25

864 Words
Suasana kamar yang sepi dan sunyi membuat keduanya masih terlelap dan nyenyak sambil berpelukan yang tak telepaskan sejak malam. Kamar itu memang sama sekali tak terkena sorot matahari. Hordengnya juga masih tertutup rapat sehingga terasa masih malam dan belum naik mataharinya ke atas langit biru. Dinginnya Ac semkain membuat keduanya nyaman dalam dekapan dan mencari kehangatan. Tadi malam mereka bercerita hingga larut malam yang di akhiri dnegan perseturuan hangat yang memanas dan memicu adrenalin sehingga membuat gairah terpacu menggelora. Wajah keduanya nampak sangat bahagia tanpa beban. "Ekhemmm ... Mas ... Jam berapa ini," tanya Puri pelan. "Eunghh ... Jam delapan," ucap Aji pelan sambil membuka kedua matanya dan memeluk tubuh kurus Puri kembali. Ia masih dalam mode malas. Hanya ingin bermanja -manja dengan istrinya. "Mas jangan begini terus. Puri mau pipis," cicitnya manja. "Ya sudah sana pipis. Jangan di tahan malah jadi penyakit," ucap Aji pelan dan melepaskan pelukan pada istrinya. Puri sudah ke kamar mandi. Ia hanya bisa memakai handuk piyama karena tak ada pakaian. Aji juga sudah terbangun dan memesan beberapa makanan agar di siapkan dan di antar ke kamarnya. "Mas sudah pesan makanan. Kamu lebih baik di kasur saja, nanti akan ada petugas hotel yang masuk. Mas gak mau berbagi kenikmatan dengan yang lain," tegas Aji pada Puri yang sudah menutup tubuhnya dengan handuk piyama. "Iya Mas," jawab Puri menurut dan kembali naik ke atas ranjang. Benar saja, tak sampai satu menit. Ada suara ketukan dari luar kamar hotelnya. Aji pun langsung membuka pintu kamar itu dan membiarkan petugas hotel meletakkan semua pesanan makanan Aji. Puri hanya menatap dari kejauhan dan menatap petugas hotel itu yang sangat hormat pada Aji. Setelah semuanya di persiapkan di meja. Aji menghampiri Puri dan mengajak makan bersama. "Makan yuk. Katanya mau di suapin?" tanya Aji pelan kepada Puri. "Mau dong," jawab Puri melempar senyum manis dan memeluk suaminya. Hidupnya terasa sangat sempurna. Mendapatkan jodoh terbaik dan menikah dalam waktu singkat dan berakhir bahagia. Benar -benar seperti cerita dongeng yang di idamkan oleh Puri sejak kecil. Senyumnya selalu mengisi sudut bibirnya di sarapan pagi ini. *** Arka melempar berkas yang tertumpuk di mejanya dengan sangat kasar. "Huah!!" teriakannya menggema di seluruh ruangan kerjanya. Ia menyuruh anak buahnya untuk mengecek kamar yang sengaja dipersiapkan untuk Puri, ternyata kamar itu sudah kosong. Tak ada pemberitahuan. "Tuan Arka kenapa? Bukankah lusa adalah hari pernikahan Tuan bersama Nona Marsha?" tanya seorang asisten yang selama ini mengurus keperluan pribadi Arka. "Argghhh ... Siapkan pesawat. Aku ingin pergi ke kota itu menemui kekasihku, tunanganku yang akan menjadi kekasihku," tegas Arka dnegan sangat keras. Arka tahu, kejadian di pantai kuta tempo hari hanyalah akal -akalan Puri dan Aji untuk membuat Arka cemburu dan marah. Arka sadar, Puri hanya mencintai dirinya dan tak akan mungkin bisa melupakan hal -hal manis yang sudah mereka torehkan dalam perjalanan cinta mereka. Arka sendiri sudah memutuskan untuk tetap menikahi Puri, gadis sederhana yang cantik pilihan nya sendiri. Bukan Marsha yang ternyata hanya menginginkan harta kekayaannya saja. Percuma menerima perjodohan kalau pasanagn yang akan di jodohkan itu tidak sesuai harapan Arka. Untuk apa? *** Marsha duduk di depan cermin. Ia masih saja bersolek dengan smeua peralatan make up yang sudah ia mix di wajahnya. Mulai dari pelembab, foundation, bedak, eyeliner, eye shadow, maskara dan sebagainya yang sama sekali tidak bisa di sebut satu per satu. Ia sudah bertekad bulat untuk kembali dengan Aji. Aji memang hanya karyawan biasa, tapi setiap permintaannya selalu di penuhi. tak hanya itu saja. Aji begitu sayang dan perhatana pada Marsha. Tentu Marsha merasa percaya diri kalau Aji tetap akan menerimanya. Marsha yakin, Aji belum bisa melupakan Marsha. Kalau itu terjadi, Marsha harus menggunakan cara lain yang lebih ekstrim agar Aji bisa kembali ke pangkuannya. "Kalau kamu masih bersikukuh tak mau kembali, lebih baik aku hamil dnegan kamu, Ji. Aku akan cari cara untuk bisa bersama kamu semalam," tegas Marsha berbicara dengan cermin yang ada di depannya. Marsha tertawa keras dengan liciknya. *** Hordeng kamar hotel sudah di buka dan masih sama. Langit masih gelap dan hujan masih turun deras dan gerimis bergantgian saja. Puri dan Aji masih berada di bawah selimut setelah sarapan tadi. Aji juga memesan makanan kecil serta minuman ringan untuk menemani mereka berdua mengobrol atau menonton film. "Bikin anak lagi yuk?" ucap Aji tiba -tiba memberikan ide gila. Puri menoelh ke arah Aji dan melotot tajam. "Mas!! Tadi mau sarapan, malah gituan. Puri mau pipis malah ikut ke kamar mandi di ajak gituan juga. Memang gak capek? Puri ini capek, lelah, badan rasanya pegel semua," ucap Puri mengadu. Aji tertawa dan mengusa kepala Puri lembut. "Ya sudahn kalau lelah tidur yuk. Sini Mas peluk," titah Aji yang sudah berbaring terlentang dengan kedua tangan membuka bersiap menerima tubuh Puri yang akan ia peluk sepanjang hari. "Gak ah. Nanti Mas suka godain, malah minta lagi, minta lagi," cicit Puri kessal. "Ya sayang itu kan karena gak kuat nahan. Namanya juga penganyi baru. Masih awal jadi masih suka sama mainan baru," ucap Aji membela diri dan tak mau di salahkan. Puri menurut dan kini tubuh kurusnya sudah berada dalam pelukan Aji. Ia pun terlelap dan mendengkur pelan samapi membuat Aji pun tertawa sendiri menatap Puri yang benar -benar kelelahan karena di kerjai oleh Aji.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD