BAB 5

1185 Words
Bayu membuka mata saat sebuah ketukan pintu terdengar berkali-kali. Dengan malas ia bangun dan menginjakkan kaki ke lantai yang dingin. Ia melirik jam dinding masih jam 4 subuh. Ia menguap lebar dan mengusap rambutnya hingga nampak acak-acakan.   Ia pun memutar kunci yang tergantung di lubang kunci pintu dan membukanya. "Lama banget sih buka pintunya?" Asti sudah ngomel-ngomel membuat Bayu mendengus kesal. Padahal ini masih subuh, bahkan belum adzan subuh. Tapi, mamanya sudah marah-marah seperti ini.   "Ada apa sih, Ma?" Tanya Bayu bingung. Asti langsung menatap tajam Bayu. "Ada apa? Hey, pangeran tampan! Hari ini kamu menikah, masa mama harus jelaskan ke kamu sih?" Bayu seketika melotot. Ia mundur beberapa langkah.   Menikah? Sekarang? Hari ini? Bukan besok?   "Ma-mama salah kayanya, deh. Bukan sekarang, besok, Mama." Asti semakin mendengus. Ia melotot semakin lebar membuat Bayu begidik ngeri. "Tanggal berapa ini? Hari apa ini?" Bayu langsung cek di ponselnya. Baik itu tanggal, hari dan bahkan sampai tahun.   Bayu melotot dan ponselnya jatuh begitu saja dari tangannya. Untung saja jatuhnya masih di ranjang. "Bagaimana? Masih menyangkal?" Bayu menelan Salivanya susah payah.   "Kalau tidak ada sangkalan, sekarang kamu mandi, bersiap. Setelah itu kita sholat subuh berjamaah di bawah sama keluarga yang lain. Dan, kamu yang jadi imam." Asti langsung pergi begitu saja. Sementara Bayu harus menahan emosinya di pagi buta ini.     Bayu telah memakai pakaian pengantinnya. Ia kembali melihat ke arah cermin.   Senyum malas terlihat jelas di kedua matanya. Dengan kemeja putih dan jas biru navy di tambah dasi kupu-kupu tak lantas membuat Bayu bangga mengenakannya.   Dengan pakaian ini, Bayu akan melepas status lajang nya dengan orang yang tidak ia cintai. Kisah rumah tangga yang buruk di mulai hari ini.   Bayu melangkah keluar dari kamar dengan perasaan hampa. Ia menuruni tangga demi tangga hingga ia sampai di bawah.   Bayu melangkah semakin lesu saat menuju mobil yang akan membawanya ke rumah sang calon istri. Entah seperti apa nanti rupanya karena Bayu yakin, Inara pasti mengenakan cadarnya.   Bayu masuk dan di ikuti seluruh keluarga besar beserta kerabat terdekat. Aryo, tentu saja tak ketinggalan. Semenjak pembahasan masalah pernikahan Bayu mereka menjadi dekat dengan sendirinya. Sebenarnya itu karena Aryo saja yang terus mendekati Bayu.   Bayu menaiki mobil utama dengan berisi keluarga inti. Mobil-mobil lainnya berisi keluarga, kerabat dan seserahan.   Ada sekitar lima mobil yang ikut mengantar Bayu ke pernikahannya. Bayu melirik jam di tangannya. Pukul 6 pagi. Acara di mulai jam 9 pagi. Bayu memejamkan mata, ia tak mau terlalu pusing memikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi.     Rumah Inara sudah sangat ramai bahkan musik khosidah pun sudah menyala sedari tadi. Namun, sang pengantin sendiri belum melakukan ritual make-up sama sekali. Itu dikarenakan Inara yang menolak untuk di make-up.   Ia tak mau wajahnya menjadi objek lukisan. Hingga Royati harus turun tangan untuk menasehati Inara.   "Ra, kamu akan jadi seorang istri kan? Kamu tau apa artinya itu? Kamu akan punya kewajiban menyenangkan hati suamimu. Sekarang memang belum, tapi, setelah ijab kabul selesai, Bayu adalah suamimu. Saat nanti ia meminta haknya melihat wajahmu, apakah ia tidak akan kecewa, karena melihat wajahmu kusam tak bersinar di hari yang penting seperti ini?"   "Maaf, Mak. Inara cuma risih kalau harus pakai make-up tebal. Toh, Inara akan pakai cadar, jadi untuk apa?" Royati melirik perias. "Mbak, bisa tolong make-up Inara dengan riasan tipis saja. Maklum anaknya Ndak pernah neko-neko masalah bedak." Sang perias mengangguk paham.   Akhirnya Inara pun di make-up tipis dengan posisi bagian mata lebih dominan. Agar nampak bersinar dan lebih segar. Selesai bermake-up Inara pun memakai gaun pengantinnya. Gaun yang sederhana dengan hijab putih di tutup cadar serupa.   Tanpa ada embel-embel hiasan lainnya yang berlebihan. "Pakai ini ya?" Tawar perias. Inara melihat apa yang di maksud. "Apa itu tidak nampak mewah?" "Hanya sedikit kok, jadi tidak terlalu mencolok." "Baiklah." Sang perias memasangkan sebuah hiasan kepala dengan sedikit bunga di atasnya. Hanya dengan itu saja penampilan Inara terlihat sangat anggun dan sederhana.     Bayu membuka mata saat Wirya membangunkan nya. Bayu sedikit menguap dan membenarkan posisi duduknya. "Sudah sampai?" Tanya Bayu. "Belum, sedikit lagi." "Kenapa aku dibangunkan, Pah?" "Sebentar lagi kita sampai, masa kamu tidur." "Lagian ya, Bay, di mana-mana pengantin itu berdebar-debar. Nggak bisa tidur. Lah, kamu, malah tidur nyenyak banget." Asti ikut menimpali.   "Baguslah, berarti aku bukan pengantin alay." "Alay bagaimana maksud mu?" "Sudahlah, lupakan, Mah." Bayu kembali merapihkan penampilannya karena ia tahu, tempatnya sudah dekat.   Dan benar tidak sampai 10 menit mereka sudah sampai di rumah Inara. Bayu, nampak pangling sedikit karena di depan rumah Inara ada tenda yang lumayan besar dengan warna cerah.   Orang-orang sana pun mulai membentuk barisan dan menyambut kedatangan Bayu dan keluarga besar. Entah kenapa saat ia turun dari mobil lah jantungnya berdebar.   Acara sambutan langsung di laksanakan. Namun, setelah mereka tiba di sana dan mendengarkan pengarahan sejenak. Bayu diminta untuk pergi ke kantor KUA yang tak jauh dari rumah Inara.   Dengan berjalan kaki mereka menuju kantor KUA. Bayu mereka sangat aneh dengan ini. Kenapa tidak panggil saja penghulunya ke rumah. Kenapa mereka harus repot datang ke sana. Dan lagipula di mana Inara?   "Maaf, Pakde. Ini yang antar saya ke KUA memang hanya pihak laki-laki ya?" Tanya Bayu pada pakde Inara. Wiranto. "Iya, di kampung pakde, memang seperti ini aturannya. Ikuti saja ya." Bayu pun mengangguk. Wirya hanya tersenyum melihat anaknya yang nampak bingung.   Tak lama mereka sampai di kantor KUA. Mereka masuk karena kebetulan waktunya memang sudah pas. Jadi tak perlu menunggu lagi.   Bayu duduk berhadapan dengan penghulu. Di samping kanan kirinya di hapit Wirya dan Wiranto.   Acara ijab Kabul pun di mulai setelah beberapa pertanyaan di lontarkan.   "Saya nikahkan dan kawinkan, Bayu Ramadhanu Wirya. S. Ars. Dengan Aisyah Ayudia Inara dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan cincin 10 gram di bayar tunai!"   "Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Ayudia Inara binti Nandar dengan mas kawin tersebut, tunai!"   "Sah???"   SAAAHHHHH   "Alhamdulillah."     Di rumah Inara nampak sibuk karena tahu jika pengantin pria telah selesai mengucap ijab Kabul. Para perempuan langsung berbaris menyambut kedatangan pengantin pria.   Bayu nampak diiringi Wirya dan pakde Wiranto. Lalu belasan orang di belakang mereka. Begitu tiba di pintu tenda Royati mengalungkan bunga melati di lehernya. Bayu pun mencium punggung tangan sang mertua. Lalu berjalan sedikit dan Bayu di sambut oleh sang istri. Inara.   Inara yang terus menunduk membuat Bayu mendesah kecewa. Namun, ia tak banyak kata. Inara di senggol oleh salah satu keluarganya. Menyadarkan Inara akan kesalahannya.   Inara pun memberanikan diri menatap Bayu seperkian detik. "Taruh tanganmu di kepala istrimu, dan bacakan doa." Bayu pun menaruh telapak tangannya di ubun-ubun Inara. Lalu membaca bismillah dan mulai berdoa.   "ALLAHUMMA INNI AS’ALUKA MIN KHAIRIHA WA KHAIRI MA JABALTAHA ‘ALAIHI. WA A’UDZUBIKA MIN SYARRIHA WA SYARRI MA JABALTAHA ‘ALAIHI."   Artinya, “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya."   Inara pun menatap Bayu tanpa sadar setelah Bayu mengucap doa untuknya. Setitik air mata jatuh di pipinya. Bayu yang melihat itu entah kenapa tersentuh. Ia lebih mendekat ke arah Rahayu dan mengecup ubun-ubun nya. Sontak semua orang bersorak-sorai melihat keberanian Bayu. Inara sendiri rasanya mau pingsan mendapat kecupan mendadak.   Bayu mendadak salah tingkah. Sial... Bayu kebawa perasaan.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD