bc

Benih Dari Adik Ipar

book_age18+
418
FOLLOW
3.8K
READ
forbidden
love-triangle
family
HE
age gap
heir/heiress
drama
serious
city
cheating
affair
friends with benefits
polygamy
like
intro-logo
Blurb

Brian yang menginginkan seorang anak, namun istrinya, Kaila tidak pernah hamil dan selalu negatif saat diperiksa. Membuat pertengkaran sering terjadi di dalam rumah tangga mereka.

.

Sampai kehadiran dari Keisha, adik ipar Brian, membuat semuanya berubah. Brian berpikir untuk memiliki anak dari adik iparnya itu yang selalu Brian perhatikan diam-diam dan membandingkan sifat dan kecantikan Kaila dan Keisha yang sangat jauh berbeda.

.

Brian akhirnya menjebak Keisha di satu malam, saat Kaila tidak di rumah, memberikan obat perangsang pada minuman Keisha, dan mereka melakukan hubungan intim dan dimulai saat itu hubungan keduanya terjalin secara diam-diam.

chap-preview
Free preview
01. Pertengkaran
Brian Atmaja menatap istrinya, Kaila Liviana, dengan pandangan datar. Tangan kanannya memegang testpack yang masih menunjukkan tulisan negatif. Hasil dari tes kehamilan yang dilakukan Kaila pagi ini. Namun, reaksi Brian tidak mencerminkan kebahagiaan atau rasa syukur. Matanya tetap kosong, tak ada sedikit pun ekspresi kegembiraan yang muncul. Sudah tujuh tahun mereka menikah, tujuh tahun penuh dengan harapan yang selalu terbang tinggi, namun selalu jatuh dengan keras di bawah kenyataan yang sama: Kaila tidak hamil. Dan kali ini, ketika mereka sudah mencapai usia yang lebih matang, harapan Brian semakin memuncak. Ia ingin memiliki anak, seorang penerus yang bisa membawa kebahagiaan baru dalam kehidupan mereka yang terkadang terasa hampa tanpa kehadiran seorang anak. Namun, kenyataan lain yang harus diterima adalah bahwa setiap kali Kaila menunda untuk tes kehamilan, hasilnya selalu sama. Hasil yang mengecewakan, selalu menunjukkan dua garis yang kosong dan tulisan negatif. Kaila duduk di meja makan, menatap suaminya yang kini menatapnya dengan pandangan dingin. "Brian... aku sudah mengatakan padamu berkali-kali. Ini bukan salahku. Aku sudah periksa ke dokter, dan aku tidak mandul," kata Kaila dengan suara bergetar. Matanya menunduk, namun ia mencoba untuk tetap tegar, menahan emosi yang mulai merasuki hatinya. Brian menghela napas panjang, kemudian tertawa sumbang. "Mungkin kamu memang tidak mandul, Kaila. Tapi kenapa sampai sekarang kita masih tidak punya anak? Apa kamu tidak berpikir mungkin ada yang salah denganmu?" tanyanya dengan nada yang datar, namun penuh dengan kekecewaan. Kaila terkejut mendengar perkataan suaminya. Rasa sakit menghujam dadanya, namun ia mencoba untuk tetap tenang. Ia tahu betul bahwa Brian ingin sekali menjadi seorang ayah, namun perkataan Brian yang seperti tuduhan membuat hati Kaila terasa teriris. "Jangan hanya menyalahkan aku, Brian. Mungkin kita berdua yang belum diberi karunia itu. Kita harus percaya bahwa ada waktu yang tepat untuk segalanya," jawab Kaila pelan, berusaha menenangkan situasi. Namun, Brian tidak bisa menahan emosinya lebih lama. Dia merasa putus asa. “Waktu yang tepat? Sudah tujuh tahun, Kaila! Apa kamu masih percaya dengan kata-kata itu? Kalau memang kita belum diberi karunia, kenapa aku harus terus menunggu?” Brian menatap istrinya dengan penuh frustrasi. "Aku sudah cukup bersabar, Kaila. Sudah cukup!" Kaila terdiam. Perasaan sesak mulai mencekam dadanya. Mungkin Brian tidak tahu betapa beratnya untuk menunggu. Ia juga ingin sekali memiliki anak, tetapi kenyataan bahwa mereka belum dikaruniai membuatnya merasa gagal sebagai seorang istri. "Brian, kita harus sabar," ujarnya dengan suara parau. "Kita tidak tahu apa yang Tuhan rencanakan untuk kita." Namun, jawabannya malah membuat Brian semakin marah. Ia merasa seolah-olah Kaila tidak memahami betapa ia sangat ingin menjadi seorang ayah. "Tuhan? Jangan coba mengalihkan masalah dengan alasan agama, Kaila! Yang salah itu kamu!" kata Brian dengan nada meninggi, wajahnya memerah karena marah. "Aku ini lelaki subur! Aku bahkan sudah melakukan tes s****a! Jadi kenapa aku harus menunggu lebih lama lagi kalau bukan karena kamu?" PLAK! Tangan Brian yang tiba-tiba terangkat menyentuh pipi Kaila dengan keras. Kaila terkejut, matanya membelalak. Ia tidak percaya bahwa suaminya, yang selama ini ia cintai, bisa melakukan itu padanya. Rasa sakit yang luar biasa menyusup ke dalam tubuhnya. Namun, lebih dari itu, rasa kecewa yang mendalam menguasai dirinya. "Apa yang baru saja kamu lakukan, Brian?" Kaila bertanya, suaranya gemetar. Matanya berkaca-kaca, namun ia berusaha untuk tidak menangis. "Kenapa kamu harus sampai seperti ini?" Brian menarik napas dalam-dalam, matanya masih penuh dengan kebencian dan kekecewaan. "Aku sudah cukup sabar, Kaila. Aku ingin anak, dan aku merasa kamu yang jadi penyebab semuanya. Kamu terlalu sibuk menyalahkan takdir, padahal aku sudah melakukan segalanya," jawab Brian, nada suaranya menurun, namun masih penuh amarah. Kaila menunduk, menahan air mata yang sudah hampir tumpah. Ia merasa terjatuh begitu dalam, seolah-olah seluruh dunia runtuh di hadapannya. Ia tahu bahwa Brian merasa kecewa, namun kata-kata dan tindakan seperti itu tak pernah terbayangkan akan terjadi dalam pernikahan mereka. Tiba-tiba, Kaila berdiri dengan langkah goyah, menatap Brian dengan penuh kesedihan. "Aku tidak akan pernah bisa membuatmu bahagia, Brian," katanya, suaranya sangat pelan. "Aku tahu kau ingin anak, aku tahu betapa besar keinginanmu. Tapi aku bukanlah Tuhan, aku tidak bisa mengubah takdir yang sudah digariskan untuk kita." Brian merasa terdiam, tak tahu harus berkata apa. Ia melihat Kaila yang mulai mengalirkan air mata, dan hatinya terasa sangat berat. Ia tahu, sebenarnya, dirinya sangat mencintai Kaila. Namun, rasa frustrasi yang selama ini terpendam, yang tak pernah ia ungkapkan dengan cara yang baik, kini meledak begitu saja. Kaila melangkah menuju kamar tidur mereka tanpa berkata apa-apa lagi. Ia menutup pintu dengan pelan, seolah-olah ingin mengunci dirinya dari dunia luar. Brian hanya berdiri di sana, merasa hampa dan kosong. Ia tahu, mungkin ia telah melukai perasaan istrinya dengan perkataan dan tindakannya. Beberapa menit berlalu, Brian akhirnya mengikuti Kaila ke dalam kamar. Ia berdiri di depan pintu kamar tidur yang tertutup, menatap pintu itu dengan perasaan cemas. Hatinya berdebar. Ia tahu ia salah, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Akhirnya, dengan ragu, ia mengetuk pintu. "Kaila..." suara Brian terdengar lirih. "Aku minta maaf... Aku... aku tidak seharusnya bertindak seperti itu." Dari dalam kamar, terdengar suara isakan ringan. Kaila menahan tangisnya, namun ia tahu bahwa perkataan Brian tadi bukan hanya menambah luka, tetapi juga membuatnya merasa seolah-olah dirinya tidak lagi dihargai. "Kaila, tolong buka pintu. Aku hanya ingin mengatakan kalau aku benar-benar minta maaf," suara Brian terdengar lebih lembut. Kaila menatap pintu sejenak, hatinya terasa begitu sakit. Ia ingin sekali bisa menyembuhkan luka yang baru saja tercipta, tetapi ia juga tahu bahwa semuanya tak akan semudah itu. "Aku perlu waktu, Brian," jawab Kaila dari dalam kamar. "Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya." Brian terdiam, merasakan kekosongan yang luar biasa. Ia tahu ia telah menghancurkan sebagian kecil dari pernikahan mereka yang sudah dibangun dengan penuh harapan dan cinta. Namun, dalam hatinya yang terdalam, Brian juga tahu bahwa perasaan ini tidak akan pernah selesai dalam waktu singkat. Ada begitu banyak hal yang perlu mereka bicarakan, begitu banyak yang harus diselesaikan jika mereka ingin kembali bersama. Sementara itu, Kaila menatap cermin di hadapannya. Air mata mengalir tanpa henti, dan ia merasa begitu lelah. Ia terlalu lama berjuang dalam diam, berharap bahwa suatu hari mereka akan menerima kebahagiaan yang mereka dambakan. Namun, kenyataan kali ini benar-benar membuatnya terhimpit. “Brian... apakah kita akan baik-baik saja?” pikirnya dalam hati, dengan pertanyaan yang menggantung tanpa jawaban yang pasti.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Petaka Semalam di Kamar Adik Ipar

read
7.1K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
9.1K
bc

Rayuan Sang Casanova

read
4.2K
bc

Terjebak Pemuas Hasrat Om Maven

read
39.9K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
31.7K
bc

Desahan Sang Biduan

read
42.3K
bc

Benih Cinta Sang CEO 2

read
19.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook