“Noah, setelah aku keluar dari sini, aku ingin-” Seina, mencoba mengusir pria itu. Namun, alih-alih menuruti permintaan itu, Noah malah mendekat. Seina sempat mundur sedikit, tetapi ruang geraknya terbatas karena ranjang. “Noah, aku serius. Jangan mendekat!” Seina memperingatkan dengan nada tinggi. Tapi sebelum ia bisa berkata lebih jauh, Noah sudah mencondongkan tubuhnya. Dalam sekejap, bibir Noah menyatu dengan bibirnya. Seina membelalak, tubuhnya menegang. Ia mencoba melawan, tetapi Noah memegang tangannya dengan kuat, membuatnya tak berdaya. Amarah dan ketidakberdayaan bercampur jadi satu dalam dirinya. Noah menciumnya dengan brutal. Dia seperti menemukan oase di tengah gurun pasir. Seina yang awalnya diam pun akhirnya kalah. Gerakan bibir dan lidah Noah mampu menghilangkan akal