Bab 1. Datang Ke Jakarta

1110 Words
“MasyaAllah, anaknya Mbak Rere ganteng sekali, Bude,” puji Alea dengan matanya yang berbinar-binar. Namun, hatinya begitu perih mengingat anak yang ia lahirkan beberapa minggu yang lalu telah tiada. Bude Laksmi mengusap lembut punggung keponakannya saat mulai mengasihi cucunya. “Bude ikut berduka ya Alea atas meninggalnya anakmu. Dan, Bude sangat berterima kasih ... kamu akhirnya mau ke Jakarta dan bantu Bude mengurus cucu Bude. Cucu Bude alergi s**u formula, dan dia juga nggak mau asi yang dimasukkan ke dalam botol. Bude bingung ... untungnya Pakdemu ingat kamu kalau habis melahirkan dan pastinya masih ada asinya.” Alea tersenyum getir, pandangan matanya menatap bayi tampan itu tampak haus mengisap sumber makanan barunya, ia mengusap lembut kepala bayi itu penuh dengan kasih sayang. Dan, air matanya pun terjatuh juga. Rasa rindu itu pun kembali hadir tanpa bisa diajak kompromi. “Mbak Rere ngimana keadaannya, Bude?” Alea baru teringat, karena sesampainya di rumah sakit ia langsung ke ruang rawat khusus anak-anak sesuai arahan Eka—anak budenya. Mata Bude Laksmi terlihat berkaca-kaca, sudut bibirnya kembali menipis. “Setelah melahirkan anaknya, Rere pendarahan hebat. Tak lama kemudian mulai tidak sadarkan diri karena tensinya semakin tinggi. Hingga saat ini pun masih berada di ruang ICU, Al. Bude berharap Rere cepat siuaman.” Suaranya bergetar lirih. Salah satu tangan Alea menangkup tangan bude Laksmi. “Yang sabar ya Bude, semoga Mbak Rere bisa melewati masa krisisnya. Dan, kembali berkumpul dengan keluarganya kembali,” ucap Alea tulus. “Aamiin, makasih atas doanya Alea. Bude juga berharap Alea berkenan jadi ibu s**u keponakanmu sendiri. Dan, mau tinggal di Jakarta sampai anak ini tidak bergantungan dengan asi. Kamu juga nggak usah khawatir, tenagamu pasti akan dibayar sama menantu Bude. Hitung-hitung kamu kerja di sini.” “InsyaAllah, Bude. Alea akan bantu sebisanya.” Suaranya begitu lembut. Ketika beberapa hari yang lalu menerima telepon dari Bude Laksmi, Alea yang tinggal di Yogyakarta bersama ibunya keadaannya masih dirundung kesedihan. Ibunya memberi masukan untuk menerima tawaran kakaknya ketimbang Alea bersedih setiap hari usai anaknya dinyatakan telah meninggal dunia saat melahirkan. Apalagi Alea pun sudah diceraikan oleh suaminya setelah sebulan dinikahi. Sungguh miris nasib wanita yang masih begitu muda. Bahkan Alea saat ini sedang cuti kuliah semester lima. Ia menggantung cita-citanya. Andai saja mental Alea tidak kuat, dan tidak ada support dari ibu dan sahabatnya. Mungkin saja wanita muda itu sudah depresi berat. Untung ia memiliki support sistem yang kuat. Suara pintu berderit. Bude Laksmi langsung beranjak dari duduknya. “Assalamualaikum, Bu. Ngimana ... keponakan Ibu jadi datang?” Suara langkah kaki pun terdengar jelas, begitu dekat. Degh! Jantung Alea berdebar-debar. Ia mengangkat wajahnya, ingin rasanya ia menoleh ke belakang bahunya, tapi entah mengapa lehernya mendadak kaku. “Waalaikumsalam, alhamdullilah keponakan Ibu baru aja datang. Nih, anakmu juga anteng nyusunya,” tunjuk Bude Laksmi ke arah sofa yang menghadap ke jendela. Alea buru menutup dadanya dengan kain gendongan, kemudian ia menarik napasnya dalam-dalam. Ia membuang praduga yang menyelusup ke hatinya. “Bukan ... pasti bukan, hanya mirip saja suaranya,” batin Alea menenangi dirinya sendiri. Namun, begitu ia menatap sepatu hitam yang begitu mengkilap, perlahan-lahan kepalanya mendongak. Degh! Alea dan pria yang ada di hadapannya sama-sama terkesiap. “Mas Bram?” batin Alea. Matanya memanas. Ia menahan agar tidak menjatuhkan air matanya di depan mantan suami yang berengsek. Hanya saja ia pun juga terkesiap melihat penampilan pria itu. Kelihatan seperti orang kaya, berbeda saat di Yogyakarta, Bram terlihat seperti orang yang sederhana. “Oh, berarti dia telah menipuku!” Alea merutuk dalam hatinya. “Alea!” Hati Bramantyo pun terkejut. “Bagaimana dia bisa ada di sini!” “Bram, kenalkan ini keponakan Ibu dari Yogyakarta, namanya Alea. Dan Alea, ini suaminya Rere, menantu Ibu,” kata Bude Laksmi memperkenalkan mereka berdua. Tahukan apa yang dirasakan oleh Alea saat ini? Hatinya semakin hancur, ingin rasanya ia menampar pria itu ... pria yang pernah menikahinya. Dan, rupanya suami sepupunya. Jadi, dulu Alea ini istri atau wanita simpanannya? “Ya Allah, ada apa ini?” Alea membatin, dadanya terasa sesak. Pria yang memiliki wajah tampan mengulurkan tangannya. “Bram.” Suaranya begitu datar, seakan tidak mengenal wanita itu Dengan terpaksa wanita itu menyambut tangan Bram karena menghargai budenya. “Alea.” Ia pun sama-sama seperti orang asing yang baru bertemu. Jabatan tangan itu terasa dingin, seakan menggambarkan jika suasana sedang tidak baik-baik saja. “Bude, kayaknya dede udah tidur,” ucap Alea saat menarik tangannya dari tangan pria yang telah menceraikannya sembilan bulan yang lalu. “Oh, sini ... biar Bude yang pindahkan ke ranjangnya,” jawab Bude Laksmi, bergegas mengambil baby Alan dari pangkuan Alea. “Alea, kamu minum sama makan dulu, gih. Tadi Eka udah belikan buat kamu,” pinta Bude Laksmi dengan dagunya ke arah meja kecil. “Iya, Bude. Makasih.” Kebetulan sekali Alea jadi bisa beranjak dari duduknya, pindah ke pojokkan. Namun, sebelumnya Alea dan Bram sempat bersitatap, tapi Alea buru-buru memalingkan pandangannya. Bram menghela napas panjang sembari ke sisi ranjang tempat anaknya dirawat karena alergi s**u formula. “Dokter sudah ke sini, Bu?” tanyanya. “Tadi pagi sudah, mungkin nanti sore visit lagi.” Bram menyentuh kening baby Alan, berharap demamnya sudah turun. “Bram, Alea bersedia ngurus Alan. Jadi kamu nggak perlu cari ibu s**u lagi. Ibu lebih sreg sama keponakan sendiri, ketimbang wanita lain yang nggak kita kenal.” Ada benarnya kata mertuanya, tapi apakah Bramantyo menyetujuinya dan tidak keberatan? “Bu, aku harus rundingkan terlebih dahulu dengan Mama. Karena, nanti yang mengasuh Alan akan tinggal di rumahku. Lagi pula, memangnya keponakan Ibu mau tinggal di rumahku?” Secara halus Bram tidak menyetujuinya. Akan tetapi tidak mau menyakiti perasaan ibu mertuanya. Alea yang sedang makan pun membatin. “Kayaknya aku urungkan niat buat bantu bude. Sakit banget hatiku lihat Mas Bram. Lebih baik aku segera kembali ke Yogya.” Bude Laksmi mendesah pelan, kepalanya menoleh ke arah. “Alea, kamu mau kan ... tapi tinggal di rumah Rere?” tanyanya penuh harap. Alea menarik sendok dari mulutnya. “Bude kalau suaminya Mbak Rere tidak setuju, sebaiknya jangan dipaksakan. Mungkin saja ada ibu s**u yang lebih baik dari aku.” Suaranya begitu tenang, namun sorot matanya sangat tajam ketika Bram menatapnya kembali. “Andaikan sejak dulu aku tahu siapa suaminya Mbak Rere. Mungkin aku tidak akan pernah jatuh cinta pada Mas Bram. Ya Allah, hatiku masih sakit. Tapi mengapa Engkau mempertemukan kami kembali.” Pernikahan Rere dengan Bramantyo dilaksanakan tiga tahun yang lalu di Singapura. Alea tahu jika kakak sepupunya dipinang oleh anak orang kaya. Namun, sayangnya ia sekeluarga tidak diundang ke acara pernikahannya. Dan, ia pun tidak tahu siapa nama suami dan rupanya. Jadi, apakah Alea salah pernah menikah dengan suami kakak sepupunya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD