21. What The ...!!!

1631 Words
Ryota: Violet, saya bisa minta bantuan kamu? . Sebaris pesan dari Ryota sukses membuyarkan konsentrasi Vio, padahal sebelumnya ia sedang sangat serius menyelesaikan pekerjaannya. Maklum saja, selama delapan bulan menikah Ryota hampir tidak pernah mengirim pesan pada Vio terlebih dahulu. Bahkan membalas pesan saja terhitung jarang. Maka tanpa dapat ditahan, Vio langsung mengetikkan balasan secepatnya. . Vio: bantu apa? . Setelah mengirim pesan balasan, Vio berusaha kembali fokus pada pekerjaannya. Pikir Vio, paling juga baru dibalas setelah waktu lama berlalu. Namun, perkiraannya salah. Hanya selang beberapa detik pesan dari Ryota kembali masuk. . Ryota: Ada proposal yang harus kamu baca, tapi saya belum sempat print. Bisa tolong kamu cek di komputer saya? . Seketika Vio merasa lesu. Ternyata urusan pekerjaan. Memang hari ini Ryota tidak masuk kantor. Kemarin juga suaminya pulang lebih awal. Tiba-tiba saja pria yang biasanya tidak pernah sakit itu mendadak demam. Kalau bukan karena pekerjaan, tidak mungkin juga Ryota akan menghubunginya. Salahnya yang sudah terlalu percaya diri berlebih, akhirnya jadi kecewa sendiri. Namun, kalau dipikir-pikir lagi, Vio senang juga. Ryota bisa saja meminta tolong pada orang lain. Sekretarisnya mungkin, atau malah Melinda, tetapi yang pria itu hubungi malah dirinya. Bukankah berarti Ryota merasa cukup bisa mengandalkan Vio? Berharap saja ini merupakan suatu kemajuan baik lainnya. Setelah meyakinkan diri kalau Ryota menganggapnya penting, Vio jadi merasa lebih bersemangat. Dibalasnya kembali pesan Ryota cepat-cepat. . Vio: disimpen di mana? Ryota: Drive D. Pengajuan Proposal. Vio: oke nanti aku cek.  Vio: ada lagi? Ryota: Kalau ada waktu, boleh bantu saya cek email juga? Barangkali ada yang penting dan harus segera ditindaklanjuti. . Tanpa sadar Vio tersenyum. Lihat! Bukankah Vio benar-benar dianggap penting sekarang? Mungkin saat ini masih urusan pekerjaan yang dibicarakan. Beberapa waktu mendatang siapa yang tahu? . Vio: boleh Vio: kasih tau aja email sama password kamu Ryota: Tinggal masuk saja, saya tidak pernah logout. Vio: ok Vio: gimana badan kamu? . Untuk pertanyaan kali ini, Vio tidak terlalu banyak berharap kalau Ryota akan membalasnya. Namun, tidak ada salahnya juga untuk dicoba. Dan ternyata, hasilnya berbuah manis.  . Ryota: Sudah lebih baik. Vio: udah makan? Ryota: Sudah. Vio: minum obat? Ryota: Sudah. Vio: ok kalo gitu Vio: istirahat lagi biar cepet sembuh Ryota: Terima kasih. . Usai berbalas pesan dengan Ryota, Vio segera mendatangi ruangan pria itu untuk melakukan permintaan suaminya. Berada di ruangan ini membuat Vio teringat kejadian pekan lalu saat Ryota menyelamatkannya dari orang yang bermaksud buruk.  Ternyata benar dugaan Ryota, ada orang yang masih menaruh dendam pada almarhum Devan Brajamusti dan berniat menakuti Vio agar gadis itu tidak berani bersuara vokal seperti ayahnya dulu. Beruntung Ryota sigap dan intuisinya tajam, hingga Vio tidak mengalami celaka sama sekali. Bahkan urusan itu sudah diserahkan ke pihak berwajib. Vio duduk dengan santai di kursi kerja Ryota lalu menyalakan komputer di meja. Dicarinya file yang Ryota beritahukan tadi.  "Let's check!" Usai dengan proposal, saatnya Vio memeriksa email suaminya. Namun, begitu browser terbuka, deretan riwayat laman yang biasa pria itu kunjungi langsung menarik perhatian Vio. Bisa menebak apa yang paling membuat Vio penasaran? Tentunya website untuk bertukar pesan yang bisa terhubung dengan ponsel.  Sebelum otaknya bisa berpikir, tangan Vio sudah lebih dulu mengeklik laman website tersebut. Ternyata, Ryota meninggalkannya dalam keadaan tidak dilogout, hingga Vio bisa melihat daftar pesan yang saat ini langsung terhubung langsung dengan ponsel suaminya. Godaan besar langsung menggelitik hati Vio. "Hm …, intip jangan? Intip …? Jangan …?" Tangannya bergerak membaca daftar nama di bagian kiri, tetapi belum berani memeriksa isinya. "Dosa enggak sih ngintip chat suami?" gumam Vio ragu. Namun, begitu melihat pesan masuk yang muncul paling atas, keberanian Vio jadi muncul. Apalagi melihat cara Ryota menyimpan kontaknya hanya dengan nama 'M'. "Hm …, katanya sakit tapi sibuk chat ternyata." Vio mendengkus sebal. Tangannya tidak bisa terkontrol lagi dan Vio langsung mengintip isi pesan dengan si M. M: Gimana hari ini?  Ryota: Masih pusing M: Kerja? Ryota: Ngga . Melihat cara Ryota menjawab pesan dengan sangat santai, refleks Vio mengernyit tidak suka. Siapakah M ini? Mengapa kesannya Ryota sangat akrab dengannya? Sementara dengan Vio, Ryota selalu bicara dan berbalas pesan dengan cara formal yang sangat kaku. . M: Kamu di mana? Ryota: Rumah M: Udah makan? Ryota: Belum M: Mau aku bawain makan? Ryota: Mau . "What?!" seru Vio keki. "Tadi gue tanya bilangnya udah makan. Sama ini jawab belum. Terus begitu ditawarin langsung mau aja!" . M: Aku dateng ke rumah kamu boleh? Ryota: Boleh M: Ngga takut ketauan? Ryota: Dia ada di kantor. Paling cepat sore baru pulang. . "Wah, gilà! Enggak bener nih!" seru Vio berang. "Berani main belakang dia!" . M: Gimana kalo jam makan siang aku ke rumah kamu? Aku bawain makanan sekalian kita bisa makan bareng. Ryota: Ide bagus. . “Wah, parah!” Vio menggeram dongkol.  Cepat-cepat ia menyambar ponselnya lalu mengabadikan deretan percakapan Ryota dengan si M. Setelah itu, Vio mengirimkannya ke grup. Bukan Vio ingin mengumbar masalahnya atau menjelekkan suami sendiri, ia hanya butuh menuangkan kekesalan sekaligus mendengarkan pendapat para sahabatnya. . Vio: IMG-20181215-SA0022 Vio: gue mesti gimana coba ...? . Begitu Vio mengirim gambar disertai pertanyaan bernada frustasi, seketika grup itu ramai oleh balasan dari para sahabatnya. . Mia: itu chat laki lo? Vio: iya mbak Mia: wah parah! Ry: vio dapet dari mana chat babang ryo? Vio: gue lagi buka komputer dia di kantor Mia: stalking? Vio: dia yang minta tolong cek email, pas buka browser kebuka semua Vio: kan jadi tergoda buat ngintip Vio: ternyata isinya ada yang kaya gini dong Mia: jangan2 dia suka gitu selama ini Mia: ada chat lain ngga? . Tangan Vio langsung bergerak cepat menggeser kursor, memeriksa deretan chat dari yang teratas hingga terbawah.  . Vio: semua chat lain urusan kerjaan, cuma sama M ini doang yang melenceng Tita: kamu ngga kenal temen mas ryota yang namanya m? Vio: jangankan kenal temennya, kenal dianya aja gue ngga Ry: apakah M untuk Melinda? . Mata Vio langsung mendelik melihat chat Ry. Kenapa tidak terpikir olehnya tadi? Terkadang Ry memang bisa jadi sangat cerdas di luar dugaan. . Mia: wah! bisa jadi! Tita: jangan mikir jelek dulu Tita: vio tanya dulu baik2 Mia: susah kalo ngomong sama orang polos sih Vio: iya ih! ngga pernah mikir buruk tentang orang lain Ry: kalo atas2nya lagi ada chat apa? Vio: ngga ada Mia: mencurigakan Mia: mungkin tiap hari dia apus2in chat sama si M ini Vio: jadi vio mesti gimana dong? . Perasaannya saat ini sudah kacau-balau. Vio yang hampir tidak pernah mengenal namanya susah, kini tiba-tiba saja merasa putus asa. Sudah terpaksa menikah, tidak dicintai, tidak pernah dilirik apalagi disentuh, sekarang terancam diselingkuhi juga. . Ry: datengin aja Mia: bener Mia: pulang aja pas makan siang Vio: yakin gapapa? Mia: di sini posisinya bukan lo yang salah Mia: kalo sampe terbukti dia ada main sama si M, lo yang dicurangin, bukan sebaliknya Ry: perlu ry temenin? Vio: ngapain? Ry: siapa tau butuh tim dokumentasi buat capture moment cheating Vio: dasar gilà! Tita: vio yang tenang ya Tita: jangan langsung marah2 nanti . Vio tidak peduli lagi dengan keributan di grup chat para sahabatnya. Segala pekerjaan yang tadi sedang digarapnya pun tidak lagi dipikirkan. Fokus Vio saat ini hanya satu. Pulang secepatnya dan memastikan apakah sosok berinisial M itu akan benar-benar mendatangi Ryota. Lalu siapakah M itu dan hubungan apa yang ada di antara keduanya? “Non Vio kok pulang cepat?” Itulah sambutan Darmi ketika mendapati sang nona sudah di rumah padahal sat ini masih tengah hari. “Enggak enak badan, Mbok," dusta gadis itu. “Aduh! Non kenapa? Apa yang dirasa?” Seketika Darmi dilanda panik. “Vio kayaknya kecapean aja, Mbok. Vio mau tidur dulu ya." “Iya, Non. Mau Mbok bawain obat?” “Enggak usah, Mbok. Nanti aja kalo abis tidur masih enggak enak, Vio minum obat ya.” Cepat-cepat Vio melangkah menaiki tangga. Di halaman rumahnya tadi, Vio melihat satu mobil asing yang tidak dikenalinya. Warnanya yang merah mentereng membuat kecurigaan Vio semakin memuncak. Vio tidak merasa perlu membuang waktu dengan menuju kamarnya dulu, mengganti pakaian, atau sekadar menenangkan diri. Langkahnya mantap menuju kamar Ryota. Ketika akhirnya mencapai pintu kamar suaminya, Vio jadi gentar juga. “Ketok apa langsung masuk?” gumamnya ragu. Perlahan ia mendekatkan telinga ke daun pintu untuk coba mendengarkan suara di dalam. Sunyi. “Ketok dululah ya," putus Vio akhirnya.  Cukup lama ditunggunya, tidak ada balasan. Kamar Ryota tetap hening. “Enggak dijawab. Kalo langsung masuk enggak salah dong ya, kan udah ketok-ketok dulu," ujar Vio memantapkan hati. Perlahan dibukanya sedikit pintu kamar Ryota lalu mengintip ke dalam. Dari celah yang tidak terlalu besar itu, Vio bisa langsung melihat ke tempat tidur Ryota.  “What the hèll …!” desahnya ngeri. Demi melihat apa yang ada di dalam sana, seketika mata Vio terbelalak. Tubuhnya terasa lemas dan bergetar hebat, kepalanya serasa berputar sampai Vio harus bersandar ke dinding.  Di dalam kamar itu, tepat di atas tempat tidur yang seharusnya jadi ranjang pengantin mereka, Vio menyaksikan Ryota tengah bermesraan dengan seseorang. Hal yang paling membuat Vio terpukul adalah kenyataan bahwa seseorang yang sedang bersama Ryota bukanlah Melinda seperti yang dicurigainya, atau perempuan cantik yang lain, melainkan sesosok pria tampan yang terlihat gagah. Keduanya berbaring tanpa bùsana di atas tempat tidur, hanya tertutup selimut yang sudah berantakan hingga tidak mampu menyembunyikan kètelanjangan mereka. Kaki-kaki panjang yang kekar berotot serta berbulu terlihat saling membelit, tangan-tangan kokoh mereka saling merengkuh, dan wajah mereka saling berhadapan tanpa jarak.  Vio sampai harus menahan napas dan mengatup mulutnya kuat-kuat agar tidak menjerit ketika wajah keduanya semakin mendekat, kemudian disempurnakan dengan sepasang bibir yang menyatu. Detik itu juga dunia Vio seakan runtuh. Ia berlari kencang meninggalkan kamar Ryota lalu mengunci diri di kamarnya sendiri. Rasanya Vio ingin terlelap dan terbangun seolah tidak pernah melihat kejadian tadi. Berharap yang dilihatnya hanya ilusi. Namun, Vio sadar semua itu nyata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD