Arsel masih menjalankan mobilnya membelah ibukota. Sejak menyelesaikan makan mereka, wanita di sampingnya ini lebih banyak diam. Tepatnya ketika ia menggodanya tentang isi bukunya. Katakanlah ia nekad, karena selalu membuat wanita ini kesal, tapi dengan begitu hati Arsel justru bahagia. Serba salahkan? Ingin bahagia tapi harus membuat orang emosi. "Mau aku antar kemana?" tanyanya sambil menoleh pada Khansa yang memilih untuk menatap kaca samping. Hey, apakah wajahku kurang tampan hingga ia lebih memilih menatap jalanan yang macet itu? Bukankah hanya mobil yang bisa dilihat di sana. Apa bagusnya coba? Khansa menoleh, ia inginnya sih menolak satu mobil dengan lelaki ini, tapi ternyata Arsel terlalu memaksa. Lagi-lagi ia menurut masuk ke dalam mobil lelaki ini. Khansa menghela napas.