When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Ravin duduk di kursi yang berada di teras, tentu saja terlindung dari rintik hujan yang masih mengguyur kota malam ini. “Hujannya awet seperti pakai pengawet,” ujar ayah Angel, tadi Angel sempat memperkenalkannya sebelum masuk ke dalam. “Mungkin kataknya masih bernyanyi pak, jadi hujannya belum berhenti,” tambah Ravin. Ayah Angel sampai terkekeh. “Harusnya kamu bawa gitar biar makin merdu nyanyinya,” timpal ayah Angel. “Jangan dong, banjir nanti,” ucap Ravin sambil tertawa. “Iya juga ya, tapi semoga cepat reda, kasihan,” ucap ayah Angel. “Kasihan sama perumahan yang jadi langganan banjir ya pak?” “Bukan. Kasihan sama kataknya nanti suaranya habis kalau nyanyi terus,” ocehnya membuat Ravin meledakkan tawanya. Hal itu tak ayal menjadi perhatian Darren yang mengintip dari balik c