BAB 2: Kisah Medusa

1198 Words
"Seram.” Luis menghela napas berat, lantas duduk lemas di kursi yang biasanya Josef gunakan saat mengajar Asley. “Aku pikir tadi akan terkencing-kencing berhadapan dengan perempuan itu,” gumamnya bicara sendiri dengan nada horor. “Perangainya … bukan main.” Luis yang hidup dalam suasana aman, damai, dan tentram selama ini sungguh sulit beradaptasi dengan tingkah laku muridnya itu. Asley bahkan tidak segan menghinanya dan marah-marah tidak jelas. Tangan laki-laki buta tersebut memijat pelipis. “Lemparan Tuan Putri cukup kuat.” Hidungnya terasa remuk saat bertabrakan dengan bantal Asley tadi. Ia mati-matian berusaha tetap tenang dan tidak ketakutan. “Suara jantungnya juga berisik sekali,” keluh Luis tidak habis-habis. Apa dia bisa bertahan? Ia menggeleng cepat. Tidak boleh ragu, Luis pasti bisa melewati semua ini. Ia hanya harus bersabar dan— BRAK! Pintu di seberang sekat dibuka dengan keras sampai menimbulkan bunyi nyaring yang membuat Luis terjatuh lemas ke lantai. Pemuda itu bisa saja pingsan kalau tidak berusaha mengatur napas dan detak jantungnya. “Aku akan menendangmu keluar kalau kau lebih bodoh dariku, paham?” teriak suara di seberang sana, lantang. Luis meremas dada, berusaha tetap tegar. “Ah, iya. Tapi, Tuan Putri tidak apa-apa belajar sepert ini? Asley tentu saja bingung, tidak mengerti maksud pertanyaan sang guru baru. “Memangnya kenapa?” Luis mendekat untuk menyentuh dinding sekat. “Pantas saja Anda tidur terus kalau belajar dengan halangan ini.” Kok dia tahu? Asley hanya diam, ia menimba-nimba apa Luis akan menyingkirkan pembatas tersebut? “Saya pindahkan, ya.” Dan ternyata benar saja, sekat itu hanyalah dinding tipis yang mudah untuk Luis geser ke tepi lain. Kini tidak ada lagi jarak merepotkan antara guru dan murid itu. Mata Asley masih membelalak besar. “Apa kau benar-benar buta!” serunya skeptis. “Iya, saya buta dari lahir,” sahut sang guru enteng, berjalan ke sana kemari tanpa tongkat saktinya, dia meninggalkan tongkat itu di bawah meja tadi. Bagaimana mungkin Asley bisa percaya ucapan orang asing ini? “Baiklah, kita mulai kelasnya—” “Tunggu! Apa kau gila!” hardik gadis kurus itu tiba-tiba.” “Ya?” bingung Luis yang tidak jadi meraih buku di salah satu rak. “Pak Tua itu tidak memberitahumu apa-apa sebelum dia mati, huh?” Kembali kata-kata pedas itu meluncur tanpa kendali. Luis mengigit bibir, ia lantas mendekat dengan wajah tertunduk. “Apa saya melewatkan sesuatu?” Asley bersidekap dengan wajah sombong, memalingkan wajah. “I-intermezzo, Pak Tua itu selalu mengawali kelas dengan begitu, agar aku tidak tegang.” Luis menelengkan kepala heran. “Anda tidak perlu tegang dengan saya,” simpulnya sembarangan. Wajah Asley langsung berubah jadi gunung berapi. “Bukan itu intinya! Kau ini sudah buta, bodoh pula! Tidak peka!” Dan gunung berapi itu langsung meledak dengan lava yang panas. Apa hubungan pria buta dan gadis pemarah ini bisa menjadi guru dan murid? Asley malah menghina sang guru habis-habisan dengan wajah yang merah padam. Membuat Luis langsung gelagapan, nyalinya menciut tapi ia diharuskan untuk tetap tenang. Namun, sungguh demi kutu Dewa Zeus, Luis tidak suka kebisingan yang diciptakan mulut Asley, itu membuatnya terserang sakit kepala. “Maafkan saya. Kalau begitu, ingin saya ceritakan dongeng menarik?” Ia pernah mencoba ini pada anak-anak, entah akan mempan atau tidak pada Asley, mungkin saja ti— “Dongeng? Menarik?” Sepertinya berhasil? Luis lekas-lekas mengambil salah satu buku di rak, lalu memberikannya pada Asley. Ia tahu perempuan itu pasti heran dan ingin bertanya bagaimana Luis bisa mengetahui buku mana yang diambilnya secara tepat. “Saya sudah hapal isinya, jadi Tuan Putri bisa membaca sambil mendengarkan.” Asley mendengkus kasar. “Aku bukan anak-anak lagi!” serunya menghentakkan buku tadi dengan keras. Sudut bibir Luis melengkung ke atas, ia harus dipenuhi dengan kesabaran. “Coba baca judulnya,” pinta sang guru dengan penuh kelembutan. Merasa tertarik, mata Asley turun, membaca sederet kata di sampul buku dari Luis tadi. “Legenda Medusa, Wanita Cantik Korban Sebenarnya.” Gadis kurus itu tampak terkejut. “Seingatku Medusa itu wanita jahat dengan kepala ular yang bisa mengubah orang menjadi batu! Dia jahat!” pekik Asley tidak terima. “Tidak, dia adalah korban,” kukuh Luis dengan wajah terlihat gelap. Asley diserang rasa penasaran yang tinggi. “Kenapa?” Berhasil. Batin Luis bangga. “Seperti yang tertulis dibuku.” Luis melangkah mendekat. “Medusa dulunya adalah wanita dengan paras cantik dan baik hati. Dia menjadi salah satu pendeta dari Dewi Athena dengan syarat harus perawan dan memberikan seluruh hidupnya untuk mengabdi pada sang Dewi.” Mata Asley terlihat berbinar, ia larut dalam kisah yang disuguhkan oleh guru barunya ini. Maka Luis pun melanjutkan, “Paras cantiknya menjadi boomerang, pesonanya sampai ke telinga dewa-dewa Olympus. Salah satu yang terarik pada Medusa adalah rival Dewi Athena sendiri, yakni Dewa Poseidon. Menurutmu apa yang selanjutnya terjadi?” pancingnnya, agar Asley mau belajar memprediksi suatu keadaan. Asley terlihat ragu, tapi tetap menjawab setelah beberapa jeda waktu untuk berpikir. “Medusa menolaknya?” “Kenapa?” pancing Luis lagi. Asley tampak serius memikirkannya. Ia menggosok dagu sambil memutar otak. “Ada dua kemungkinan. Pertama karena Medusa tidak menyukai Dewa Poseidon.” Luis menyunggingkan senyum. “Lalu yang kedua?” Ia cukup menyukai bagaimana sosok Asley yang belajar dengan tenang. Asley melirik pada buku yang kini ia pegang. “Yang kedua adalah karena Medusa merupakan pendeta Dewi Athena, dia harus perawan dan hanya mengabdikan dirinya pada Dewi Athena seorang.” Tiba-tiba perasaan kesal menjalar pada benak Asley. Entah kenapa ia merasakan dirinya menjadi Medusa sekarang. Medusa yang malang. Luis menengadah dan mendesah ringan. “Medusa pada akhirnya diperkosa oleh Dewa Poseidon, tepat di tangga kuil tempat Dewi Athena. Lalu dia kabur, menghilang begitu saja seperti ditelan bumi. Medusa yang malang tentu saja sedih dan merasa ketakutan, tapi dia masih berusaha berdo’a dan meminta pengampun dari Dewi Athena. Sayangnya, Dewi Athena yang dikenal sangat bijaksana itu malah marah karena merasa dikhianati.” Wajah Asley memucat, ia mulai bisa menerka-nerka ending mengerikan dari kisah wanita malang itu. “Medusa dibuang ke pulau yang sangat jauh, ia dikutuk hingga tidak ada pria mana pun yang menginginkannya. Kakinya dirubah seperti kaki ayam, punggungnya diberi sayap yang terbuat dari logam raksasa, kulit Medusa menjadi mengerikan dan pecah-pecah, rambutnya menjelma seperti ular, dan Medusa diberikan mata mengerikan yang khas. Medusa juga dibumbui kegilaan dan kutukan lain di mana siapa pun yang menatapnya akan menjadi batu.” “Wanita yang menyedihkan, Medusa sangat kasihan,” respon Asley, bergumam pelan. Entah kenapa Asley jadi ingin menangis mendengar itu, ia seperti dapat merasakan kepiluan Medusa, padahal ini hanyalah dongeng semata. Medusa tidaklah nyata, mungkin. Luis bisa mengetahui bahwa muridnya kini merasa sedih, tapi ia harus tetap melanjutkan cerita ini. “Tidak berhenti sampai di situ, kepala Medusa dipenggal oleh Perseus yang tengah menjalankan misi. Kemudian kepala Medusa dijadikan perisai atas kuasa Dewi Athena sendiri. Medusa … hanya mendapat penderitaan tanpa akhir. Tamat.” Luis mengakhiri dongengnya dengan mengerikan, dan Asley hanya tertunduk diam sampai akhir. “Jadi Tuan Putri, kita akan mengawali kelas dengan seja—eh, Anda kenapa? Ada yang sakit?” panik Luis menghampiri Asley yang malah berderai dari mata. Gadis itu malah menatap Luis dengan penuh rasa penasaran. “Luis … apa kau sungguhan buta?” racaunya tidak karuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD