6. Pelet Asmara

1238 Words
Hari-hari berlalu tanpa bisa dihentikan. Dokter Alka menjalani aktivitasnya menjadi Bapak rumah tangga sekaligus seorang dokter. Pasien yang banyak membuat Alka terus uring-uringan saat pulang ke rumahnya. Kalau dulu Alka capek, melihat anaknya saja capeknya sudah hilang, tetapi berbeda dengan sekarang. Meski sudah melihat Galen dengan mata melotot, capek itu tidak kunjung hilang. Ada yang kurang di diri Alka, meski selalu mengelak, kenyataannya Alka sedikit merindukan gadis yang sering membuat ulah, siapa lagi kalau bukan Mulya. Mulya hilang tanpa jejak, gadis itu juga tidak pernah live t****k, konten terakhir diunggah pun juga hari dimana Alka bertengkar dengan Mulya. “Aku suka sama Mulya? Itu gunung kidul akan aku angkat ke utara,” ucap Alka seorang diri sambil memukul setir kemudinya. Alka tengah perjalanan pulang ke rumahnya, tetapi sepanjang jalan pria itu terus marah-marah seorang diri. Alka memang kebanyakan gengsi, sok-sokkan menghapus aplikasi t****k, pada kenyataannya pria satu anak itu kembali mendownload untuk memantau Mulya. Sayangnya tidak ada video terbaru dan tidak pernah live lagi. Setelah perjalanan beberapa menit, Alka sampai di rumahnya. Dahi Alka berkerut tatkala melihat mobil HRV berwarna putih berada di depan rumahnya. Alka pun turun dari mobil, bertepatan dengan itu Ibunya keluar rumah bersama Galen sambil membawa bola. “Ibu,” panggil Alka membuat sang ibu menoleh. “Eh jomblo abadi sudah pulang kerja. Ayo masuk!” ajak Sasa, Ibu Alka. “Nenek, jomblo abadi itu apa?” tanya Galen. “Galen, sini Nenek kasih tau. Raden Ajeng, gelar untuk cucu, cicit, piut raja yang belum menikah. Raden Ngaten, gelar untuk anggas raja yang sudah menikah. Raden Rara, gelar untuk anggas raja yang belum menikah. Sedangkan Raden Alka, orang biasa yang belum menikah alias jomblo abadi,” jelas Sasa yang membuat Galen tertawa meski masih tidak paham. Alka memutar bola matanya jengah, pria itu mendekati ibunya dan menyalami punggung tangan perempuan paruh baya itu. “Kalau Ibu datang ke sini untuk mengejekku, mending gak usah datang,” sinis Alka yang langsung mendapatkan jitakan dari ibunya. “Kamu kapan nikah, Alka? Kamu gak kasihan sama burung yang harusnya buat yang lain malah cuma buat pipis?” tanya Sasa. “Bu, sabar. Orang sabar pasti emosi,” ucap Alka. “Ibu pengen cucu yang lucu, yang mungil-mungil, yang bisa digendong kesana-kesini. Meski anak ibu gak hanya kamu, besar harapan ibu untuk kamu menikah,” jelas Sasa lagi. Alka mendudukkan dirinya di kursi teras rumahnya, sudah hafal kalau kedatangan ibunya hanya untuk mendesaknya menikah. Pernikahan adalah sesuatu yang dihindari Alka. Bagi Alka, pernikahan sangat ribet, dimana dia harus berbagi privasi dengan seorang perempuan asing. Pun dengan sampai saat ini belum ada yang disukai Alka. “Alka, ibu akan carikan kamu calon istri. Nih lihat anak teman-teman Ibu.” Sasa memberikan bolanya kepada sang cucu, perempuan paruh baya itu mengambil hpnya dan mengotak-atik benda pipih itu. Sasa membuka galeri yang mana ada banyak foto wanita-wanita cantik yang belum menikah. “Nih, lihat! Ini semua anak teman-teman, Ibu. Bibit, bebet dan bobotnya bagus. Ada yang jadi Direktur, ada yang sudah Insinyur, ada yang jadi guru, dokter-” “Ah gak minat,” jawab Alka menepis tangan ibunya agar menjauhkan hpnya. “Alka, buka matamu lebar-lebar. Ini semua cantik!” pekik Sasa sambil melotot. “Gak ada yang cantik,” jawab Alka. “Kamu suka kaum berbatang?” tanya Sasa membuat Alka membulatkan matanya. “Ibu jangan bercanda. Aku suka perempuan tulen, memang belum ada yang cocok buatku. Aku suka gadis ceria, cerewet, kenakan-kanakan, suka mengungkapkan cinta lebih dahulu, terus suka makan makanan pedas, rambutnya sebahu, ada t*i lalatnya di hidung dan-” “Papa suka Kak Mulya!” pekik Galen menunjuk papanya. Sadar apa yang diucapkan, Alka segera menghentikan ucapannya. Alka menatap Galen yang menampilkan raut senangnya. “Papa, ngaku saja Papa suka Kak Mulya!” titah Galen menggoyangkan lengan Papanya dengan semangat. “Siapa Mulya? Orang mana? Rumahnya dimana? Ibu akan seret Mulya ke sini dan memaksa dia menikahimu.” Sasa ikut antusias seperti Galen sampai dia salah ngomong. Harusnya laki-laki yang menikahi, tetapi malah perempuan yang dipaksa menikahi. “Papa, ayo aku antar ke Kak Mulya!” ajak Galen. “Alka, ayo Ibu antar ke rumah Mulya dan melamarkan untuk kamu!” ajak Sasa. Kini Alka mendapatkan serangan bertubi-tubi dari ibunya dan Galen. Padahal saat ini Alka tidak tahu dimanakah Mulya berada. Perempuan itu nafasnya saja tidak terendus oleh Alka. “Aku tidak mencintai Mulya,” jawab Alka menyentak. Pria itu berdiri dan menatap Ibu serta anaknya dengan tegas. “Aku gak mencintai Mulya. Sampai kapanpun enggak. Ciri-ciri yang aku sebutkan tadi hanya asal,” tambah Alka memilih memasuki rumahnya. Namun, Sasa tidak menyerah begitu saja. Perempuan itu membuntuti anaknya. “Dulu saat ibu tanya, kamu menyukai cewek yang dewasa, yang pintar, keibuan dan sexy. Sekarang selera kamu sudah berubah, fiks kamu jatuh cinta sama Mulya,” ujar Sasa. “Kamu jangan khawatir cinta ditolak. Kamu kan dokter, kelihatan perkasa juga, perempuan mana yang nolak, hah? Kalau Mulya menolak, dukun bisa bertindak,” tambah Sasa. Alka menjambak rambutnya frustasi tatkala mendengar ocehan ibunya. Ini semua salah Alka yang tidak bisa menjaga bibirnya. Andai dia tidak omong kosong menyebut ciri-ciri Mulya, saat ini ibunya tidak akan mencercanya dengan banyak pertanyaan. “Ahhh … lama-lama aku masuk kolam buat dinginin kepala!” pekik Alka kembali menjambak rambutnya saking frustasinya. “Dasar Mulya kurang ajar, seenaknya bikin orang baper, saat baper ditinggal begitu saja. Minggat saja dari otakku!” teriak Alka lagi bagai orang gila. Di sisi lain, seorang gadis tengah duduk bersila di depan sebuah kendi yang berisi air dan dikelilingi bunga-bunga. Mulai dari bunga mawar, melati, kenanga sampai bunga kantil. Di sisinya ada Alvarez yang menatap aneh ke arahnya. “Mul, apa yang kamu lakuin?” tanya Alvarez. “Jing gonjang-ganjing dunia percintaan. Til kontal-kantil hati Dokter Alka pada Mulya. Huh huh ….” Mulya membaca mantra aneh dan meniup kendinya membuat Alvarez semakin ngeri. Karena kesal, Alvarez memukul pundak Mulya membuat gadis itu terkesiap. “Woy, kamu melakukan apa?” tanya Alvarez kencang. “Diamlah! Ini upayaku untuk membuat orang jatuh cinta,” ujar Mulya. “Ada kembang, ada kendi, ada kemenyan, kamu praktek ilmu sesat apa, hah?” tanya Alvarez lagi. “Ini bukan ilmu sesat. Ini ilmu membuat orang jatuh cinta. Di sini ada bunga mawar yang buat orang jatuh cinta, ada bunga melati yang membuat wangiku terus tercium oleh Dokter Alka. Ada juga bunga kantil yang membuat Dokter Alka terkintil-kintil,” oceh Mulya bertubi-tubi. Alvarez menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudah seminggu ini Mulya ke kampus membawa sesajen, dia bilang ingin mengirim pelet asmara untuk Dokter Alka yang bahkan Alvarez tidak tahu yang mana orangnya. Alvarez berdiri, dengan cepat pria tu menjauhi Mulya karena takut. “Mul, kalau masih menganut ilmu sesat, kita gak usah temenan dulu,” ujar Alvarez. “Woy, ini bukan ilmu sesat. Ini upaya untuk membuat orang jatuh cinta. Memang kalau jodoh gak akan kemana, tapi kalau gak berusaha juga gak dapat jodoh. Meski aku tampak diam di sini, tapi aku berusaha mendapatkannya dengan ugal-ugalan,” seloroh Mulya. Mulya gadis yang otaknya sudah empat puluh lima persen geser. Setelah nangis-nangis karena dibentak-bentak oleh Dokter Alka, sedihnya hanya sebentar dan sekarang sudah menggila lagi. Meski dirinya sudah dibentak dan disuruh pergi, tetapi Mulya tetap mencintai Alka apapun yang terjadi. Sampai-sampai gadis itu membawa sesajen setelah dia membaca salah satu novel favoritnya bahwa laki-laki bisa didapatkan dengan ilmu pelet cinta. “Bismillah, pasti Dokter Alka langsung jatuh cinta,” ucap Mulya dengan senang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD