9. Ketahuan

1094 Words
“Ah, kau pasti salah lihat, Ga. Kris sedang di Bandung untuk urusan pekerjaan,” ujar Renata. Ia tidak mau serta Merta percaya dengan ucapan orang lain tentang suaminya. Selama belum melihat dengan mata kepala sendiri, dirinya akan selalu percaya pada Kris. “Eh? Benarkah?” gumam Vega dengan wajah tapak berpikir. Wanita yang berprovesi sebagai model majalah itu berusaha mengingat dan ia yakin, yang dilihatnya memang Kris meski ia tak sempat menyapanya. “tapi ….” Ucapan Vega terpotong saat Renata mengajaknya mendiskusikan gaun pesanannya. Renata sengaja, ia tak mau mendengar sesuatu yang belum pasti kebenarannya. Cukup lama kemudian, Renata duduk sendirian di ruangan. Ia sudah selesai bicara dengan Vega dan kini tengah menatap sketsa yang telas sesuai dengan keinginan Vega. Tiba-tiba Renata teringat apa yang Vega katakan dan membuat dadanya sesak. Ia kemudian mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Kris. “Halo, Kris.” “Halo, Re. Ada apa? Maaf semalam aku sudah tidur, jadi tidak membalas pesan darimu.” Renata tersenyum kecut. “Tidak apa-apa. Kapan kau akan pulang?” “Besok. Mungkin aku akan pulang besok. Ada apa? Kau ingin sesuatu untuk oleh-oleh?” Renata terdiam sejenak di mana tatapan matanya tampak kosong pada manekin yang memakai gaun setengah jadi di tengah ruangan. “Oleh-oleh? Aku ingin … oleh-oleh makanan khas Bandung, apapun itu, terserah,” ucap Renata. Jika benar Kris ada di bandung, pasti Kris bisa membawakannya, tapi tidak jika di Bali. “Ah, makanan? Hm, baik lah. Apa ada lagi?” Renata menggigit bibir bawahnya. Ia ingin bertanya, tapi terlalu takut dengan jawaban yang akan ia dengar. Tangannya yang meremas ponsel pun sampai berkeringat. “Halo, Re? Kau masih di sana?” “I- iya. Aku … ingin video call. Bisakah–” “Video call? Maaf, Re, di sini sinyalnya kurang bagus. Kenapa tiba-tiba?” “A … tidak apa-apa. Aku hanya … ingin melihatmu, aku … rindu.” “Ya ampun, aku juga merindukanmu, Re. Tapi maaf, sinyal di sini sangat buruk. Aku bahkan sebenarnya kurang jelas mendengar suaramu.” Tepat setelah Kris mengatakan itu, di atas foto profil Kris terdapat kata ‘menghubungkan’. Namun, bukan karena sinyal di tempat Kris benar-benar buruk, melainkan ia dengan sengaja mematikan data. “Hah … ada apa dengannya?” desah Kris sambil menatap layar ponselnya. “Ada apa?” tanya simpanan Kris yang memeluknya dari belakang. Kris tengah berdiri di depan jendela kamar sekarang. “Dia ingin makanan khas Bandung. Apa mungkin di sini ada? Tak mungkin aku ke bandung sebelum pulang hanya untuk membelikannya,” ujar Kris. “Ck, kenapa kau sampai pusing memikirkannya? Bilang saja kau lupa, tidak sempat membelikannya.” Kris memutar tubuhnya membuatnya berhadapan dengan simpanannya itu dengan tubuh menempel tanpa sekat. “Bagaimana kalau dia curiga? Aku merasa dia sengaja, seakan dia mencurigaiku. Aku menikahinya agar terbebas dari desakan orang tuaku karena tak mungkin aku menikahimu. Jika dia tahu hubungan kita dan meminta bercerai, orang tuaku pasti semakin menentang hubungan kita, semakin mustahil kita bersama.” Wanita bernama Jovinda Ana itu menangkup wajah Kris dengan kedua tangannya, menatap Kris dengan sorot mata yang begitu meneduhkan baginya. “Andai saja, andai saja kau berani menentang orang tuamu dan kawin lari denganku, kau pasti tak akan pusing memikirkan wanita itu. Tapi … tapi aku sadar, kau tak mungkin melakukannya.” Kris memeluk wanita berambut panjang itu. “Maaf, maafkan aku,” ucapnya. Ia sangat mencintai Jovinda, tapi karena Jovinda adalah anak dari mantan pembantu membuat kedua orang tuanya tak merestui hubungan mereka. Saat kedua orang tuanya mendesaknya menikah, di saat itu ia dipertemukan dengan Renata yang menyatakan perasaannya, mengungkapkan isi hati yang selama ini terpendam bahwa sudah lama mencintainya. Agar kedua orang tuanya tak curiga dan memaksanya meninggalkan Jovinda, ia dengan akal liciknya memanfaatkan Renata. Ia menikahi Renata untuk tetap bisa menjalin hubungan dengan Jovinda tanpa dihantui kedua orang tua. “Tidak apa-apa. Asal masih bisa bersamamu, itu sudah cukup bagiku. Asal cintamu hanya untukku,” ucap Jovinda. Kris melepas pelukan menatap Jovinda dengan mata sedikit basah karena merasa iba. Iba harus memposisikan Jovinda seperti ini karena dirinya terlalu pengecut untuk menentang kedua orang tuanya, terlalu pengecut meninggalkan kehidupan layaknya. Karena ia yakin jika dirinya memilih pergi dari rumah untuk menikahi Jovinda, kedua orang tuanya tak akan tinggal diam. Mungkin dua manusia itu akan membuatnya miskin dan menderita. Kembali ke tempat Renata, ia menatap nanar layar ponselnya. Hati kecilnya mengatakan ada sesuatu yang Kris sembunyikan, tapi lagi-lagi perasaan cinta yang terlalu besar membuatnya mengenyahkan pikiran itu. “Mbak Rena.” Renata tersentak saat pintu ruangan terbuka diikuti suara Silvi terdengar. “Ada mertua Mbak Rena di bawah,” ujar Silvi. Renata meletakkan ponselnya kemudian bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan untuk menemui sang mertua. Di tempat lain, Ethan tengah sibuk memeriksa dokumen keuangan sampai tiba-tiba ponselnya dalam saku jas berdering membuatnya kehilangan konsentrasi. Ethan mengambil ponselnya, melihat siapa yang menelepon. Dan melihat nama siapa yang tertera pada layar, ia memilih mengabaikannya. Sejak malam itu temannya kerap kali menghubunginya untuk hal tak penting, mengatakan bahwa beberapa wanita yang menjadi penghibur di malam itu menanyakannya, meminta nomor ponselnya, mengatakan ingin berteman. Namun, tentu Ethan menolak. Dirinya normal, tapi untuk ke tahap bergulat di atas ranjang, dirinya harus berpikir dua kali sebab, ia selalu membayangkan bahwa wanita-wanita itu adalah bekas banyak orang. Jika semalam mereka menerima 3 tamu, dalam seminggu mereka telah menerima 21 tamu. Dan dalam sebulan, mereka menerima 63 tamu. Rasanya Ethan tak bisa membayangkan seberapa kotornya liang-liang mereka yang bergonta-ganti orang tiap dan ukuran setiap malam. Entah berapa banyak penyakit yang mungkin akan ditularkan. Ethan memasukkan ponselnya kembali setelah mensetting nada dering dan getar lalu kembali pada pekerjaannya. Sayangnya, tiba-tiba saja ia teringat Renata. Berbeda dengan penilaiannya terhadap wanita-wanita malam itu, ia benar-benar memiliki hasrat pada Renata. Meski sempat memergokinya melakukan hal memalukan, setidaknya Renata tak membiarkan siapapun menyentuhnya kecuali suaminya. Dan sayangnya, suaminya tak menyentuhnya sama sekali. Ethan memijit pangkal hidungnya saat teringat kembali kejadian malam itu. Tepat setelah ia menawarkan diri, suara mobil kedua orang tuanya terdengar membuatnya terpaksa meninggalkan kamar. “Shit.” Ethan mengumpat saat ia menunduk dan menemukan sembulan pada celananya. Selama ini dirinya memang bisa menahan diri karena memiliki beberapa pertimbangan. Jika tidak, mungkin ia sudah memperkosa Renata sejak awal memergokinya. Ethan mengambil ponselnya kembali, mencoba menjernihkan pikirannya dengan melihat sesuatu. Namun, di saat yang sama ia menemukan nomor Renata tertera pada layar. Sontak, alisnya pun mengernyit merasa terheran. Ethan menggeser icon hijau pada layar kemudian menempelkan ponselnya itu ke telinga. Dan saat suara Renata terdengar, senyum miringnya tercipta. Entah kenapa ia yakin sesuatu yang menarik akan terjadi di depan mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD