendengar sebuah suara yang menegurnya. Feli terbatuk. Ia menepuk d4danya sendiri beberapa kali, sampai tak lama, ada sebuah tangan yang menyodorkan segelas air di depannya. Langsung saja Feli menyambar gelas itu, dan menandaskan air yang ada di dalam sana.
“Ah… ya ampun leganya tenggorokanku.” Feli tersenyum senang. Saat tatapannya beralih ke arah depan, wanita cantik ini melebarkan mata terkejut.
Prang!
“Kau!”
“Ah… gelasnya pecah,” seru Feli pol0s sambil menatap gelas yang sudah hancur berkeping-keping di bawah kakinya.
“Kau… kau itu tidak bisa hati-hati ya?!”
Feli hanya mampu mengerjapkan kedua matanya beberapa kali saat seseorang yang berdiri di depannya membentak wanita ini.
“Kau b1su?!” tanya seseorang itu kembali.
“A-aku… aku terkejut atas kehadiran Anda, Tuan,” balas Feli setelah tersadar dari rasa terkejutnya.
Seseorang itu mendengus sebal sambil berkacak pinggang. “Sedang apa kau di sini?”
“Aku… sedang berkeliling untuk membiasakan diri di apartemen ini, Tuan.”
“Dan m3ncuri apelku?” sindir seseorang itu.
Mata Feli melebar tak percaya. Tawa kesal keluar dari mulutnya. Tak lama, ia ikut-ikutan berkacak pinggang. “Anda tidak boleh pelit seperti itu, Tuan! Aku ini pekerjamu, dan aku lapar! Hanya karena aku makan satu apelmu, tidak mungkin, bukan, kau langsung b4ngkrut sampai harus m3njual apartemenmu ini?!” sinis Feli tanpa sadar. Feli sepertinya lupa akan posisinya saat ini.
“Kau berani melawanku?! Aku ini majikanmu, Nona Floy!”
“Floy? Siapa itu?” tanya Feli bingung.
Seseorang di depan Feli ikut mengernyitkan dahi bingung mendengar pertanyaan Feli.
“Kau. Bukankah namamu Jolicia Floy?”
“Apa? Namaku itu F—” Feli langsung terdiam saat menyadari sesuatu. Ia memejamkan mata, m3ngumpati dirinya sendiri di dalam hati. Dia lupa jika saat ini namanya adalah Jolicia Floy, bukan Felicity Jolicia Addison.
Sementara itu, seseorang di depannya memicingkan mata curiga. Seseorang ini memperhatikan gerak-gerik Feli sambil menduga-duga.
Feli kembali membuka mata, lalu tertawa kaku. “Ahaha… maksudku… namaku F—Floy, Tuan, Jolicia Floy.”
“Kau mencurigakan.”
“Hah? A-apanya yang mencurigakan? Namaku benar-benar Jolicia Floy?” ragu Feli yang tanpa sadar justru terdengar seperti bertanya.
“Kau bertanya namamu padaku?” tanya seseorang itu tak percaya.
Feli menggeleng kencang setelah menyadari keb0dohannya. “Bukan-bukan! M-maksudku, namaku benar-benar Jolicia Floy, Tuan.”
“Lalu mengapa kau terlihat ragu?” tanya seseorang itu kembali. Kali ini dengan nada menuntut.
Tubuh Feli menegang. Ia kembali m3ngumpati dirinya karena keb0dohan yang berkali-kali ia lakukan di depan seseorang ini. Siapa lagi kalau bukan majikannya. Pria tampan tapi terlihat tak bersahabat sejak pertama kali mereka bertemu.
Benar-benar si4l! Penyamarannya tidak boleh berakhir secepat ini! Bahkan ini belum satu hari ia melakukan penyamaran.
'Ayo, Feli, putar otakmu! Ingat Jet pribadi itu, ingat cincin berlian yang ingin kau beli setelah misi ini berakhir, dan ingatlah si Selena b1tch tanpa Gomes yang ingin mengambil kedudukanmu di kampus. Kau, tidak boleh kalah darinya!’ Feli menyemangati diri sendiri.
“A-aku kebingungan… karena terlalu terkejut. Ahahaha… Anda mengejutkanku karena kehadiran Anda yang tiba-tiba itu, Tuan, jadi aku sempat lupa namaku sendiri.”
“Apa kau tak w4ras? Mana ada orang lupa namanya sendiri!”
“Kalau tak w4ras, aku tidak mungkin lolos seleksi di agen tempatku bekerja. Lupa itu manusiawi, Tuan.”
“Kau—”
“Tuan, apakah Anda selalu marah-marah seperti ini? Kata Mommy-ku, orang yang sering marah-marah, kerutan di wajahnya akan bertambah sangat cepat. Apakah Anda ingin tua sebelum waktunya?”
