Chapter 2

1025 Words
Selamat membaca "Gila!" Miki terus mengutuk dirinya sendiri di sepanjang perjalanan menuju kost. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang sudah ia lakukan bersama seorang pria asing kemarin malam. Karena marah dengan kekasihnya, ia sampai harus melampiaskan dengan cara seperti itu. Bodoh! Sekarang hilang sudah keperawanan yang sudah ia jaga selama 24 tahun ini. Kenapa ia bisa begitu gegabah memberikan masa depannya untuk pria asing itu? Walaupun sebenarnya ia juga menikmati permainannya. Miki menggeleng-gelengkan kepala kencang saat ia tersadar jika ia tengah membayangkan adegan panas malam itu. "Arrghh! Gue pasti bener-bener udah nggak waras!" Setelah tiba di rumah kost, Miki segera masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Karena terburu-buru, Miki sampai belum sempat mengecek ponsel yang sudah penuh dengan log panggilan dari Eli. Beberapa saat kemudian, Miki sudah rapi dengan pakaian kerja. Ia mengambil ponsel dan memindahkan ke dalam tas kerja. Kemudian ia keluar dan melangkah menuju parkiran untuk mengambil motor. Saat Miki tengah memakai helm, tiba-tiba pemilik kos datang menghampiri Miki. "Mbak Miki," panggil Ira ramah. Miki menoleh ke arah sumber suara. "Iya, Bu?" "Tadi malam mbak Eli ke sini nyari Mbak Miki," ungkapnya. Miki menepuk dahi yang sudah tertutup helm. Pasti kemarin malam Eli kebingungan mencari dirinya yang tiba-tiba menghilang. "Oh iya, Bu. Saya lupa kasih kabar Eli kalau sudah sampai rumah." Ira mengerutkan dahi. "Tapi bukannya kemarin malam Mbak Miki perginya sama mbak Eli, ya?" Miki terdiam. Ia lupa jika pemilik kost sempat melihat Eli berada di sini. Karena memang sebelum berangkat ke club, Eli mengantar Miki pulang ke kost untuk berganti pakaian. Jadi tidak heran jika Ira melihat mereka berdua pergi bersama. "Emm ...." Mata Miki melirik kesana-kemari mencari alasan. "Oh itu ... saya pergi ke tempat lain nggak bilang Eli, Bu. Makanya dia nyari saya." Miki tersenyum canggung. "Owalah, ya sudah kalau begitu saya masuk ke dalam dulu. Mbak Miki hati-hati berangkatnya." "Iya, Bu Ira. Makasih ...." Seperti biasanya Miki menghampiri Eli terlebih dahulu sebelum menuju kantor. Tidak menunggu lama, Miki sudah tiba di tempat kost Eli. Persis seperti yang Miki pikirkan, Eli langsung menghampiri dirinya dengan wajah garang. "Lo semalam ngilang ke mana?! Gue cari lo di mana-mana nggak ada, dasar!" "Ceritanya panjang, nanti gue ceritain di kantor." "Lo udah siap, kan? Ayo berangkat." Eli menghela napas pelan. "Sebentar, gue ambil kunci motor dulu," ujarnya kembali ke kamar kost untuk mengambil tas kerja dan kunci motor. Beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah tiba di perusahaan. Dan saat waktunya makan siang, Miki menceritakan semua yang terjadi kemarin malam kepada Eli. Tentu saja Eli terkejut bukan main karena Eli tidak menduga jika Miki akan melakukan hal sampai sejauh itu. "Lo nggak apa-apa, Ki?" tanya Eli hati-hati. "Ya mau gimana lagi? Semua udah terjadi, mau menyesal pun juga nggak ada gunanya," jawab Miki pasrah. "Bener juga, sih," gumam Eli. "Terus masalah Rama gimana?" "Gue udah lepas tangan, terserah dia maunya gimana. Gue mau bilang putus, tapi masih belum sanggup ketemu dia. Udahlah, biarin aja hubungan gue sama dia gantung kayak gini. Nanti juga dia sendiri yang bakalan minta putus." "Emang dia belum ngabarin lo setelah kejadian itu? Bisa aja uler keket itu ngomong ke Rama kalau lo udah lihat mereka." Miki menggeleng. "Gue yakin cewek itu nggak mungkin bilang. Karena dia cuma mau nunjukin ke gue kalau Rama lebih sayang sama dia dari pada gue pacarnya." "Lagipula Rama nggak pernah ngabarin gue duluan. Dan dia juga nggak bakalan peduli kalau gue nggak ngabarin dia lagi," sambung Miki lesu. "Yah, emang seharusnya dari dulu lo nggak usah berhubungan sama si Ramayana itu," tukas Eli kesal. Tawa Miki menggelegar. "Hahahaha! Ramayana? Aneh-aneh aja lo." ***** Miki menaikkan alisnya sebelah saat melihat mobil yang terasa tidak asing berada di depan rumah kost. Setelah memarkirkan motor, Miki melepas helm dan melangkah menuju kamar kost. Namun saat di jalan, ia dihadang oleh Ira. "Mbak Miki, ada mas Rama di dalam," ungkap Ira ceria. Alih-alih senang, Miki justru terlihat tidak suka saat mendengar nama Rama. Ira yang melihat Miki tampak murung merasa terheran-heran. Karena biasanya Miki akan gembira dan bersemangat jika Rama datang. Tapi kenapa sekarang? Miki memaksakan senyumnya. "Saya akan temui dia, Bu," ujarnya melangkah masuk ke dalam rumah Ira masih dengan pakaian kerja. "Udah lama?" tanya Miki singkat sembari duduk di kursi depan Rama. "Belum," sahutnya datar. Miki dan Rama sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Miki menghela napas pelan. Ia tidak mungkin mengharapkan Rama membuka pembicaraan terlebih dahulu. Sedangkan ia sendiri saat ini sedang tidak ingin berbicara dengan Rama. "Kalau nggak ada yang mau dibicarakan, aku mau istirahat," ujar Miki jengah dan bersiap beranjak dari kursi. "Dari kemarin kamu nggak ngabarin aku," pungkas Rama dengan raut wajah tanpa ekspresi. "Kamu juga nggak pernah ngabarin aku," balas Miki santai. "Aku sibuk, kamu tau itu." "Yah, hari Minggu pun kamu juga memang selalu sibuk," sindir Miki tersenyum getir. Rama menaikkan alisnya sebelah saat menyadari Miki hari ini terlihat cuek dan lebih banyak diam. "Kamu nggak seperti biasanya," tukas Rama dingin. Miki menyenderkan tubuhnya lelah di punggung kursi. "Aku mulai bosan dengan hubungan kita," pungkas Miki tanpa basa-basi. Rama terdiam. "Ini nggak lucu, Ki," ujarnya dengan nada sarkasme. "Aku serius," sahut Miki dengan raut wajah datar sembari menatap lurus ke depan. "Katakan kalau kamu cuma bercanda." Rama masih belum bisa menerima pernyataan Miki yang bosan menjalani hubungan dengannya. Miki menggeleng. "Aku benar-benar udah nggak tahan, kita akhiri aja hubungan kita," tukasnya dengan raut wajah serius Rama tertegun. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tiba-tiba Miki meminta untuk mengakhiri hubungan? Padahal ia tau jika Miki begitu mencintainya. "Keadaan kamu hari ini terlihat kurang baik, makanya kamu nggak bisa berfikir dengar jernih. Aku akan beri kamu waktu untuk memikirkan ini matang-matang," ungkap Rama datar. Miki menatap jenuh ke arah Rama. Dia masih aja arogan! "Aku akan pulang sekarang," ujar Rama beranjak dari tempat duduk. Miki masih duduk dan tidak menghiraukan tatapan Rama yang terlihat tidak suka dengan sikap acuhnya. "Aku capek, nggak bisa mengantar ke depan," tukas Miki malas. Rama membuang napas kasar dan pergi dari rumah Ira dengan hati yang bergemuruh menahan kesal karena diacuhkan oleh Miki. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD