“Kamu akan menginap di sini?” tanya Kenia pada Delwyn.
“Iya. Malam ini, aku yang akan merawat Aunty,” jawab Delwyn. “Si kecil, malam ini kamu boleh istirahat,” serunya.
“Berhenti memanggilku begitu. Aku sudah besar,” kesal Tala cemberut yang membuat Delwyn terkekeh.
“Kamu tidak perlu menginap di sini, El. Uncle-mu akan langsung datang ke sini setelah tiba di Jakarta,” ujar Kenia.
“Uncle tidak akan datang,” ucap Delwyn.
“Dari mana kamu tahu?” tanya Kenia.
“Sebelum ke sini, Uncle sempat meneleponku kalau tiba-tiba ada masalah mendadak di Singapura. Jadi, sepertinya dia tidak bisa datang hari ini,” ungkap Delwyn.
“Benarkah? Tapi, kenapa dia tidak menghubungiku?” tanya Kenia.
“Uncle takut mengatakannya langsung. Jadi, hanya menitipkan pesan padaku,” ujar Delwyn.
“Hah! Si Tua Bangka ini memang paling tidak bisa diandalkan! Bisa-bisanya dia lebih mementingkan pekerjaan dari pada istrinya yang sakit!” gerutu Kenia kesal sembari bersedekap dadaa.
“Aunty tenang saja. Nanti aku akan membantu Aunty membalasnya,” ujar Delwyn.
“El,” tegur Macy. “Tenang dulu, Ken. Jangan langsung marah-marah. Mungkin saja masalahnya benar-benar mendesak, jadi tidak bisa ditinggalkan.”
“Cycy. Kamu yang terlalu baik. Kamu tidak ingat sudah berapa kali dia selingkuh dariku dulu?” keluh Kenia.
“Kenken,” tegur Macy yang membuat Kenia menghela napas berat.
“Pokoknya, aku akan memberinya pelajaran saat pulang,” putus Kenia yang kini membuat Macy menggelengkan kepala. “Tapi, Cy. Kalau El menginap di sini? Siapa yang akan mengantarmu pulang?” tanyanya.
“Tentu saja si Pangeran berkuda,” sahut Delwyn yang berhasil membuat Kenia terkekeh setelah kesal karena sang suami.
“Iya. Will akan datang menjemputku. Tenang saja,” ujar Macy.
“Baiklah,” ucap Kenia.
“Oh, iya. Siapa yang mengantar Tala pulang? Apa dia bawa mobil?” tanya Delwyn.
“Sudah tahu aku tidak bisa mengemudi. Masih ‘sok bertanya,” cibir Tala.
“Tala,” tegur Kenia yang membuat Tala semakin merajuk.
“Ya, sudah. Kalau begitu biar aku yang mengantar Tala pulang,” tawar Delwyn.
“Tidak mau. Aku tidak mau tersiksa sepanjang jalan bersamamu. Lebih baik telepon sopir saja,” tolak Tala.
“Menunggu sopirmu datang akan butuh waktu lama. Lebih baik aku yang mengantarmu pulang,” bujuk Delwyn.
“Tidak mau! Pokoknya tidak mau!” tolak Tala dengan tegas.
“Baiklah. Kita sudah setuju,” ucap Delwyn yang membuat kening Tala mengerut. “Ayo. Aku akan mengantarmu pulang,” ajaknya seraya menghampiri gadis itu.
“Ish! Sudah kubilang aku tidak mau diantar olehmu,” keluh Tala.
“Ayo, adik kecil,” bujuk Delwyn. “Atau kamu mau kugendong?” tawarnya.
“Cih! Tidak sudi!” ketus Tala kemudian langsung beranjak dari sana dengan terpaksa.
Pertengkaran keduanya lantas membuat dua orang wanita paruh baya yang menyaksikannya hanya bisa menggelengkan kepala.
“Ma, Aunty, aku pulang dulu,” pamit Tala.
“Kami pergi dulu,” pamit Delwyn kemudian bergegas menyusul Tala yang telah lebih dulu keluar.
“Kenapa buru-buru? Nanti kamu diculik orang,” ujar Delwyn sembari merangkul pundak Tala yang langsung ditepis oleh gadis itu.
“Jangan pegang-pegang,” ketus Tala.
“Kenapa kamu jadi ketus begini? Perasaan tadi kamu baik-baik saja,” tanya Delwyn bingung.
“Siapa suruh kamu terlalu jahil,” dengus Tala.
“Memang apa yang kulakukan?” tanya Delwyn.
“Kamu pikir saja sendiri,” ketus Tala yang membuat Delwyn menghela napas panjang.
“Baiklah, baiklah. Aku minta maaf. Aku tidak akan menggodamu lagi, ok?” bujuk Delwyn sembari merangkul pundak Tala. Ia lantas mengulas senyum ketika tidak menerima penolakan dari gadis itu.
“Sebagai permintaan maaf, aku akan memberimu kartuku dan kamu bebas menggunakannya selama satu minggu,” tawarnya.
“Satu bulan,” ujar Tala.
“Baiklah. Satu bulan,” putus Delwyn yang membuat Tala tersenyum lebar.
“Ok. Deal!” seru Tala seraya merangkul pinggang Delwyn yang membuat pria itu menggelengkan kepala.
Ting!
Keduanya langsung melangkah keluar lift ketika mereka tiba di lantai 1. Namun, tiba-tiba langkah keduanya berhenti ketika Tala mengeluh sakit perut ingin buang air. Alhasil, Delwyn menemani Tala ke toilet terlebih dahulu sebelum mengantar gadis itu pulang.
Sembari menunggu Tala, Delwyn memutuskan untuk duduk di ruang tunggu sembari memainkan ponselnya. Sampai tak lama kemudian, ia mendengar beberapa suara yang masuk ke gendang telinganya.
Sebenarnya Delwyn bukanlah orang yang suka ikut campur dalam urusan orang lain. Akan tetapi, saat mendengar suara yang tidak asing di telinganya, jadilah ia beranjak dari kursinya lalu melangkahkan kakinya mengikuti asal suara tersebut.
Sampai akhirnya Delwyn tiba di depan sebuah ruangan dengan pintu yang tidak tertutup rapat dan menyisakan sedikit celah untuk mengintip. Tak ingin membuang kesempatan, Delwyn pun langsung mengintip ke dalam ruangan tersebut.
Dan benar saja, ia melihat Olivia berada di dalam sana bersama seorang pria yang juga merupakan seorang dokter. Terlihat dari jas putih yang pria itu kenakan.
‘Jadi, ini ruangan wanita itu.’ Delwyn membatin.
Setelah memastikan bahwa suara yang ia dengar adalah suara Olivia, Delwyn pun memutuskan untuk beranjak dari sana. Namun, belum sempat kakinya melangkah, tiba-tiba ia mendengar sesuatu yang membuatnya tetap bertahan untuk menguping di sana.
“Olivia,” gumam Ari memberi jeda. “Aku menyukaimu, Olivia.”
Di lain sisi, Olivia yang mendengar pengakuan tersebut seketika membisu. Ia berusaha keras untuk mengontrol ekspresi wajahnya dengan perasaannya yang campur aduk sembari sibuk memikirkan cara untuk menolak Ari tanpa menyakiti perasaan pria itu.
‘Sejujurnya aku sudah tahu kalau dia menyukaiku. Dari caranya menatap, berbicara, dan bertindak di hadapanku. Karena itu, aku juga sudah mempersiapkan diri untuk hari ini. Tapi, entah kenapa setelah menghadapinya secara langsung membuatku lumayan gugup,’ batin Olivia.
Sebenarnya mudah saja jika Olivia ingin menolak pernyataan perasaan Ari, karena ia telah ribuan kali memberikan saran pada orang lain mengenai masalah ini.
Hanya saja, Olivia tahu kalau Ari termasuk orang yang cukup emosional. Apa pun yang terjadi pada pria itu pasti akan memengaruhi kegiatan sehari-harinya. Karena itu, Olivia benar-benar harus merangkai kalimatnya dengan sangat baik agar mudah dipahami oleh Ari.
“Ari,” ujar Olivia pelan sembari mengulas senyum.
“Aku mengerti perasaanmu padaku dan aku menerima maksud baikmu. Hanya saja, seperti yang kau tahu. Sampai sekarang aku belum pernah memikirkan masalah ini. Aku masih harus merawat Nenek. Aku juga masih berusaha mengejar pendidikan dan karir pekerjaanku. Jika aku mengesampingkan semuanya untuk menerimamu, aku akan merasa malu pada diriku sendiri,” tutur Olivia.
“Jadi, kuharap kau bisa mengerti dengan keadaanku,” lanjutnya.
Selama beberapa saat, Ari hanya termenung di tempatnya dengan tatapan kosong. Hingga membuat Olivia merasa serba salah. Sampai tak lama kemudian, Ari mengulas senyum sendu.
“Baiklah. Aku mengerti maksudmu,” ucap Ari.
“Terima kasih,” ujar Olivia.
‘Perasaanku tiba-tiba tidak baik. Semoga saja dia benar-benar mengerti maksudku.’ Olivia membatin.
Sementara itu, Delwyn yang masih menguping di depan pintu menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir.
‘Haaa .... Lagi-lagi dia menggunakan trik kampungan untuk menolak pria. Mengandalkan belas kasihan orang untuk dimengerti,’ batin Delwyn.
“Eh! El!” seru Tala memanggil Delwyn yang sontak membuat pria itu terperanjat kaget. Dengan panik, Delwyn langsung beranjak dari sana dan bergegas menghampiri Tala sebelum ia ketahuan telah menguping.
“Apa yang kamu lakukan di sana? Aku mencarimu sej- Mmh!” Seketika Delwyn langsung menutup mulut gadis itu.
“Jangan berisik,” bisik Delwyn panik. “Ayo,” ajaknya kemudian langsung menarik Tala pergi dari sana.
-------
Love you guys~