Sore itu Puspa sudah berada di rumah Rangga. Ia baru tahu, kalau Rangga adalah anak orang yang sangat kaya.
Puspa hanya mengenal Rangga di kampus, dan sekali pun tak pernah kenal dnegan orang tua Rangga, kecuali waktu itu saat makan siang, tak sengaja bertemu dengan Mama Rangga.
"Yuk masuk. Ini rumah orang tuaku. Aku belum punya rumah," ucap Rangga pelan.
Puspa hanya menatap Rangga bingung. Apa maksud dari ucapan Rangga.
"Rangga ... Ini bajuku pantas gak?" tanya Puspa tiba -tiba.
"Jadilah apa adanya dirimu saja. Aku tetap menikahimu," ucap Rangga santai.
"Setidaknya aku juga harus memantaskan diri di depan orang tua kamu, Rangga," ucap Puspa meninggi nada suaranya.
"Buat apa kamu tanya aku? Kamu sudah cukup tahukan? Ini kan pekerjaan kamu. lagi pula, kalau kamu gak terlihat good looking, itu malah memudahkan aku untuk menceraikan kamu, bahkan sebelum satu tahun," ucap Rangga ketus.
Puspa menahan dirinya agar tetap tenang dan tidak terpancing dengan skap Rangga. Ini sudah berada di rumah Rangga, setidaknya Puspa bisa menjaga sopan santun.
Rangga berjalan lebih dulu dan membuka pintu depan.
"Mama? Mama? Ini ada Puspa," ucap Rangga pelan.
Mama Rangga pun langsung keluar dari dapur dan menghampiri Rangga serta Puspa yang baru masuk.
"Sore Tante," sapa Puspa terlebih dahulu sambil mencium punggung tanga Mama Rangga dengan sopan.
Ia ingat dengan kata -kata ibunya sebelum meninggal. Jadilah wanita yang sopan dan punya harga diri. Nilai kesopanan menentukan langkah kamu selanjutnya. Kebanyakan orang akan terpesona dengan sikap dan akhlak bukan kecantikan, dengan begitu auran kecantikan yang keluar itu dari dalam hati bukan mulus atau tidaknya wajah kamu.
"Puspa?" tanya Mama Rangga memastikan.
"Iya Tante. Puspa Dewi Puspita,' jawab Puspa pelan.
"Uhhh ... Namanya bagus sekali. Ekhemm .. Tante lagi masak, sebentar ya. Kamu duduk saja dulu," ucap Mama Rangga pelan. Ia kembali lagi ke dapur setelah mencium bau -bau sedikit gosong.
Rangga mentap Puspa dengan tatapan datar.
"Aku bantu Mama kamu dulu ya," ucap Puspa pelan. Ia berjalan mengikuti arah yang di lewati oleh Mama Rangga.
Dengan cepat, Puspa berjala menuju dapur dan meletakkan tas slempangnya di kursi makan.
"Tante, biar Puspa bantu," ucap Puspa yang memang hobbi sekali memasak.
Ia melihat daging sapi yang masih di rebus.
"Boleh," ucap Mama Rangga pelan.
"Tante mau masak rendang?" tanya Puspa pelan.
"Iya Puspa, baru mau coba. Belum pernah buat. Panggil Mama saja, kan bulan depan kalian akan menikah," ucap Mama Rangga pelan.
"Ekhemm Iya Ma. Biar Puspa yang buat rendangnya," ucap Puspa pelan. Puspa mulai menghaluskan bumbu dan langsnung mencampurkan bumbu itu ke dalam kuali besar dan did rebus hingga mengental dan matang.
Mama Rangga hanya menatap Puspa dari belakang dan mempersiapkan potongan buah untuk di sajikan di meja makan.
"Mama tinggal sebentar ya," ucap Mama Rangga pelan kepada Puspa.
"Iya Ma," jawab Puspa pelan.
Puspa pun membuat menu makanan lain sebagai teman rendang di meja makan.
skip ...
"Rangga ... Itu bener?" tanya Mama Rangga pelan dan agak gugup.
Rangga asik duduk di sofa ruang tengah sambil bermain game play station.
"Bener apa?" tanya Rangga bingung.
"Itu Puspa? Calon istri kamu?" tanya Mama Rangga keudian sambil menengok ke kanan dan ke kiri melihat situasi dan kondisi.
Rangga mengangguk kecil. Ia takut Mamanya kurang suka pada Puspa. Mama Rangga termasuk perempuan yang perfeksionis dalam mencari pilihn menantu. Sebenarnya setelah putus dari Puspa dulu, ada beberapa perempuan yang sepertinya ingin serius tapi Rangga yang tidak siap. Tapi, beberapa perempuan yang sdah datang dan di kenal oleh Mamanya, taksatu pun Mamanya itu cocok.
"Kenapa? Mama gak suka?" tanya Rangga pasrah.
"Gak. Mama gak bilang gitu. Justru, Mama mau bilang, Mama jatuh hati sama Puspa. Udah cantik, sederhana, dan bisa masak. Kalau perempuan bisa masak, pasti bisa melayani suaminya dengan baik, karena yang terpenting untuk suami itu adalah makanan. Jadi, perempuan itu harus bisa masak," ucap Mama Rangga mantab.
Senyum Rangga langsung terbit dan mengacungkan jempolnya.
"Jadi ... Puspa lolos nih, bisa Rangga nikahi?" tanya Rangga kepada Mamanya.
"Bisa dong. Mau di percepat juga boleh. Eitts ... Tapi tunggu dulu. Mama mau lihat Puspa seperti apa kalau dengan kamu. Jadi jangan senang dulu ya," ucap Mama Rangga pelan.
"Oke," jawab Rangga pasrah. Dalam hati Rangga hanya berharap, Puspa bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Puspa masih sibuk di dapur. Rambutnya sudah di kuncir ekor kuda dan membuat makaroni yang di panggang menggunakan oven.
"Wahhh ... Wangi banget ...." ucap Mama Rangga memuji.
"Bisa di cicipi kok, Ma. Dagingnya sudah empuk dan matang, tapi biarkan kuahnya agak mengental dulu," jawab Puspa pelan.
Mama Rangga pun mengangguk pelan. Ia mengambil sendok dan mulai mencicipi masakan calon menantunya dan ....
"Enak banget, Puspa. Kamu pintar seklai memasak. Ini tuh, dagingnya sudah empuk, bumbunya juga meresap, rasanya pas, gak manis, gak asin dan pedasnya juga pas. Mantap pokoknya," ucap Mama Rngga semakin memuji kelihaiannya memasak Puspa.
"Serius Ma? Enak?" tanya Puspa memastikan.
"Iya. Enak banget. Itu apa?" tanya Mama Rangga tak sabar mencicipi makanan lainnya yang di buat oleh Puspa.
"Makaroni panggang. Cobain Ma,' pinta Puspa lagi.
Dengan penuh semangat Mama Rangga pun langsung mencicipi makaroni panggang yang sudah matang itu.
"Ekhemmm ... Enak juga. Ini resepnya gimana?" tanya Mama Rangga pelan.
"Gampang kok, Ma," jawab Puspa pelan.
"Ajarin Mama, ya," pinta Mama Rangga.
"Iya Ma," jawab Puspa pelan.
Sebelum malam menjelang semua makanan sudah matang dan sudah di prsiapkan dan di tata rapi oleh Puspa. Mama Rangga sejak tadi sudah naik ke atas dan mandi.
Puspa membuatkan es kopi serta waffle untuk Rangga.
"Mas Rangga ... Ini buat kamu," ucap Puspa pelan.
Tepat saat itu Mama Rangga menatap keduanya dari lantai atas. Puspa memang sudah handal. Ia mulai membiasakan diri dengan Rangga agar permainannya tidak terbongkar.
Rangga menoleh ke arah Puspa dan menerima minuman itu.
"Seger banget," ucap Rangga sambil meletakkan stik gamenya.
"Enak, Sayang?" tanya Puspa dengan senyum manisnya.
Rangga menatap Puspa. Senyum manis itu selalu terngiang di pikirannya.
"Kenapa? Gak enak, Sayang?" tanya Puspa pelan dan emngambil es kopi itu lalu di minum oelh Puspa.
"Hemm ... Enak kok," ucap Puspa pelan.
"Memang enak. Manis semanis kamu," ucap Rangga jujur.
"Hah ... Gimana tadi?" tanya Puspa menatap Rangga.
"Gak apa -apa," jawab Rangga ketus.
Ehemmm ... Mama Rangga sengaja berdehem keras.
"Romantis banget sih kalian. Terus mau kapan? Besok?" tanya Mama Rangga yang sudah cukup yakin dengan Puspa.
Kesan pertama sudah membuat Mama Rangga menyukai Puspa. Di tambah lagi, Puspa bisa masak dan tulus kepada Rangga.