Perjodohan?

803 Words
Anindira memperhatikan Evano yang turun dari motor ojek online. Kemudian melirik ke benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Perbedaan mereka sampai dirumah hanya 1 menit, mungkin karena Anindira mampir juga ke super market.  "Oli bekas! Elo keknya lebih cocok jadi tukang ojek deh daripada jadi penumpangnya," teriak Anindira setelah tukang ojeknya pergi.  Evano mendengkus. "Bilang aja kalau elo mau jadi pelanggan gue, ya kan?" tebak Evano dengan percaya diri.  Anindira bergidik, kemudian menjulurkan lidahnya. "Ogah! Ngomong sama elo aja gue males apalagi deket-deket dan diboncengin sama elo, bisa kadas kurapan gue."  Evano sedikit tersulut, tapi bagaimanapun ketika ia membalas lebih kejam yang ada Anindira tidak mau berbicara atau mengobrol lagi dengannya. Ya, walaupun obrolnya sangat tidak bermutu dan terkesan saling ejek-mengejek. Tapi Evano suka, minimal ia bisa melihat wajah kesal Anindira kerena ia goda. "See? Dari tadi elo ngobrol sama gue loh," ungkap Evano membuat Anindira membelalakkan kedua bola matanya. Ah, ia baru tahu ya.  Anindira tergagap menjawabnya, "eh oli bekas. Gue gak berniat ngobrol sama elo, gue cuma pengen ngejek lo. Udah deh ah, ngomong sama oli bekas emang gak bisa nyambung, gobloknya kek pipa rucika, mengalir sampai jauh." Anindira langsung masuk ke dalam rumahnya dengan langkah yang di tentang bentak kan. Memang selalu begini jika Anindira bertemu dengan Evano, pasti tingkahnya seperti anak kecil.  Evano terkekeh, ternyata Anindira bisa melucu juga. Makin menambah poin dari perempuan itu.  "Ngapain senyum-senyum, Van?" tanya Mita membuyarkan lamunan Evano.  "Eh, Ma. Gak senyum-senyum, cuma senam muka aja. Nih kek gini." Lalu Evano memenyok-menyokkan raut wajahnya berusaha membuat gerakan senam wajah.  "Muka udah jelek, gak usah di jelek-jelekkin lagi, Van," ujar Mita sambil menyirami tanaman bunganya, Evano memanyunkan bibirnya.  Mita bisa mempunyai hobi mengkoleksi beberapa bunga juga dari hasutan Anindira. Perempuan itu mengajak Mita untuk mengoleksi beberapa tanaman bunga yang sama. Perempuan itu juga menjelaskan, kalau menanam bunga bisa menambah suasana bahagia ketika ditanam di rumah. Lalu kalau bunga Kamboja gimana tuh?  "Lagian kalau suka mah, deketin. Bukan diejek-ejekkin kek gitu."  Arahan Mita membuat Evano bingung. "Maksudnya, Ma?"  "Ya deketin Anindira, sebelum diambil sama Asep."  "Asep suka juga sama, Dira?" Kali ini Evano terkejut, merasa bahwa ucapan ibunya itu bukan candaan.  Mita mengangguk, ia berfikir bahwa lebih baik ia membohongi anaknya itu. Agar Evano cepat-cepat mendekati Anindira dan menyatakan cintanya.  "Sejak kapan?"  "Ya, mama mana tau, Van."  "Terus, mama tau dari mana kalau Asep juga suka sama, Dira?"  "Eh ngapain lo bawa-bawa nama gue!" Ujar Anindira dengan emosi. Sekarang ia berada di dekat Evano sambil membawa sekotak kue.  Evano gelagapan merasa kepergok.  "Apaan sih, pede banget lo jadi cewek."  Anindira mencibir, "gak usah ngehelak, elo pikir kuping gue gak berfungsi?!"  "Barangkali." Jawab Evano enteng.  Anindira mengepalkan tangannya bersiap meluapkan kemarahannya. Tapi sebelum itu, Mita lebih dulu meredupkan luapan amarah Dira sebelum meluap sepenuhnya.  "Udah-udah, itu kotaknya buat tante kan?"  Anindira mengangguk "iya tante, isinya buat tante. Kotaknya kasih dia aja." Tunjuk Anindira pada Evano.  "Serah lu," Evano lalu masuk ke dalam rumahnya. "Ya, udah tante aku pulang dulu kalau gitu ya."  "Iya, Dira. Makasih loh kuenya."  Anindira mengangguk lalu kembali menuju rumahnya.  "Udah kamu kasihin ke tante Mita kuenya, Ra?"  Anindira mengangguk lalu duduk di sebelah Kaswari yang sedang menghiasi kue. Setiap hari Kaswari selalu berkutat dengan kue.  "Eh, kamu bukannya mau ngobrolin soal bunga sama tante Mita?" Seingat Kaswari sebelum pergi kerumah tetangga di depan rumahnya itu Anindira sempat bilang bahwa ia ingin membahas beberapa bunga yang akan Anindira rekomendasikan lagi kepada Mita.  "Jadi males ma setelah liat muka Evano."  "Kamu tuh konflik terus sama Evano."  "Ya karena dia musuh Dira!" Kesal Anindira.  "Tetangga kok dibilangin musuh. Ati-ati entar bisa jadi suami loh."  Anindira mengetok-ngetok tangannya di kepala lalu beralih ke meja hingga berulang sampai tiga kali.  "Amit-amit!"  "Huss! Mulut kamu di jaga itu, bisa kemakan omongan sendiri nanti."  "Ya abisnya mama, Anindira gak bisa ngebayangin gimana jadinya kalau Evano jadi suami Dira."  "Ya bahagia," goda Kaswari.  "Mama!"  Kaswari terkekeh, ia tak habis pikir dengan pikiran anaknya. Padahal Anindira sudah berusia 24 tahun dan sampai sekarang enggan untuk mencari pasangan.  "Kamu itu udah 24 tahun, Ra. Udah gak kecil lagi, udah dewasa bahkan."  Anindira menunduk lesu "iya. Anindira tau, ma." "Ya terus nunggu apa lagi? Kamu anak satu-satunya mama loh. Atau mau mama kenalin sama anak temen mama?"  Ada tatapan ragu di mata anaknya itu, tapi Kaswari tau kalau Anindira juga penasaran.  "Ganteng gak?"  Seketika Kaswari menonyor kepala anaknya, "jangan gantengnya yang dicari!"  Anindira memanyun, "yaudah, asal jomblo kenalin aja sama Dira."  Sebenarnya bagi Anindira tidak susah mencari jodoh, hanya saja ia malas untuk kenal dengan sosok yang belum ia kenal pasti. Dengan pilihan orang tuanya ia yakin, laki-laki itu pasti sesuai kriterianya. Karena Anindira tau jika Kaswari memahami betul kriteria anaknya.  "Bener kamu mau?" Binar tak terelakkan dari mata Kaswari.  "Iya ma. Tapi mama gak berniat jodohin aku sama laki-laki itu kan?" Dira menaikkan sebelah alisnya. "Iya, mama gak jodohin kamu kok. Mama cuma mau kenalin kamu sama anak temen mama aja. Siapa tau kalian saling cocok, kan?"  Anindira tersenyum. Ia melihat rasa bahagia di wajah Kaswari. Ia yakin apapun yang orang tuanya pilihkan adalah yang terbaik, kecuali orang tuanya memilihkan Evano sebagai suaminya. Itu akan menjadi  sebuah musibah  bagi Anindira. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD