Obrolan Dua Wanita

1410 Words
Anisa duduk di meja rias setelah selesai memanjakan tubuhnya dengan air, sehingga membuat tubuhnya segar. Ada pantulan wajahnya dicermin, membuat Anisa tersenyum, “ Mas, kalau kamu melihat aku seperti ini, pasti kamu tidak akan pernah merendahkanku. Tapi aku tidak mau, kamu mencintaiku karena aku terlihat cantik, aku mau, kamu mencintaiku apa adanya,” gumam Anisa sambil memandang wajahnya yang tampak dicermin. " Masyaallah kak, aku kira bidadari darimana? dan wajah kakak mirip sekali dengan Almarhumah kak Aisyah, cantik sekali," Anisa terkejut, tiba – tiba Alina muncul dibelakangnya dan melihat wajahnya, karena memang Anisa belum memakai cadarnya kembali. " Tapi kok kak Firman terlihat acuh sama kakak?" tanya Alina agak sedikit heran. Anisa segera memakai cadarnya kembali, takut ada yang masuk lagi kekamarnya. " Mas Firman belum melihat wajah kakak, Al," jawab Anisa. Sambil mengikat tali cadar kebelakang. Mendengar jawaban Anisa, Alina mengernyitkan alisnya. Ada banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran Alina. Mana mungkin mereka bercinta tanpa melepas cadar Anisa?. Atau memang mereka tidak melakukan apa - apa tadi malam. " Kok bisa kak? bukankah malam pertama seharusnya kakak dan kak Firman begitu?" tanya Alina tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya, karena takut dianggap tidak sopan. “ Gitu apaan sih Al, kakak gak ngerti?” Anisa pura tidak takt ahu maksud ucapan Alina. “ Ya gitu deh, kan sudah sah jadi suami istri, biasanya pengantin baru melakukan –“ “ Hubungan badan masksud kamu, Al?” Alina mengangguk mengiyakan," Kami belum sempat melakukan apa - apa Al. karena kakak lagi datang bulan. Dan Wanita yang lagi datang bulan mana boleh disentuh," jawab Anisa berbohong. " Oh iya Al, kakak mohon sama kamu, jangan ngomong apa - apa sama maas Firman tentang wajah kakak. Kakak ingin memberikan kejutan pada mas Firman pada saat dia membuka cadar kakak nanti," sambung Anisa memohon. " Tenang aja kak. Alina yakin, disaat kang Firman melihat wajah kakak, dijamin dia akan kelepek - kelepek, kaya ikan kekeringan," ucap Alina sambil tersenyum. " Ngomong - ngomong kamu kapan balik ke Kairo?" tanya Anisa. " Rencananya sih tiga hari lagi. Tapi Alina ingin melihat kakak pindahan dulu, biar Alina bisa bantuin kakak pindah," jawab Alina keberadaanya mampu membuat Anisa sedikit lebih tenang dibandingkan kalau Firman yang ada disitu. Bawaanya bikin bete. Sikapnya dan perkataan Firman selalu bikin sakit hati. " Oh iya kak. dari pada bete, gimana kalau kita jalan - jalan ke Mall?" ajak Alina. Anisa terdiam sejenak. Ada bagusnya kalau Anisa pergi menenami Alina ke Mall. Mungkin dengan begitu bisa menghibur hatinya yang tengah kesal dengan sikap Firman. " Boleh kalau gitu. Sekalian kakak mau beli buku untuk dibaca nanti malam," jawab Anisa setuju. Mereka berdua segera ganti pakaian, dan setelah selesai, mereka berdua pun pergi untuk jalan – jalan makan angin, setelah mendapatkan ijin dari Habibi dan Fatimah. Anisa menumpang mobil Alina. Karena mobil miliknya rusak dua hari sebelum menikah, akibat diserempet truk Ketika dijalan tol. Selama didalam Mall, mata laki - laki tertuju pada Alina. Kecantikanya mampu membuat lawan jenis mabuk kepayang. Sementara Anisa hanya tersenyum walau pun terhalang cadar, saat banyak yang menggoda adik iparnya itu. " Adikku ini pantas untuk di puja laki - laki, abisnya cantiknya kebangetan," puji Anisa. " Kak Anisa ini bisa saja, Alina tidak ada apa - apanya dibanding kak Anisa yang cantiknya sudah kelewatan. Andai kakak tidak memakai cadar, sudah pasti Alina dilewat oleh para cowok itu," sanggah Alina. " Kakak suka tas ini, simple dan tidak berat. Cocok untuk kalau kakak pake untuk kekantor," ucap Anisa sambil membolak - balik tas yang dipegangnya. " Bagus kak, ya udah kakak ambil aja keburu diambil orang," ucap Alina. Setelah membayar, Anisa dan Alina pun kembali mencari barang - barang yang disukai. Dan tampaknya rasa laar sudah menghampiri. Mereka pun memutuskan untuk makan siang. Anisa dan Alina menuju sebuah Cafe yang terletak disekitar Paris Van Java Mall. Mereka pun duduk ditempat yang masih belum terisi. Mereka memsan makanan sesuai dengan selera masing - masing. " Kak, sebenarnya ada yang ingin Alina tanyakan?" ucap Alina. Anisa menatap wajah adik iparnya dengan rasa penasaran. Apa yang ingin ditanyakan Alina padanya. “ Tanyalah, apa yang mau ditanyakan. Kalau kakak bisa jawab, kakak jawab,” jawab Anisa. “ Sebenarnya Alina sudah tau kalau kalian tidak saling mencintai. Terutama kang Firman. Dia sepertinya tidak bersikap baik pada kakak?” tanya Alina. Anisa terdiam. Bingung harus jawab apa, karena semua yang dikatakan Alina semuanya benar. Bahkan Firman secara terang – terangan mengatakan kalau cintanya hanya untuk Ilena. Mengatakan yang sejujurnya akan membuat Habibi dan Fatimah marah besar pada Firman. Dan itu akan membuat Firman semakin membencinya. Padahal, Anisa lagi berusaha untuk mencoba mencintai suaminya itu, walau pun Firman tidak mencintainya. “ Jujurlah kak, gak usah ragu. Apa dugaan Alina ini benar? Kalau kang Firman hanya pura – pura baik sama kakak didepan kami semua?” desak Alina. “ Sebenarnya, apa yang kamu katakana itu, benar adanya. Tapi tolong, jangan sampai umi sama abah tahu tentang hal ini. Kakak gak mau mereka jadi sedih. Dan juga, nantinya mas Firman akan semakin membenci kakak, yang sedang berusaha untuk mencintai mas Firman,” jawab Anisa. “ Kakak gak usah khawatir, Alina tidak akan bilang sama abah dan umi tentang ini. Dan Alina dukung perjuangan kakak untuk mencintai mas Firman. Dan kalau boleh Alina kasih saran, tunjukan wajah kakak didepannya,” jawab Alina. “ Kakak tidak mau kalau mas Firman mencintai kakak hanya karena kakak cantik. Tapi kakak ingin mas Firman menerima kaka kapa adanya. Jadi kakak mohon, jangan pernah bilang sama siapa pun, kalau kamu sudah pernah liat wajah kakak,” pinta Ainisa. Anisa tidak mau kalau karena wajahnya Firman baru mencintainya. Tapi dia ingin Cinta tulus dari suaminya tanpa syarat apapun. “ Baiklah kak, Alina janji tidak akan membuka kecantikan kakak pada siapapun,” jawab Alina. Waktu sudah semakin siang beranjak kesore. Jam di tangan kiri Alina sudah menunjukan pukul dua tiga puluh. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk pulang setelah merasa puas mencari barang yang diinginkannya. Sesampainya dirumah, Anisa langsung masuk kedalam kamar. Menyimpan barang yang baru dibelinya. Anisa sudah memutuskan untuk Kembali mengajar di PAUD yang didirikannya beberapa tahun yang lalu. Selain dari mengurus perusahaan milik almarhum ayah angkatnya. Anisa hendak keluar dari kamar untuk membatu bi Inah masak, Namun kakinya tersandung bahawan gamisnya, hingga membuat Anisa limbung dan hampir terjatuh. Untukng saja Firman yang baru tiba segera menahannya. Hingga Anisa jatuh dalam pelukan Firman. Tangan Kiri Firman menahan tubuh Anisa dan memegang bahunya. Sementara tangan kanannya tidak sengaja menyentuh kembaran milik Anisa yang menonjol. Anisa seketika panik, dadanya berdebar begitu hebat. Ini pertama kalinya milik pribadinya tersentuh oleh laki – laki yang kini jadi suaminya. Wajah Anisa menatap wajah Firman yang juga menatapnya. Jantungnya semakin kencang berdetak. Nafasnya terasa sesak. Anisa pun segera melepas pelukannya. Dan Kembali berdiri sambil wajah tertunduk malu. Firman terlihat masih bingung, Baru kali ini di begitu dekat dengan istrinya. Ada perasaan aneh yang menghampirinya. Firman bisa merasakan bau tubuh yang begitu harum dimiliki oleh Anisa. Bahkan bola matanya begitu indah. Terutama, bagian yang menonjol itu terasa kenyal dan padat, sehingga mampu membangkitkan birahinya. “ Terima Kasih mas,” ucap Anisa sambil melangkah keluar kamar. “ Lain kali hati – hati. Untung saja aku datang, kalau tida kamu sudah kejedot tembok. Dan itu aku yang nantinya disalahin sama abah dan umi, jadi istri bisanya bikin susah suami saja,” ketus Firman. “ Maaf mas, lain kali aku akan hati – hati,” jawab Anisa tidak menoleh kearah Firman. Firman masuk kedalam kamar. Pikirannya terus berkecamuk denga napa yang terjadi barusan. “ Aku gak nyangka, dia memiliki mata yang begitu indah, bahkan buah dadanya pun terasa padat dan besar disbandingkan milik Ilena. Tapi aku tidak tahu wajahnya, Mungkin hanya itu saja yang cantik, bagian lainnya belum tentu,” Firman membatin. Firman terlihat gelisah. Rasa penasaran menghampirinya, meronta – ronta untuk dia mencumbu istrinya. Ada perasaan ingin melihat belahan dada istrinya secara langsung tanpa tertutu gamisnya. “ Aku jadi penasaran dengan Anisa, apa nanti malam aku minta hakku padanya? Sekalian aku ingin melihat wajahnya,” Firman semakin meracu. Pikirannya terus membayangkan apa yang baru saja dia sentuh. “ Tapi kalau aku melakukan itu, sama saja dengan menjatuhkan harga diriku. Sebaiknya aku tunggu dia duluan yang memintanya dan memperlihatkan wajahnya padaku,” Kembali Firman membatin. Waktu terus berlalu. Tak terasa sudah hampir jam delapan malam. Anisa masih betah ngobrol dengan Habibi dan Fatimah juga Alina. Sementara Firman sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Pikirannya terus melayang memikirkan tentang Anisa. Menebak dan mengira – ngira wajah Anisa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD