Chapter 1 - Kelebihan

1337 Words
Yang belum tap Love, mohon di sempatkan ya hehe, terimakasih ??? . . Happy Reading ***** Tatapan tajam itu benar-benar menusuk siapa saja yang di lihatnya sekarang, termasuk pria bertato full selengan yang tengah gemetaran. Dan, tiba-tiba ... Brakk ... Tendangan kuat dari seseorang di depannya, membuat pria bertato itu berhasil terpental jauh menabrak meja kayu hingga meja tersebut terbelah menjadi dua. "Brengsek." Teriakan keras penuh makian emosi kembali membuat pria yang menendang tadi, mengangkat kakinya lagi _hendak menambah tendangan_. Tapi tidak jadi, ketika salah satu pria di belakangnya _yang di duga temannya_ buru-buru menahan lengan. "Stop-stop. Kau bisa membunuhnya, Noah!" Pria yang menendang tadi, atau pria yang di panggil Noah ini tetap tak mendengar dan terus memberontak meminta di lepaskan. Ia masih ingin memberi tendangan serta pukulan sampai si brengsek bertato itu mampus. Bagaimana tidak emosi, jika memori-memori kebrengsekan pria bertato masih sangat melekat indah di otak Noah. Di mana pria itu tengah memperkosa seorang gadis tanpa perasaan, sampai membuat sang gadis memutuskan bunuh diri dengan cara meminum racun tikus. Shit!! Noah ingin sekali menghajar habis-habisan, kalau bisa sampai pria itu ikut mati menyusul korban yang telah dia perkosa. Tentunya dengan cara lebih sadis. "Noah! Sudah cukup! Dia akan mendapat balasan setimpal dengan hukum." Aben pria sepantaran Noah dengan rambut panjang di ikat itu, tetap memberi pengertian pada Noah. Yang nyatanya Noah sama sekali tak bergeming, dan malah makin emosi melihat sang pria bertato sudah bangkit setelah tadi sempat terjatuh karena tendangan maut Noah sendiri. "Cuih, itu belum cukup untuk membayar kebrengsekan dia, sialan lepaskan!" Mata Noah semakin menajam, sebelum kembali memberontak kuat-kuat, sampai Aben kuwalahan sendiri. "Noah hentikan. Kau akan makin mendapat masalah. Apalagi sekarang, kau masih menjalani masa skorsing!" Peringat Aben sungguh-sungguh. Karena nyatanya memang seperti itu. Jika Noah tetap melakukan hal buruk, Aben yakin temannya itu akan mendapat tambahan sanksi yang jauh lebih besar dari pada skorsing. "Lepaskan aku, Sialan!" Aben jengah, dengan sikap Noah yang seperti ini. Sifat tempramennya benar-benar mengganggu pekerjaan dia. "Cukup! Cepat tangkap dan bawa dia pergi." Perintah Aben pada beberapa anggota lain di belakang. "Hey, Brengsek. Jangan bawa dia! Tulang-tulangnya belum patah, dia harus mendapat balasan!" Noah kalut tak terima melihat si pria bertato mulai di borgol oleh dua temannya _hendak diringkus_. Pria itu harus mendapat balas setimpal darinya, titik! "SIALAN!" Teriakan kencang di barengi dengan lepasnya pegangan Aben pada Noah, membuat Noah langsung saja berlari kencang menuju pria bertato. Tangannya terkepal kuat, dan mengarahkannya pada pipi kanan pria itu. Dan, Bugg ... Pukulan keras dari tangan Noah sukses bertemu dengan pipi si pria bertato. Membuat sang empu langsung terpental, jatuh tergeletak di lantai. Dia pingsan. Semua orang hanya bisa melongo menyaksikan Noah yang lagi-lagi berulah. Sedangkan Noah sendiri, malah tersenyum miring penuh kepuasan, setidaknya si Brengsek itu sudah pingsan. "NOAH!" Panggilan keras penuh emosi dari belakang tak membuat Noah berniat membalik, yang ada ia malah melangkah pergi dari sana. Tentu saja dengan tanpa rasa bersalah. "HEY, KUNYUK SIALAN! BERHENTI DI SANA!" Ck, suara cempreng nan cerewet itu memang memuakkan di telinga Noah, jadi lebih baik ia pergi saja. Lagi pula ia sudah tau apa yang akan orang itu katakan. Lambaian tangan Noah dari kejauhan, berhasil menambah kekerasan setiap makian yang orang di belakang itu keluarkan. ***** Awalnya menjadi seorang detektif bukanlah tujuan utama Noah. Sejak kecil keinginan Noah tak muluk-muluk, ia hanya ingin hidup layaknya manusia normal lainnya. Apakah berarti Noah tak normal? ya, menurut Noah sendiri ia sangat tak normal. Sudah 25 tahun lamanya, ia harus hidup dalam belenggu tekanan setiap melihat bayangan hitam kematian setiap orang. Dan nyatanya Noah tak bisa berbuat apa-apa. Karena jelas ia tak bisa melawan takdir yang tuhan tetapkan. Noah memang diberi keistimewaan oleh tuhan sejak ia lahir, di mana setiap Noah menyentuk bayangan hitam seseorang ia dapat melihat setiap kejadian kematian yang akan orang itu alami. Awalnya Noah benar-benar sangat tersiksa. Ia ingin sekali menghilangkan hal buruk di matanya itu. Hingga 7 tahun yang lalu, tepatnya setelah ia lulus SMA, Noah dapat tercerahkan oleh kata-kata seorang detektif yang mewawancarai _karena ia mengatakan ciri-ciri pelaku pembunuhan_. Noah menerima wejangan, 'Kalau kau merasa tersiksa akan kekurangan yang di miliki, cobalah ubah kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan yang bermanfaat bagi orang lain. Jangan merasa tuhan tak adil hanya karena kau istimewa. Karena nyatanya titipan tuhan memang di tujukan untuk orang-orang yang hebat dan kuat.' Setelah itu, mindset Noah seketika langsung berubah, perasaan menggebu-gebu ingin memanfaatkan penglihatannya muncul, dan ia putuskan untuk menjadi detektif handal, agar para pelaku pembunuhan dapat menerima balasan setimpal. Noah menjadi Detektif yang kompeten. Hanya saja sifat temperamennya benar-benar mengganggu pekerjaannya itu. Dia sangat sulit untuk mengontrolnya. Bagaimana Noah bisa menahan amarah jika kelakukan bejat setiap pelaku terus berputar di kepalanya? Ck, menyebalkan sekali, orang-orang tak tau se-tersiksa apa Noah tanpa melayangkan pukulan. Jadi karena perbuatannya, membuat Noah untuk kesekian kalinya, harus duduk di hadapan inspektur distrik kota ini, yang saat ingin menatapnya dengan pandangan jengah. "Lagi?" "Ya, Lagi." Jawab Noah acuh tak acuh, bahkan tatapannya sama sekali tak mencerminkan ketakutan karena sudah melakukan kesalahan. "Ck. Aku lelah Noah." Pria paruh baya berperawakan tegas itu, memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening menyerang. Noah masih nampak tak perduli, ia malah memainkan lidahnya di dalam mulut, seraya memutar-mutar kunci mobil di tangannya. "Noah. Sudah ku bilang belajarlah mengontrol sedikit amarahmu. Sedikit saja, apa kau tak lelah bekerja hanya satu minggu dalam satu bulan, hanya karena sifat emosionalmu itu." Sungguh pria berseragam komisaris ini sangat jengah akan sifat dan sikap bocah lelaki di hadapannya ini. "Kau tau sendiri alasanku melakukan itu." Noah menatap Komisaris distrik itu sebentar, sebelum kembali mengalihkannya ke arah lain. Ya, komisaris dengan nametag bertuliskan Miller di dadanya itu tau alasan Noah. Hanya saja ia tak ingin bocah ini terus-menerus berbuat masalah. Sebagai kepala kepolisian ia di haruskan tegas, tapi kalau sudah berhubungan dengan Noah _anak laki-laki yang ia nasehati tujuh taun yang lalu_ ia benar-benar tak bisa terlalu keras. Komisaris Miller tau betul bagaimana dulu Noah mencoba menyakiti matanya sendiri setiap dia baru saja melihat bayangan hitam kematian, tapi dia tak dapat berbuat apa-apa. Hingga sekarang bocah laki-laki di depannya ini tumbuh sebagai pria tampan yang kuat juga berani, hanya minus tempramennya saja. "Ya, aku tau. Tapi yang kau lakukan sangat salah di mata hukum." Miller sangat tau, alasan Noah selalu memukul pelaku juga karena bocah itu emosi melihat langsung pembunuhan yang di lakukan pelaku. "Ah sudah lah paman. Lalu sekarang bagaimana? Di skorsing lagi di saat belum ada sehari aku bekerja? Iya?" Noah sadar diri akan kesalahannya. Tapi ya mau bagaimana lagi. Terserah kalau mau di skors lagi, Ia bahkan baru masuk bekerja hari ini setelah seminggu lamanya ia mendekam di rumah. Sebenarnya bisa saja Noah melanggar perintah dan tetap bekerja meski masih terkena skorsing, tapi lagi-lagi hanya karena _Miller_ pria paruh baya yang sekarang menjabat sebagai komisaris departemen kepolisian itu, Noah mau menurut untuk tinggal di rumah. Lalu, kenapa Noah tidak keluar atau jalan-jalan saja? Ya karena, jika Noah melihat kejadian kematian, apalagi pembunuhan Noah pasti tidak akan tinggal diam. Jadi lebih baik tetap berada di rumah, agar masa skorsing nya tidak di perpanjang. "Huft, aku sangat lelah. Kau pergilah?" "Eh, tanpa ada hukuman?" Terlihat jelas jika Noah shock, terlihat dari dirinya yang langsung mencondongkan badan ke arah Miller _menunjukan ketidak percayaannya_. Ck, agaknya Inspektur Miller sedang bahagia sekali. "Ya, cepatlah pergi. Dan aku harap kau tak datang kemari dengan masalah yang sama." Miller memang bersungguh-sungguh mengatakannya. Antara ia sudah lelah memberi skorsing pada Noah, juga karena tim mereka membutuhkan bocah begajulan namun sangat kompeten dalam menangani kasus ini. Apalagi kasus pembunuhan akhir-akhir ini sangat marak terjadi. "Hoho, baiklah paman. Aku sangat-sangat berterima kasih. Tak ada yang sebaik dirimu di sini, apalagi si tua bangka cerewet itu, huh ingin sekali ku menyumpal mulut baunya itu." Yang di maksud Noah adalah pria paruh baya yang menjadi ketua tim mereka. Sangat-sangat cerewet dan selalu marah jika Noah sedikit saja berbuat masalah. "Sampai jumpa paman." Miller menggelengkan kepalanya, melihat kedipan mata Noah sebelum melangkah pergi. Bocah itu benar-benar tak berubah di mata Miller. ***** Tbc . . . Kim Taeya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD