3. Perkara seprai pink

1005 Words
Senyuman getir terulas dari bibir ranum Kara ketika buku catatannya di sobek oleh teman kelasnya yang begitu tak menyukainya sejak pertama melihat Kara, dia adalah Valen. Laki-laki, yang begitu berambisi membully Kara setiap hari. Kara menggigit pelan bibirnya, berusaha menahan dirinya untuk tak menangis setiap kali dirinya di bully, mau itu secara fikis, ataupun batin oleh Valen atau yang lainnya. "Gue yakin, lo pasti bakalan di hukum karna gak ngumpulin tugas dari Bu Indri." Ledek Valen, tertawa mengejek. "Gakpapa, aku udah biasa." Valen berdecih pelan. Setiap kali Valen membully Kara, pasti Kara hanya diam dan tersenyum getir menerima semua tindakan Valen. Dan itu sangat membingungkan bagi Valen. "Pagi, semuanya." Sapa seorang guru ketika memasuki kelas Kara. Valen segera duduk ke bangkunya dengan berseringai puas, karna sebentar lagi pasti Kara akan di suruh ke luar dan berlari memutari lapangan. "Minggu kemarin saya memberikan tugas pada kalian, dalam waktu satu minggu itu saya harap kalian sudah selesai mengerjakannya. Silahkan di kumpulkan." Ucap Bu Indri terdengar sangat tegas. Valen menoleh ke belakang, menatap Kara dengan tatapan mengejek. Dan berucap 'Mampus lo' tanpa suara. Kemudian pergi mengumpulkan tugasnya dan membisikan sesuatu pada Bu Indri, yang reflek langsung menatap Kara. Kara meremas ujung rok nya tanpa berani mendongakan kepalanya. "Kara, mana tugas kamu?" Tanya Bu Indri. "T-tugasnya belum selesai, bu." Bohong Kara. "Kamu ini, kenapa bisa belum selesai. Waktu satu minggu itu banyak, kenapa gak selesai. Sekarang keluar, lari keliling lapang tiga putaran, dan kembali ke kelas." Perintah Bu Indri. Kara menunduk patuh, kemudian berjalan keluar kelas dengan terus menundukan kepalanya. Setelah sampai di lapangan. Kara langsung berlari memutari lapangan dengan di temani cahaya matahari yang begitu terik di atas langit. Beberapa kali, Kara mengelap keringat di dahinya dan menatap ke atas hingga matanya yang terhalangi kecamata menyipit. "Satu putaran lagi, semangat." Ucap Kara, menyemangati dirinya sendiri. Kara memelankan langkah kaki nya ketika matanya melihat ke ujung koridor kelas sebelas yang dilalui oleh Samuel dan satu temannya yang nampak santai berkeliaran di luar, walaupun sedang jam belajar. Kara segera menundukan kepalanya dan kembali berlari ketika Samuel balas menatap kearah lapangan atau lebih tepatnya pada Kara sendiri. Setelah menyelesaikan lari nya, Kara segera pergi menuju kelasnya dengan terburu-buru. Tanpa memperhatikan Samuel yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sangat aneh. "Ngeliatin siapa sih lo, perasaan gak ada yang cakep, lewat." Tanya Fares menatap sekeliling mencari sumber yang di perhatikan Samuel. "Gak ada." Fares mengkerutkan keningnya kemudian mengangkat bahunya acuh, saja. Namun mendadak mata Fares terbelalak kaget ketika melihat seorang guru dengan kumis hitam tebal yang begitu menakutkan dengan rotan di tangannya, di arahkan pada mereka. "Gawat, lari Sam." Ujar Fares dan berlari berputar arah, untuk menghindari guru berkumis tebal itu. "Sial." Umpat Samuel ketika Fares sudah lebih dulu berlari meninggalkannya. "Samuel. Mau kabur kemana lagi kamu. Saya udah cape kejar-kejaran terus sama kamu, emangnya kamu pikir ini film india!!" Kesal Pak Jama, guru berkumis tebal itu. Samuel berdecak kesal ketika pak Jama berhasil menangkapnya dan memukul lengannya yang ber tatto. "Kenapa tato ditangan kamu tambah banyak. Kamu ini anak sekolah. Saya udah suruh kamu hapus bukan malah di tambah lagi kaya gini. Mau jadi preman kamu!!" Kesal pak Jama. "Tato jelek kaya gini, apa bagusnya." Jika bukan karna usianya lebih tua darinya. Samuel pasti sudah menghajar habis pak Jama ketika menceramahinya dan menghina tato di tangannya. "Orang tau saya aja gak mempermasalahkan. Jadi, hak bapak apa nyuruh saya buat hapus tato di tangan saya ini." Ucap Samuel sinis kemudian berjalan pergi meninggalkan pak Jama yang sedang menahan emosinya. "Samuel, kamu saya skor!" Teriak pak Jama. Dan di balas acungan jari tengah dari Samuel tanpa membalikan badannya. Laknat memang. ****** Kara menatap bingung Samuel yang nampak kesal ketika pulang, setelah berkumpul bersama temannya, seperti biasanya. Kara menaruh serbet yang di pegangnya, lalu menghampiri Samuel yang kini tengah duduk disofa dengan mata yang terpejam. "Kamu mau makan atau mau mandi dulu, biar aku siapin." Tanya Kara sembari mengambil tas sekolah Samuel yang tergeletak di lantai dan menaruhnya ke atas sofa. Samuel menggeleng pelan dan membuka mata nya, menatap Kara. "Gue haus, ambilin gue air dingin." Ucap Samuel. Dengan cekatan, Kara langsung pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Dan kembali ke ruang tamu menghampiri Samuel. "Ini. Kamu benaran gak mau makan?" Samuel mengambil air minum yang di berikan Kara, dan meminumnya hingga habis. "Gue gak laper, lo makan duluan aja. Gue mau ke kamar." Balas Samuel sembari memberikan gelas yang sudah kosong, pada Kara. Dan pergi menuju kamarnya. "Eh tapi kam-" Kara menghentikan ucapannya ketika Samuel sudah terlanjur masuk ke dalam kamarnya. Kara segera menaruh gelas yang di pegangnya ke meja dan buru-buru pergi ke kamar Samuel. "Arga, aku minta maaf. Tadi pas aku mau bersihin kamar kamu, aku gak sengaja numpahin pembersih lantai ke kasur kamu. Pas mau aku ganti seprainya, malah gak ada yang baru di lemari kamu, yaudah aku pake seprai punya aku aja. Maaf." Jelas Kara panjang lebar ketika sudah menerobos masuk ke dalam kamar Samuel. Dan melihat Samuel yang berdiri diam menatap lurus kasurnya yang di lapisi oleh seprai merah muda, milik Kara. Samuel mengedipkan matanya dua kali dan membalikan badannya menatap Kara yang jauh lebih pendek dari nya. Yang saat ini sedang menatapnya memohon maaf dengan menyatukan ke dua tangannya. "Maaf." Cicit Kara, saat Samuel terus menatapnya tanpa berbicara apapun. Hingga membuat Kara di redup rasa takut. Dengan sedikit ragu Kara mendongakan kepalanya dan kembali menunduk ketika pandangan mereka bertemu. "Aku bener-bener gak sengaja." Ucap Kara dengan terus menunduk dan memainkan jari-jari tangannya. Cukup lama diam, hingga akhirnya terdengar suara helaan nafas keluar dari bibir Samuel. "Gak ada warna lain?" Kara menggelengkan kepalanya pelan dan menatap Samuel penuh harap, agar tidak marah pada dirinya. Samuel memijit pelan pangkal hidungnya dan kembali menghela nafasnya. "Gue mau mandi." Ucap Samuel, terkesan begitu dingin. "Yaudah aku keluar, maaf." Setelah Kara keluar dari kamarnya, Samuel langsung mengacak-ngacak kasar rambutnya dan memaki pelan. Ini untuk pertama kali ada ada sesuatu yang berwarna merah muda pada kamar Samuel. Dan parahnya lagi itu adalah tempat tidurnya, yang pasti akan di gunakannya untuk beristirahat. "Shit!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD