“Felis, aku ingin berbicara, tolong buka pintunya sebentar,” kata suara pria di balik pintu yang kuyakini adalah Panji. Aku sudah tahu sebenarnya, dan aku sengaja tak membuka pintu. Aku muak. Jadi lebih baik aku diam. Lagi pula, ke mana saja dia tadi malam? Kenapa baru sekarang ke sini? “Baiklah, jika tidak mau mendengarkan penjelasanku. Jangan lupa makan, aku tahu tentang anemiamu dan aku membawa obat. Jangan tanya aku tahu dari mana, yang pasti … aku perlahan tahu sedikit demi sedikit tentangmu,” ucapnya. Aku terus mendengarkan ocehannya di balik pintu. Ada rasa ingin membuka pintu, tapi ego ini terlalu besar untuk mengakui keberadaannya. Ah, bicara soal Panji yang perlahan tahu tentangku, aku setuju karena entah dari mana pria itu tahu nomorku. Ya, ternyata nomor asing yang belakanga