bc

UPGRADE

book_age16+
1.9K
FOLLOW
6.9K
READ
billionaire
dark
possessive
one-night stand
age gap
bitch
CEO
drama
office/work place
affair
like
intro-logo
Blurb

Menunggu sang kekasih menaikkan status sebagai istri sah kepada dirinya tak membuat Renata lelah. Meskipun ia tahu, pria yang ia tunggu belum tentu akan menjadikan dirinya sebagai pelabuhan terakhir dalam hidupnya.

chap-preview
Free preview
1. Dompet Pembawa Berkah
1. Dompet Pembawa Berkah "Mbak, minta tolong diumumin ya. Saya menemukan ini," Renata mengulurkan sebuah dompet yang baru saja ia temukan saat sedang memilih sepatu yang akan ia beli. "Di mana dompet ini ditemukan?" tanya wanita di balik meja informasi itu ramah. "Saya menemukannya di deretan rak sepatu di lantai tiga. Tolong cepat diumumkan, Mbak. Siapa tahu pemiliknya belum keluar dari tempat ini," Ucap Renata terburu-buru karena takut apa yang ia pikirkan terjadi. Kasihan sekali pemilik dompet yang baru saja ia temukan itu. Dengan jumlah uang yang tidak sedikit, juga bermacam kartu yang Rena lihat sekilas berasal dari bank-bank yang begitu familiar di matanya, membuat Rena yakin pasti sangat berharga. Belum lagi adanya kartu identitas juga tanda pengenal lainnya. Pasti sang pemilik akan dibuat sibuk jika sampai benda-benda itu hilang. Yah, meskipun mungkin orang itu mempunyai uang yang tak sedikit tapi tetap saja kan orang itu harus mendapatkan efek yang tidak menyenangkan dari kehilangan benda-benda itu. Setelah menunggu beberapa saat, wanita yang berada di balik meja informasi itu akhirnya menyampaikan pengumuman tentang ditemukannya sebuah dompet. Wanita itu juga meminta agar pemilik dompet segera menghubungi bagian informasi. Rena menunggu dengan cemas. Ia sebenarnya harus segera kembali ke indekostnya. Hari sudah semakin sore. Ia juga masih belum sempat mengisi perutnya. Hanya setangkup roti bakar yang ia makan untuk menu sarapannya tadi pagi. Sepulang dari kuliah siang tadi, ia langsung bergegas menuju salah satu pusat perbelanjaan. Ia berencana membeli buku untuk referensi skripsinya. Namun sesampainya di sana ia tak hanya membeli buku saja. Melihat begitu banyak promo yang menggiurkan, ia pun akhirnya tak mampu menahan hasrat berbelanjanya. Untung saja ia baru mendapatkan kiriman dari orang tuanya. Jadi sepertinya tidak masalah jika ia memanfaatkannya. Sepuluh menit menunggu belum ada tanda-tanda sang pemilik dompet mendatangi meja informasi. Rena sekali lagi meminta petugas di meja informasi untuk mengulang kembali pengumuman kehilangan itu. Wanita itu mengangguk dan kemudian melakukan permintaan Rena. "Kalau terburu-buru, Mbak bisa meninggalkan dompetnya di sini. Nggak apa-apa kok. Kami yang akan bertanggung jawab. Jika pemilik dompet tidak datang mengambil, maka kami akan melaporkannya ke pihak berwajib. Jadi dompet ini pasti akan sampai pada sang pemilik. Bisa saja kan orangnya sudah keluar dari tempat ini." Rena mendengarkan penjelasan petugas di balik meja informasi itu. Memikirkannya beberapa saat kemudian melihat jam dipergelangan tangannya. "Saya nunggu aja deh, Mbak. Saya nggak ada kegiatan juga," memang Rena tak memiliki kegiatan yang akan dilakukan sore ini kecuali mengisi perutnya yang sudah demikian lapar. Rena berusaha untuk tetap bersabar menghadapi perutnya yang sudah terus-menerus meraung minta diisi. "Mohon maaf, saya tadi mendengar ada pengumuman bahwa ada dompet yang baru saja ditemukan. Apa bisa saya melihat dompet tersebut. Kebetulan dompet milik saya hilang beberapa saat yang lalu." Rena segera mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara seseorang yang mengaku kehilangan dompet itu. Seorang pria berperawakan tinggi tiba-tiba sudah berdiri di depan meja informasi tak jauh dari posisi Rena saat ini. Perlahan Rena mendekati pria itu setelah mendengarkan penjelasan dari petugas di meja informasi begitu pria itu usai memberikan keterangan tentang kehilangannya. Setelah pria yang mengaku kehilangan dompet itu menjawab beberapa pertanyaan dari petugas di meja informasi, akhirnya wanita itu meminta Rena mendekat. "Mbak, Bapak inilah pemilik dompet yang telah Mbak temukan. Nama, alamat, hingga isi dompet yang bapak ini sebutkan sesuai dengan yang Mbak temukan tadi." Pria itu mengulas senyum kemudian mengulurkan tangannya pada Rena. "Terima kasih atas bantuannya. Saya Radith, senang bisa bertemu dengan anda." Rena membalas uluran tangan pria itu memberikan senyuman tulusnya. "Saya Renata. Senang bisa membantu." Dari sana, obrolan akrab pun dimulai. Setelah mengucapkan terima kasih pada petugas resepsionis, Radith dan Rena bergegas meninggalkan pusat perbelanjaan itu. Sebagai ungkapan terima kasih, pria itu mengajak Rena untuk makan siang, sebenarnya tidak bisa disebut makan siang karena saat ini hari sudah beranjak gelap. Sedangkan untuk disebut makan malam pun juga masih terlalu sore. Perlahan Rena mengikuti langkah Radith menuruni area parkir dilantai dasar. Begitu tiba di samping mobilnya, pria itu dengan cekatan membukakan pintu untuk Rena. Rena yang tak pernah mendapatkan perlakuan manis itu seketika salah tingkah dan menunduk mengucapkan terima kasih dengan canggung. "Emm... Renata suka makanan apa?" Radith membuka percakapan begitu mobil melesat meninggalkan area parkir. "Panggil, Rena saja, Pak. Semua orang memanggil saya seperti itu," ucap Rena pelan. "Tapi nama Renata terdengar lebih manis," Radith tak mau mengalah dan lagi-lagi membuat Rena semakin canggung. "Jadi mau makan di mana?" ulang pria itu. "Terserah Bapak saja. Kan Bapak yang mau mentraktir," Rena tersenyum menolehkan kepalanya ke samping. Pria itu terlihat mengulas senyuman sambil tetap memandang lurus ke depan. "Oke. Jadi makan di mana saja tidak masalah ya? Saya tidak mau kamu merasa tidak nyaman dengan pilihan saya. Selera setiap orang kan berbeda-beda," pria itu memandang Rena sekilas degan senyuman yang seolah tak pernah hilang dari wajahnya. "Bapak tidak usah khawatir. Saya pemakan segala kok. Saya bukan seorang pemilih," Rena terkekeh geli. Ya, Rena tidak pernah memilih-milih makanan. Apa yang ada di depannya akan ia nikmati dengan sesuka hati. "Wah, pasti akan sangat menyenangkan jika mengajak kamu keluar untuk sekedar makan siang atau juga makan malam, Rei." Rena menautkan alisnya. Kenapa pria yang sedang berkonsentrasi menyetir itu selalu memanggil namanya seenaknya? Ah, biarkan saja. Toh tak ada ruginya bagi Rena. Setidaknya sebentar lagi perutnya akan kenyang setelah seharian menahan lapar. Tak lebih dari tiga puluh menit kemudian, mobil yang dikendarai Radith sudah tiba di area parkir sebuah restoran. Suasana yang begitu nyaman seketika terasa meskipun gelap perlahan sudah menyelimuti. "Kamu nggak keberatan kita makan di sini?" tanya Radith begitu ia berjalan membawa Rena memasuki restoran. "Tentu tidak, Pak. Sudah ditraktir kok masih rewel," Rena terkikik yang lagi-lagi disambut senyuman lebar Radith. Mereka berjalan cukup jauh menuju bagian belakang restoran yang terlihat begitu mengagumkan. Deretan lampu-lampu taman juga lampu hias menemani langkah mereka. Rena mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Mengamati satu persatu apa saja yang matanya tangkap. Meskipun disebut sebagai restoran keluarga namun kesan manis juga tampak di tempat ini. Deretan tanaman hias beaneka jenis juga taman yang ditata sedemikian rupa tampak begitu cocok untuk pasangan muda yang sedang di mabuk asmara. Mungkin jika nanti Rena sudah memiliki kekasih, ia akan meminta kekasihnya untuk mengajaknya ke tempat ini. Menghabiskan waktu berlama-lama di cafe dan menikmati alunan musik bukanlah gayanya. Ia tak begitu suka ditempat seperti itu. Rena memutuskan tempat ini adalah tempat yang sesuai dengan seleranya. Dan sepertinya, hidangan yang disajikan juga hidangan lezat yang memang menggugah selera bukan menu-menu baru hasil kreativitas para chef kekinian yang sama sekali tak Rena suka. Lidah Rena adalah lidah sederhana. Meskipun ia tak menolak makanan apapun yang masuk ke mulutnya, namun ia juga punya makanan yang menjadi favoritnya. "Kita ke sana ya," suara Radith menarik Rena dari pikirannya yang mulai menjalar kemana-mana. Pria itu membawa Rena ke sebuah gazebo di bagian pojok yang terlihat begitu nyaman. Benar-benar tempat yang sempurna bagi Rena. Ia bisa mencuci matanya dengan pemandangan segar di depannya sambil menunggu hidangan yang akan ia nikmati nanti. Rena mengangguk mengiyakan dan membuntuti Radith yang telah berjalan di depannya. Pria itu mempersilahkan Rena duduk di kursi yang terlihat nyaman di dalam gazebo terlebih dahulu kemudian ia mengikuti di belakangnya. Seorang pelayan datang tak lama setelahnya untuk mencatat menu yang akan mereka pesan. Setelah mencatat semua pesanan Rena dan Radith, pria muda itupun berlalu meninggalkan mereka. Rena mengembuskan napas lega. Dihempaskan tubuh lelahnya pada bantalan empuk di bawahnya. "Kamu terlihat capek, Rei. Saya minta maaf jika keinginan saya mengajak kamu makan malam justru semakin membuat kamu kelelahan," Radith merasa tak nyaman melihat Rena yang terlihat lelah. Tentu saja gadis itu lelah, sejak siang tadi ia belum kembali ke indekostnya setelah berbelanja. "Pak Radith tidak usah khawatir. Saya hanya merasa sangat lega setelah seharian ini capek mondar-mandir berbelanja. Tempat ini sangat nyaman, benar-benar sempurna untuk menghilangkan lelah. Coba Bapak lihat, tamannya benar-benar luar biasa. Ini pertama kalinya saya berkunjung ke tempat ini," Rena berbicara antusias sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ia tak boleh melewatkan kesempatan ini. Belum tentu ia akan kembali ke tempat ini kan? Menu di tempat ini juga berharga lumayan fantastis. Mustahil bagi mahasiswi perantauan seperti Rena bisa menikmatinya. "Kamu ingin mengambil foto? Sini saya bantu. Saya yang akan mengambil foto-foto kamu," tangan Radith terulur untuk meminta ponsel dalam genggaman Rena. Rena yang awalnya ragu akhirnya dengan senang hati menyerahkan ponsel itu ke tangan Radith. Dengan cekatan Radith mengambil gambar Rena dari berbagai sudut. Pria itu juga bahkan mengikuti kemanapun kaki Rena melangkah untuk memuaskan keinginannya mengambil gambar dirinya sebanyak-banyaknya. Dan yang tak mungkin terlupa, mereka juga sempat mengambil gambar mereka berdua sebelum akhirnya pelayan datang membawa pesanan mereka. Perbincangan hangat pun mengalir mengiringi saat bersantap. Saling bertukar informasi tentang diri masing-masing adalah hal yang mereka lakukan. Berusaha untuk saling akrab dan mengetahui diri masing-masing. Hingga akhirnya setelah mereka menyelesaikan makanan merekapun, Radith dan Rena masih enggan beranjak dari tempat itu. Radith bahkan kembali memesan beberapa menu lagi sebagai teman ngobrol mereka. Dan akhirnya begitu malam semakin larut, dan tak ingin melihat Rena menjadi semakin lelah, akhirnya Radith menyudahi kegiatan mereka. Ia pun mengantarkan Rena pulang ke indekostnya. Saat akan turun dari mobil Radith tiba-tiba pria itu menahan tangan Rena yang hendak membuka pintu di sampingnya. "Iya, Pak?" pasti pria di sebelahnya hendak mengatakan sesuatu. Itulah batin Rena saat tangan Radith meraih pergelangan tangannya. "Saya harap. Pertemuan ini bukan yang terakhir, namun menjadi yang pertama. Apa kamu bersedia jika suatu saat saya mengajak kamu keluar untuk sekedar makan malam atau mungkin juga makan siang?" Rena mengulas senyuman. Tentu ia tak akan menolak. Siapa sih yang tak menyukai makanan gratis nan lezat. Apalagi yang mengajaknya adalah seorang pria tampan yang terlihat mengagumkan dan luar biasa menyenangkan. "Tentu saya bersedia, Pak. Pak Radith cukup menghubungi saya jika ingin mengajak saya untuk makan malam." "Kamu tidak keberatan jika saya menghubungi kamu?" Radith sepertinya masih kurang yakin dengan apa yang telinganya tangkap. "Tentu tidak, Pak. Saya kan sudah memberikan nomer ponsel saya. Itu berarti saya tidak keberatan jika bapak menghubungi saya," Senyum Rena seketika menular pada pria di hadapannya. "Terima kasih, Rei. Malam ini benar-benar menyenangkan," balas pria itu pelan menatap Rena dalam. "Saya yang seharusnya berterima kasih karena diajak makan malam," Rena tersenyum canggung karena pria di hadapannya tak mengalihkan pandangannya yang menatapnya lekat. Dipandang dengan begitu intens oleh seorang pria dewasa tentu saja membuat Rena salah tingkah. "Emm... Saya turun ya, Pak?" hening. Pria itu tak merespon. Rena semakin canggung. Namun saat Rena hendak mengulang kalimatnya pria itu bergumam pelan. "Iya, Rei. Silahkan. Sampai bertemu lagi," senyum pria itu kembali terulas yang dibalas Rena dengan anggukan kepala. "Hati-hati di jalan, Pak," setelah menutup pintu. Mobil Radithpun berlalu dari hadapan Rena. Rena melebarkan senyumnya. Inilah simbiosis mutualisme. Radith beruntung dompetnya tidak jadi hilang dan Rena mendapatkan makan malam lezat cuma-cuma dan tak ketinggalan juga satu paper bag berisi kue lezat yang pria itu pesan untuk Rena bawa pulang. Benar-benar keberuntungan.  ###

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

TERSESAT RINDU

read
333.4K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.6K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.2K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
257.2K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.5K
bc

Noda Masa Lalu

read
184.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook