BAB 4

1815 Words
“Troli Nyonya?” tanya Alejandro sambil menunjuk barisan troli kosong dengan gagang berkarat. Natalia menggeleng. “Keranjang saja cukup.” Alejandro mengambil keranjang merah dan menentengnya. Mengikuti Natalia dari belakang. Ia menduga, perempuan itu sedang kesakitan, dari tadi terus menerus mengernyit dan memegang perut. Benar dugaannya, Anastasi pergi ke area obat-obatan, mengambil obat penghilang rasa sakit. Mereka menyusuri rak dalam diam, sampai tiba di area pembalut. Natalia sedikit ragu-ragu untuk mengambil, karena banyak persediaan di rumah. Namun, ia takut akan memerlukannya di jalan. Ia akhirnya mengambil satu bungkus dan menyingkirkan rasa malu, meletakkan di dalam keranjang. “Mau minum sesuatu?” tanyanya pada Alejandro. “Tidak!” “Kalau begitu tunggu di sini. Aku ambil minuman untuk meredakan sakit.” Alejandro tetap berdiri di dekat rak, mengawasi Natalia yang melangkah ke arah pendingin. Ia sedikit canggung, saat menyadari sedang berada di area barang-barang kebutuhan perempuan. Dari pintu masuk terdengar suara berisik, tak lama ada bentakan. Dua laki-laki membobol masuk, satu menuju kasir dan satu lagi berlari ke arah lemari pendingin. Alejandro melempar keranjang dan mencabut pistol. Sayangnya terlambat. Satu laki-laki menodongkan pistol ke seantero supermarket. “Angkat tangan!” Satunya lagi menyandera Natalia. “Kalau tidak mau bernasib nahas seperti perempuan ini. Sebaiknya kalian serahkan dompet kalian!” Alejandro menggenggam pistol di tangan, mengendap-endap di antara rak-rak. Tangannya gemetar, menatap Natalia yang pucat dalam sandera para penjahat. Ia berusaha menghubungi Marco dan membiarkan telepon genggamnya tetap menyala. “Alejandro, kalian di mana?” Suara Marco terdengar dari seberang telepon. Suara letusan terdengar nyaris, satu peluru menembus atap supermarket dan Marco memaki. “Sialan!” Alejandro tahu Marco menuju kemari. Ia bisa saja menembak dua penjahat itu, tapi nyawa Natalia jauh lebih penting. Menyelamatkan perempuan itu adalah prioritasnya. Ia berharap dua perampok itu tidak ada yang mengenali Natalia. Karena takut urusan akan semakin panjang. Para pengunjung mengumpulkan dompet dan perhiasan mereka satu per satu, hingga salah seorang menunjuk Natalia dengan jari gemetar. “Natalia.” Orang-orang sekarang memandang Anastasi dan laki-laki yang menyanderanya tertawa. “Wow, siapa sangka aku bertemu dengan perempuan nomor satu di wilayah ini. Nyonya Gubernur yang cantik. Wow-wow, sungguh keberuntungan.” Natalia memejam, berusaha untuk tetap tenang, meskipun pistol yang dingin menyentuh dahinya. Dari ujung matanya ia melihat Alejandro mengendap-endap. Ia yakin, pemuda itu sedang berusaha menyelamatkannya. “Aah, sepertinya merampok supermarket bukan lagi hal yang menyenangkan karena ada Nyonya Gubernur. Bagaimana kalau kita meminta uang tebusan?” bisik perampok di telinga Natalia. Ia menahan diri untuk tidak muntah. Ketakutan dan rasa sakit di perut, membuatnya keluar keringat dingin. Laki-laki yang menyanderanya memakai jaket kulit cokelat, yang sepertinya sudah bertahun-tahun tidak dicuci karena berbau apek. Keduanya sama-sama memakai balaclava hitam. “Jangan takut, Nyonya yang cantik. Kami akan melindungimu. Yang kami perlukan adalah uang dari suamimu yang kaya raya dan berkuasa.” Satu laki-laki yang semula ada di kasir. memasukkan semua dompet ke dalam tas dan menghampiri temannya. Laki-laki berjaket merah yang sudah lusuh, meneriaki temannya dengan tidak sabar. “Apalagi yang kamu tunggu! Ayo, kita keluar!” “Hei, Bro. Aku punya pemikiran lain. Sebut aku seorang yang jenius!” “Sialan! Apalagi ulahmu!” “Kamu tahu perempuan ini siapa?” “Istri gubernur. Karena itu cepat pergi sebelum banyak polisi datang!” “Kita bisa minta uang tebusan!” “Apa, kamu gilaa?” “Nggak, pikirkan tentang uang ratusan miliar. Daripada recehan yang kita dapat dari supermarket.” “Kamu pikir Gubernur akan memberikan itu?” “Tentu saja, kalau kita meminta.” Memanfaatkan waktu saat kedua perampok sedang berdebat, Alejandro bergerak sigap. Menyergap perampok yang menyandera Natalia, menembak tangannya. Saat Natalia sudah terbebas, ia menembak kedua kaki si jaket hitam. Kedua perampok ambruk kesakitan, Alejandro mengambil pistol dari tangan mereka, melemparkannya ke rak sebelah dan menghampiri Natalia yang bersimpuh di lantai. “Nyonya, ada yang luka?” Natalia menggeleng, wajahnya pucat. Terdengar derap langkah dan Marco muncul diikuti beberapa polisi. Mereka ternganga melihat dua perampok. “Alejandro, apa yang terjadi?” tanya Marco. Alejandro tidak menjawab, menggendong Natalia, dan berteriak, “Aku harus bawa Nyonya ke rumah sakit!” Marco tertegun sebentar, lalu mengikuti Alejandro, begitu pula anak buahnya yang lain. Dua perampok di supermarket biar menjadi urusan polisi. Kali ini, Marco yang menyetir dengan Alejandro di sampingnya. Natalia terbaring lemah dijok belakang. Mereka pergi ke rumah sakit terdekat, membuat jalur evakuasi tertutup dan tidak membiarkan masyarakat umum melihat kalau Natalia sedang sakit. Berita perampokan itu menjadi terkenal karena unggahan seorang pengguna video yang amatir. Pengguna itu mengunggah detik-detik Alejandro menyelamatkan Natalia dan menggendong perempuan itu keluar dari supermarket sambil berlari. “Laki-laki yang hebat.” “Sudah tampan, pemberani lagi. Aku jatuh cinta!” Video itu menuai komentar yang beragam, sebagian besar menyatakan kekagumannya pada Alejandro. Mereka juga berdoa untuk keselamatan Natalia. Berharap Nyonya Gubernur tidak mengalami luka yang serius. Marco mengabari Victor secara langsung. Laki-laki itu meninggalkan rapat dan bergegas menuju rumah sakit. Sampai di sana, ia melihat Natalia berbaring pucat di ranjang IGD. Menghampiri dan mengusap wajah sang istri. “Syukurlah kamu selamat,” ucap Victor parau. Duduk di samping ranjang, menatap istrinya tak berkedip. “Sepanjang jalan aku berdoa pada Tuhan, semoga kamu baik-baik saja. Semoga istriku tidak terluka. Kamu tahu aku bukan orang religius, bukan? Tapi kali ini aku benar-benar memohon pada Tuhan untuk menyelamatkanmu.” Natalia tersenyum kecil. “Aku baik-baik saja, hanya kram perut.” “Syukurlah.” Victor meraih tangan sang istri dan mengecupnya. Membiarkan rasa lega mengaliri dalam dirinya. Istrinya baik-baik saja setelah melalui drama penyanderaan dan perampokan. Ia tidak menampik kalau Tuhan sudah menyelamatkan nyawa istrinya. “Alejandro melakukan tugasnya dengan baik,” ucap Natalia. Victor mengangguk. “Kamu benar, Alejandro sudah bertugas dengan sangat baik.” Selesai bicara dengan sang istri, Victor menemui tim medis. Tidak ada cedera yang serius, Natalia yang sedang mengalami kram perut juga sudah diberi obat. Mereka mengijinkan Victor membawa Natalia pulang. Sebelum itu, Victor mencari Alejandro. Menepuk bahu pemuda itu dan berujar tegas, “Terima kasih, Alejandro. Kamu menyelamatkan istriku.” Alejandro mengangguk kecil, wajahnya tanpa ekspresi. “Sudah tugas saya, Pak.” “Kamu hebat, kita akan bicara tentang bonus dan lainnya nanti.” “Tapi, Pak. Saya tidak ada pamrih!” “Ya, ya, tapi kamu berhak mendapat penghargaan! Good job!” Alejandro menatap heran pada atasannya yang masuk kembali ke ruang IGD. Ia tidak mengerti kenapa Victor harus memberinya hadiah. Bukankah sudah menjadi bagian dari tugasnya untuk melindungi Natalia? Marco menghampiri dan menepuk pundaknya. “Pulanglah, kamu butuh istirahat.” Alejandro menggeleng. “Tidak, jam kerjaku belum berakhir.” Marco menghela napas panjang. “Apa kamu ingin menentang perintah komandanmu? Pulang, datang lagi esok. Bawa mobil kantor. Aku yang akan bicara dengan Pak Gubernur!” Alejandro terdiam, jujur saja hatinya belum tenang karena belum melihat keadaan Natalia. Ia sempat panik saat melihat perempuan itu bersimpuh di lantai, seolah ada yang mencabut jantungnya, takut sesuatu terjadi. Ternyata, dokter mengatakan perempuan itu baik-baik saja. Tetap ia merasa kuatir, tapi sadar diri untuk tidak terlalu ikut campur. Akhirnya, ia mengikuti saran Marco dengan pulang lebih dulu. Mengendarai mobil kantor, Alejandro menembus jalanan yang gelap. Waktu berlalu dan ia tidak sadar kalau siang sudah berubah menjadi malam. Saat kendaraan berhenti di lampu merah, baru dirasakannya kelelahan yang teramat sangat. Ia menatap lampu-lampu jalanan sambil melamun. Perutnya berkriuk lapar dan ia berpikir tentang makan malam berupa mi instan. Kendaraan melewati jalanan kecil beraspal. berhenti di sebuah rumah berdinding kayu yang terletak di samping halaman luas. Mengernyit saat melihat lampu di dalam rumah menyala, seingatnya ia meninggalkan rumah dalam keadaan geiap gulita. Saat membuka pintu, aroma bawang putih bercampur dengan minyak, menguar di udara. Ia melangkah menuju dapur, dan sudah menduga siapa yang menunggunya di sana. “Sofia,” tegurnya dengan suara lembut. Seorang gadis dengan celemek putih, berdiri di depan penggorengan yang mengepul. Gadis itu menoleh, tersenyum dengan wajah kemerahan. “Hai, Sayang. Bisakah kamu membantuku menata mangkuk? Spaggeti sebentar lagi selesai. Ah ya, sepuluh mangkuk. Ada sebagian anak yang akan ikut makan sama kita.” “Sepuluh anak?” tanya Alejandro. Sofia tersenyum.”Delapan tepatnya, karena sisanya adalah kita berdua., Ayo, cepat!” Alejandro mencuci tangan, membuka rak dan mengambil setumpuk mangkuk beserta garpu dan meletakkan di meja panjang. Sofia mematikan kompor, menuang spageti ke dalam wadah stainless dan meletakkannya di atas meja. Ia membuka seplastik roti dan meletakkan di dalam mangkuk-mangkuk. “Alejandro, anak-anak ada di belakang. Bisakah kamu memanggil mereka datang?” Belum sempat Alejandro bergerak, terdengar derap langkah kaki. Beberapa anak berlari datang dengan hidung mengendus udara. “Kak Sofia, kami lapar!” teriak mereka. “Ayo, cuci tangan dulu,” perintah Sofia. Sepuluh menit kemudian, hanya terdengar suara kunyahan dan denting peralatan makan beradu. “Enak nggak?” tanya Sofia pada Alejandro yang duduk di sampingnya. “Enak,” jawab Alejandro singkat. Sofia tersenyum. “Aku tahu kamu suka spaggeti aglio e olio. Aku sendiri kurang suka karena menurutku bau bawang putihnya menyengat. Tapi, aku senang kalau kamu menikmati masakanku.” Alejandro menunjuk anak-anak. “Mereka juga.” Sofia tertawa lirih. “Mereka akan memakan apa saja yang tersedia. Bahkan roti tawar sekalipun.” Anak-anak itu tertawa dan mengangguk. Salah seorang tiba-tiba bertepuk tangan. “Pak Alejandro sangat keren. Melawan penjahat!” “Iya, menembak cepat dan mati!” “Apa yang kalian bicarakan?” tanya Alejandro heran. Sofia mengusap lengan kekar kekasihnya. “Sayang, hari ini apa yang kamu lakukan, beredar luas di media sosial. Bukankah kamu menyelamatkan Nyonya Natalia?” Alejandro menggeleng. “Bukan menyelamatkannya, tapi memang itu tugasku.” “Apa pun itu, kamu sudah melakukan hal yang sangat baik. Kami bangga padamu!” Sofia dan anak-anak bertepuk tangan dengan riuh. Mereka bersulang untuk Alejandro, menggunakan gelas berisi air putih. Setelah makan dan mencuci mangkuk masing-masing, mereka pamit pulang. Meninggalkan Alejandro berdua dengan Sofia membereskan meja. “Kalau kamu sering memasak, anak-anak akan manja,” ucap Alejandro memperhatikan Sofia yang sekarang menjerang air untuk kopi. “Nggak apa-apa, lagipula mereka anak didikmu juga. Tadi mereka bilang, kamu terlalu sibuk mengajar jadi ada pelatih baru untuk mereka.” “Memang, aku tidak punya waktu mengajar, selain libur.” Sofia meninggalkan kompor, memeluk Alejandro yang duduk di kursi dan mengecup bahu yang kokoh. “Nggak apa-apa, Sayang. Anak-anak itu mengerti kalau kamu bekerja agar lapangan ini tetap bisa digunakan untuk latihan. Aku juga sedang menabung, siapa tahu kamu membutuhkan nanti.” Alejandro mengusap wajah kekasihnya dan tersenyum lembut. “Terima kasih, kamu baik sekali. Tapi, aku tidak mau uangmu. Sebaiknya kamu simpan untuk dirimu sendiri.” “Alejandro, aku rela.” “Aku yang tidak. Lebih baik aku bekerja banting tulang 24 jam untuk memastikan lapangan ini tetap bisa digunakan, daripada harus membuatmu repot.” “Padahal, aku nggak repot,” gumam Sofia sambil menunduk. Alejandro menarik lengan Sofia, dan gadis itu jatuh ke pangkuannya. Ia mengecup bibirnya perlahan, lalu mendekap dalam pelukan. Setelah satu hari yang melelahkan, senang rasanya punya seseorang untuk tempat mengadu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD