Sepanjang perjalanan ke atas, pikirannya semakin dipenuhi oleh kekhawatiran. Bagaimana kalau Zeus menolak lagi? Bagaimana kalau dia marah karena Caia terlalu mendesaknya? Namun, pada saat bersamaan, perasaan putus asa yang dia rasakan semakin menguat. Dia tidak punya pilihan lain. Neneknya sudah menekan dan waktu semakin menipis. Saat dia akhirnya tiba di lantai tiga dengan napas sedikit tersengal, Caia berjalan menyusuri koridor yang sepi. Cahaya lampu temaram menambah kesan sunyi di penginapan itu. Akhirnya, dia berhenti di depan kamar 305. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia mengetuk pintu. Beberapa detik berlalu, tidak ada suara dari dalam. Caia mengetuk lagi, kali ini lebih keras. Setelah beberapa saat, dia mendengar langkah-langkah kaki yang mendekat, dan akhirnya pintu terb