“Kau!!! Beraninya kau mengatakan itu!”
“Aku hanya memberitahu apa yang Mommy-ku katakan, supaya Anda bisa berjaga-jaga dan tidak terkejut kalau sebentar lagi kerutan di wajah Anda bertambah.”
“Mulutmu lanc4ng sekali, Nona Floy!”
“Ah… aku melihat kerutan di sudut mata Anda bertambah, Tuan!” heboh Feli.
Sang majikan refleks memegang sudut matanya di sebelah kanan.
“Bukan di sebelah kanan, tapi di mata sebelah kiri Anda.”
Majikannya tanpa sadar mengikuti apa yang Feli arahkan.
“Di sini?”
“Ah ya, di situ. Coba Anda tarik napas dalam, lalu embuskanlah perlahan. Hal itu bisa membuat kerutannya menghilang. Itu yang dikatakan Mommy-ku.”
Sang majikan kembali mengikuti ucapan Feli. Sampai tak berapa lama, wajahnya tiba-tiba saja menegang. Tangannya membeku. Apa yang sedang dia lakukan? Mengapa dia justru menuruti ucapan maid baru yang mulutnya kurang aj4r ini?!
‘Mi3rda! Aku seperti orang b0doh mengikuti ucapan gadis di depanku ini! Apa yang sedang aku pikirkan?! Kau b0doh, Jerrald!’ maki pria itu pada dirinya sendiri.
“Nona Floy!”
“Ya Tuan?”
“Kau memb0dohiku?!”
“Di bagian mana aku membod0hi Anda?”
“Tentang kerutan ini!” tunjuk Jerrald di sudut matanya.
“Memang benar ada di situ. Silakan Anda lihat cermin kalau tidak percaya.”
Mata Jerrald kembali memicing. Ia meraba sudut mata kirinya, mencoba merasakan kerutan yang dimaksud Feli.
‘Benarkah? Dia tidak sedang memb0dohiku, bukan?’ curiga Jerrald di dalam hati.
Jerrald memperhatikan Feli yang saat ini memasang wajah pol0s, seolah apa yang wanita di depannya ini katakan adalah kebenaran.
Jerrald mendengus kesal. Pers3tan! Terserahlah jika memang benar-benar ada kerutan di matanya. Memang dia peduli?!
Pria ini menunjuk pecahan gelas tepat di depannya dan maid barunya itu. “Bersihkan kek4cauan yang kau sebabkan! Kau, sudah membuat satu kesalahan, Nona Floy!”
Mata Feli melebar. Ingatan tentang apa yang tadi siang Jerrald katakan padanya terngiang di pikiran.
Tidak boleh ada satupun kesalahan. Jika dia melakukan satu kesalahan saja, dia akan dikeluarkan dari tempat ini.
Oh no!
Feli menggeleng panik. “Tuan, ini bukan sepenuhnya kesalahanku. Anda juga ikut andil, jadi aku tidak akan menerima jika Anda mem3catku sekarang!”
Jerrald mengerjap tak percaya. Maid di depannya ini tak seperti para maid sebelumnya, yang selalu patuh oleh perintahnya.
Bukankah seharusnya maid patuh pada majikan mereka?
“Kau selalu saja suka m3mbantah ya!”
“Aku m3mbantah, karena aku tidak merasa bersalah sepenuhnya. Aku tidak akan menerima Anda mem3catku!”
“Aku yang punya kuasa di sini, Nona Floy! Seharusnya kau mengingat itu!”
“Aku ingat, Tuan. Tapi aku harus mengingatkan Anda, kalau apa yang Anda lakukan tadi juga salah. Seandainya Anda tidak mengejutkanku, aku tidak mungkin tersedak. Dan seandainya Anda tidak memberikanku minum, aku yakin gelas itu tidak akan hancur seperti ini.” Feli menunjuk pecahan gelas di bawahnya.
Mulut Jerrald menganga. Gadis di depannya ini, tiba-tiba saja membuat kepalanya pusing. Ia memijat keningnya frustrasi. “Nona Flo—”
“Aku akan berhati-hati setelah ini. Jangan pecat aku, Tuan!”
“Oh kepalaku…” lirih Jerrald frustrasi dalam Bahasa Spanyol.
“Anda bicara apa?”
“Cepat bersihkan pecahan gelas ini!” kesal Jerrald. “Jangan sampai ada sisa satupun. Kalau masih ada sisa, aku benar-benar akan men3ndangmu keluar apartemenku!” Setelah mengatakan itu, Jerrald membalikkan tubuh, lalu berlalu dengan wajah super kesal. Wajah yang biasanya terlihat datar terkesan dingin, kali ini memiliki warna yang berbeda, dan itu karena maid barunya.
"Kepalaku bisa benar-benar pecah jika terus menghadapinya!” gerutu Jerrald di sela langkah kakinya.
“Tuan, aku tidak dip3cat kan?”
“Jangan banyak tanya!” balas Jerrald tanpa ada niat ingin berbalik.
“Terima kasih, Tuan! Aku yakin kerutan Anda akan menghilang sebentar lagi.”
“Dasar gil4!” desis Jerrald. Ia tak bisa berkata-kata lagi.
“AWH!!”
Langkah Jerrald saat mendengar jeritan di belakangnya. Ia membalikkan tubuh, dan mendapati maid barunya sudah berjongkok dan meringis nyeri. Pria ini kembali melangkah menuju Feli.
“Ada apa denganmu?” tanya Jerrald setelah sampai di depan sang maid.
Feli menengadah. Matanya sudah berkaca-kaca. Wajahnya seperti anak kucing yang minta dikasihani. Membuat siapa saja tidak tega melihatnya. “Aku tidak sengaja m3nusuk jariku sendiri… hiks…” Wanita muda ini segera terisak.
Hal itu seketika membuat Jerrald panik. Ia tidak pernah berurusan dengan wanita yang menangis.
“Hey… kau… ke-kenapa kau menangis??”
“Jariku sakit. Hiks… gelas ini tajam sekali.” Feli memperlihatkan salah satu jarinya yang sudah mengeluarkan dar4h segar lumayan banyak.
Jerrald langsung saja menarik bahu wanita cantik ini untuk berdiri, lalu menuntun sang maid menuju wastafel.
“Apakah kau selalu secerob0h dan sec3ngeng ini?” gerutu Jerrald sambil membersihkan jari sang maid di bawah kucuran air.
“Aduh! P3rih, Tuan.”
“Dar4hmu harus dibersihkan, diamlah dulu!”
“Tapi ini sakit sekali!”
“Memangnya kau tidak pernah luka seumur hidupmu?!”
“Aku—”
“Diamlah!” Jerrald menutup keran wastafel, lalu menggiring Feli untuk duduk di salah satu kursi di dapur ini.
Jerrard pergi begitu saja. Membuat Feli mengernyit tak mengerti. Namun tak lama, isakan gadis ini kembali terdengar. Feli meratapi dirinya sendiri, sambil memperhatikan jarinya yang terluka lumayan dalam. Ia sudah lama sekali tidak terluka seperti ini. Terakhir kali dia terluka, saat terjatuh setelah tersandung kakinya sendiri sepuluh tahun yang lalu.
Jika dulu waktu ia terluka ada sang mommy yang memperhatikannya, kini… dia sendirian. Tiba-tiba perasaan rindu terhadap sang mommy kembali muncul. “Mommy…”
“Berhentilah menangis seperti bayi, Nona Floy!”
Feli terkesiap saat pria pemilik apartemen ini sudah duduk didepannya. Pria itu menarik pergelangan tangannya untuk mengobati luka Feli.
“Luka ini tidak akan membuatmu m4ti. Jadi hentikan tangisan bod0hmu itu!” desis Jerrald tak suka. Tangannya sudah sibuk mengobati jari Feli.
Feli meringis nyeri saat Jerrald membubuhi jarinya dengan obat khusus luka.
“Ini akan perih sebentar,” ucap Jerrald kembali. Kali ini dengan nada sedikit lembut.
***
"Kau kenapa, Sayang?" tanya Leonel saat melihat sang istri menatap keluar jendela kamar mereka. Tatapan sang istri terlihat penuh kecemasan.
"Aku khawatir pada, Baby Girl-ku, Leon."
Leonel menghela napas berat, lalu merengkuh tubuh sang istri. "Kau tenang saja, anak kita aman di sana," ucap Leonel sambil mengusap sayang rambut Charlotte.
Charlotte menengadah. Menatap sang suami gelisah. "Kau yakin?"
"Percayalah padaku, Mommy."
Bug!
"Ouch!"
"Awas saja kalau anakku sampai terluka, Leon!" desis Charlotte setelah memukul gemas d**a bidang Leonel.
"Ya ampun, Sayang, berapa tahun kau mengenal diriku, hm? Kau tenang saja. Anak kita akan baik-baik saja di sana." Leonel kembali merengkuh tubuh Charlotte, memeluknya erat, dan membisikkan kata-kata menenangkan.
'Kau harus baik-baik saja di sana, Baby Girl-ku...' ucap Leonel di dalam hati.
Sebenarnya bukan hanya Charlotte saja yang khawatir pada Feli, tapi juga dirinya. Namun Leonel sudah mempersiapkan semua hal, dan Leonel yakin, anaknya akan baik-baik saja di sana.
***