Aldy adalah kenalan Nara saat di agensi dulu, lalu pria itu memilih membuka usaha distro yang saat ini sudah memiliki beberapa cabang di dalam maupun di luar kota.
“Apa kabar, Nara?” sapa pria tinggi dengan rambut yang sedikit berantakan itu. Aldy memiliki kulit yang bersih dan bibir tipis, kulit wajahnya pun bersih dari bulu-bulu.
“Baik, gue kira siapa tadi,” ucap Nara.
Syera yang berdiri di sebelahnya hanya memandang malas pada dua orang teman lama itu.
“Kenalin dong,” kata Aldy seraya melirik ke arah Syera.
“Syer, kenalin nih, teman gue waktu masih sama-sama di agensi dulu,” ujar Nara pada Syera.
Aldy mengulurkan tangannya di depan Syera, lalu gadis itu pun menyambutnya.
“Aldy Pratama, kamu?”
“Syera,” ucap Syera cuek.
Nara bisa melihat ke-bete-an Syera ketika berkenalan dengan Aldy. Bagaimana mau move on, ada yang mengajak kenalan saja sudah malas.
“Kalian mau ke mana?” tanya Aldy ingin tau.
“Sorry, Dy, kami mau cari salon buat santai. Sampai nanti ya,” kata Nara berbohong.
“Oke, sampai nanti.”
Setelah mereka berjalan menjauh, tiba-tiba Aldy memanggil Nara.
“Ra, nanti gue telepon ya!” teriak pria itu dari jauh.
Nara hanya mengacungkan ibu jarinya ke udara, tanda setuju. Gadis itu sengaja berbohong tadi supaya lelaki itu tidak ikut bergabung dengan mereka yang pastinya akan membuat Syera merasa semakin bete.
“Menurut lo, gimana sama Aldy?” tanya Nara seraya menyenggol bahu Syera.
Syera hanya mengangkat bahu acuh, tidak terlalu tertarik pada lelaki yang disebutkan oleh Nara itu.
“Syer, katanya lo mau mencoba membuka hati buat cowok lain, dan berhenti berhubungan sama Kavi? Mestinya dimulai dari berkenalan dengan cowok baru," ujar Nara panjang lebar.
Syera pun paham akan hal itu, tetapi dia masih sulit untuk membuka hati. Dia masih enggan melepas Kavi dari hidupnya. Dia juga masih nyaman melakukan hubungan tanpa komitmen dengan lelaki itu.
“Gak bisa langsung begitu aja dong, Ra. Mesti bertahap,” balas Syera mencari alasan.
“Alasan!” kata Nara mendengus sebal.
Syera hanya terkikik geli. Akan tetapi, dia berjanji akan menuruti saran dari sahabatnya itu suatu saat bila dia menemukan laki-laki yang bisa membuat hatinya berdebar.
Saat ini keduanya memasuki sebuah stand pakaian dengan merk ternama. Nara suka tidak sadar bila sedang berbelanja, terkadang pakaian yang sudah dia pilih dan membelinya setelah sampai di rumah gadis itu tidak akan menyukainya. Mungkin itu hanya trik Nara untuk sengaja membelikan Syera atau entahlah. Yang jelas gadis itu akan melakukan seperti itu setiap kali mereka berbelanja.
“Sebentar, Ra,” ucap Syera seraya menjauh dari Nara untuk menerima panggilan.
“Mau ke mana?” tanya Nara. Syera mengangkat ponselnya memberitahu.
Tak lama Syera pun kembali menemani Nara yang masih memilih pakaian.
“Siapa yang telepon?”
“Mama,” jawab Syera pendek.
“Syer, coba deh lo pilih mana yang bagus menurut lo?” kata Nara menawarkan.
Syera nampak berpikir sembari matanya melirik pada dua dress berwarna merah marun dan peach dipegang Nara. Sejujurnya dia suka dengan dress merah marun pasti akan terkesan seksi bila Nara memakainya. Kemungkinan panjangnya di atas lutut dengan leher yang terekspos. Sedangkan dress berwarna peach lebih terkesan soft dan tampilan sopan tapi tetap seksi karena akan melekat ketat di tubuhnya.
“Gue suka yang merah marun deh,” kata Syera setelah yakin dengan pilihannya.
“Okey, gue ambil dua.”
“Maksud lo?”
“Ini kan? Lo merah gue yang peach,” kata Nara menjelaskan.
Syera melongo dia kira Nara akan mengambil yang berwarna merah, ternyata dia salah. Namun, itulah Nara sahabatnya yang gaje dan tidak sombong. Rencananya nanti malam mereka akan mampir ke club sekadar bersenang-senang. Biasanya mereka bertiga ke sana dengan Raffa sebagai penjaga, tapi entahlah apa kakaknya itu sudah beres atau belum nanti.
Malamnya Syera masih berada di kamarnya mematut diri di depan cermin memperhatikan tubuhnya yang dibalut dengan dress merah marun yang tadi siang Nara beli.
Ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Gegas Syera pun mengambil benda pipih itu dan mengangkatnya. Dia sedikit mengerutkan kening ketika membaca nama Kavi yang memanggil.
“Halo?” sapa Syera.
“Malam, Mine.” Terdengar suara seksi Kavi dari seberang sana.
“Hai,” ucap Syera seraya masih mematut diri di depan cermin.
“Kamu lagi apa?” tanya Kavi.
“Malam ini, Nara ngajak aku ke club,” sahut Syera.
“Apa? Ke club?” tanya Kavi tak percaya dengan apa yang dia dengar.
“Iya, kamu lagi sama Manda, kan?”
“Coba kirim foto selfie kamu sekarang, aku mau lihat!” titah Kavi tanpa menjawab pertanyaan Syera.
Tak lama Syera mengirimkan foto selfie seluruh tubuh ke nomor Kavi.
“Sialan!” Terdengar suara lelaki itu mengumpat.
“Ke club mana?” tanya Kavi lagi.
“Heaven.”
“Oke, jangan dekat-dekat dengan para buaya jadi-jadian di sana!” ujar Kavi mengingatkan.
“See you, Mine,” balas Syera seraya mematikan panggilan.
Nara menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Syera.
“Syer, udah?” tanyanya. Syera mengangguk, lalu mengambil tas tangannya.
Syera dan Nara berjalan keluar kamar. Di ruang tamu dia bertemu dengan mamanya yang sedang bersama dua temannya, seorang laki-laki dan wanita. Syera hanya melewatinya tanpa ingin menyapa, sedangkan Nara dengan ramah menyapa mamanya.
“Jangan pulang larut, Ra!” teriak Lidya pada dua gadis itu.
Nara dan Syera pun berangkat berdua, sedangkan Raffa akan menyusul nanti. Selama di perjalanan Kavi selalu mengingatkan Syera, membuat gadis itu tertawa sendirian dengan pesan-pesan yang dikirim lelaki itu.
“Kenapa, sih?!” tanya Nara yang penasaran.
“Gue bikin Kavi gak tenang,” balas Syera lucu.
“Maksudnya?”
“Sekarang dia lagi nemenin Manda nongkrong sama teman-temannya. Gue bilang ke dia kalau mau ke club, dan dia udah panik duluan,” kata Syera masih dengan tawa lucunya.
“Dasar cowok, udah punya tunangan masih aja khawatir sama cewek lain. Ck ck ... parah!”
“Menurut gue, sikapnya itu manis.”
“Salahnya dia juga terlalu perhatian sampe bikin lo baper gak ketolong.”
Syera cemberut. Nara hanya memutar bola mata, sebal.
Sementara itu di tempat lain.
Manda memperhatikan tunangannya dengan kening berkerut, padahal awal mereka datang ke sini Kavi nampak baik-baik saja. Namun, setelah Kavi kembali dari toilet sikap pria itu berubah seakan sedang menahan kesal.
“Bee, kamu kenapa? Kok, kayak gak nyaman, gitu?” tanya Manda mencari tau.
Kavi menoleh ke arah Manda dan mengulas senyum tipis.
“Gak, kok. Ini lagi main game,” ucap Kavi sembari menunjukkan ponselnya pada tunangannya.
“Kamu pasti bete, maaf ya, Bee,” kata Manda dengan raut menyesal seraya mengusap rahang Kavi.
“Hah?! Bete kenapa? Gak lah, Nda. Santai aja kayak biasa,” elak Kavi merasa tak enak dengan Manda.
Manda memang selalu minta ditemani Kavi bila teman-temannya mengajak berkumpul. Kavi pun oke oke saja ketika Manda meminta ditemani, walaupun pria itu tak paham dengan apa yang dibahas oleh teman-teman gadis itu.
Satu jam kemudian Kavi mengantar Manda pulang ke rumahnya. Kavi menghentikan mobilnya di depan pagar tinggi rumah Manda.
“Kamu langsung pulang, kan? Gak ngayap?”
“Iya, langsung pulang, kok. Lagian udah malam,” jawab Kavi menurut.
“Good boy,” ucap Manda seraya mengecup pipi pria itu lembut. “Love you,” ucapnya lagi.
“Too, Honey,” balas Kavi, lalu membelai pucuk kepala gadis itu.
Manda pun turun dari mobilnya dan bergegas masuk ke dalam rumah. Setelah itu Kavi kembali melajukan mobilnya menuju Club Heaven menyusul Syera.
Manda tiba di kamarnya langsung membuka ponsel dan menghubungi seseorang.
“Lagi di mana?” tanyanya setelah panggilannya tersambung.
“Di Club, masih mantau gadis itu.”
“Bagus. Beritahu aku kalau Kamu lihat Kavi di sana.”
“Oke.”