Ziva memeluk lututnya sendiri, duduk di teras masjid. Ia bingung harus pergi kemana, tidak mungkin ia mengajak supir taksi online untuk keliling kota, jadi lebih baik berhenti di masjid saja. Hanya masjid-lah tempat yang menerima tamu dengan terbuka, meski tengah malam begini. Ziva menyandarkan punggung ke dinding, menatap badan jalan yang dilalui oleh kendaraan lalu lalang. Tidak banyak kendaraan yang melintas mengingat sudah larut malam. posisi masjid yang berada di pinggir jalan raya membuat Ziva dengan mudah menatap ke arah jalan tanpa penghalang. Dingin. Angin malam menampar kulit tubuhnya. Perutnya lapar. Hatinya kebas. Bukan sedih karena perilaku Prity yang tega mengusirnya dan bahkan terus-terusan menghujatnya, melainkan karena perasaannya yang kacau memikirkan Ammar. Apa tanggap