Bab 7 - Hotel Sultania

1367 Words
Seminggu sebelum Aslan ketemuan dengan Niken.... “Tuan Aslan,” panggil Henky saat Aslan hendak menuju mobilnya. Henky adalah pengelola klub malam tempat Aslan biasa menghabiskan waktu saat ada masalah atau sedang bosan. Tak bisa dimungkiri Aslan juga pria normal yang membutuhkan seorang wanita untuk memuaskan hasratnya. Maka dari itu jika sedang 'ingin' Aslan tak pernah memilih memilih mendatangi tempat hiburan malam yang Henky kelola tersebut. Aslan menghentikan langkahnya. “Ada apa?” “Apa kabar? Rasanya sudah lama Tuan tidak mampir ke tempat saya.” “Bagaimana lagi? Saya sibuk,” balas Aslan. “Sayang sekali. Padahal saya punya barang bagus,” kata Henky terdengar persuasif. “Sebagus apa?” Aslan bertanya bukan karena tertarik. Ia hanya penasaran karena Henky sampai datang ke sini untuk menawarkannya secara langsung. “Perempuan ini bukan hanya cantik, tapi pandai merawat tubuhnya,” kata Aslan. “Dan terutama … dia masih muda dan perawan. Tuan tahu sendiri kalau ini barang yang agak langka di klub.” “Yakin masih muda?” “Masih awal dua puluhan, Tuan. Saya tahu Tuan lebih suka yang masih muda-muda begini.” “Benar, saya punya banyak pengalaman buruk saat berhadapan dengan perempuan yang usianya seumuran saya. Maka dari itu saya memang mencari yang muda.” “Tepat sekali. Makanya saya hanya berani menawarkannya pada Tuan.” “Wow, saya merasa terhormat,” balas Aslan. “Ada fotonya?” “Tentu saja.” Henky lalu mengeluarkan ponselnya dan mencari foto Niken yang sudah ia simpan. Foto itu tentu membuat Aslan terkejut lantaran sangat familier. Sampai kemudian Aslan menyadari foto itu sangat mirip dengan Niken di aplikasi kencan yang sebulan ini intens berinteraksi dengannya. “Ada foto lain?” tanya Aslan untuk memastikan sekali lagi. “Tentu, hanya perlu menggeser layar.” Tidak salah lagi. Ini Niken yang sama! “Namanya Niken Novalia Anjani, Tuan.” Ini menarik. Bukannya apa-apa, Niken yang Aslan kenal itu bukan tipe yang akan menjual tubuhnya. “Saya ambil,” kata Aslan tanpa ragu. Henky tersenyum senang. “Sekarang, mari kita bahas harganya dulu.” “Berapa pun akan saya bayar.” *** Hari ini…. Aslan Danendra. Usianya memang sudah empat puluh tahun sekarang, tapi tubuhnya bisa dikatakan lebih bagus jika dibandingkan pria-pria seusianya yang kebanyakan perutnya sudah membuncit. Selama ini Aslan selalu menjaga pola hidupnya dengan sebaik mungkin. Ditambah lagi, pria itu sangat tampan dan kaya raya sehingga tak heran jika menjadi incaran kaum hawa meskipun usianya sudah menginjak kepala empat. Aslan bahkan pantas jika debut sebagai aktor melalui agensi yang beberapa tahun ini dikelolanya, Connect. Namun, pria itu lebih suka duduk di balik layar sebagai CEO sekaligus owner-nya. Sama sekali tak berminat menjadi aktor. Sejauh ini, Connect menaungi banyak artis yang beberapa di antaranya cukup populer. Aslan tahu betul, banyak artis wanita di bawah naungan Connect yang tertarik padanya, tapi Aslan yang sudah tahu bagaimana karakter mereka … tentu tak berminat untuk memacari atau sekadar jadi teman tidur artis-artisnya itu. Aslan juga tidak mau masuk dalam jebakan sehingga harus menikahi mereka hanya karena sudah menghabiskan malam bersama. Bagaimana tidak, Aslan cukup peka untuk tahu bahwa mereka terindikasi lebih menyukai hartanya dibandingkan dirinya. Ya, jika bukan karena Aslan kaya raya, mereka belum tentu mau mendekatinya. Itu sebabnya Aslan selalu berhati-hati dengan makhluk bernama wanita. Cinta? Aslan belum terlalu percaya apakah cinta benar-benar ada. Sejauh ini, Aslan selalu berakhir dimanfaatkan alih-alih dicintai. Hal itu membuat Aslan sangat berhati-hati dalam memilih pasangan sehingga di usianya saat ini, pria itu masih belum menikah. Dengan kekayaan melimpah yang Aslan miliki, membuat pria itu merasa tidak mudah menemukan wanita yang tulus mencintainya. Itulah salah satu alasan yang membuatnya memutuskan memasang dating app di ponselnya beberapa bulan belakangan ini. Aslan beberapa kali ketemuan dengan wanita dan selalu berakhir dengan pengalaman buruk. Wanita yang ditemuinya lebih tergiur dengan uangnya. Terakhir kali Aslan ketemuan dengan wanita yang secara random berkenalan dengannya melalui aplikasi kencan adalah hari ini. Dan untuk pertama kalinya Aslan bertemu wanita yang sangat berbeda dengan wanita-wanita yang pernah ditemuinya. Namanya Niken. Sebenarnya perkenalan mereka itu sekitar satu bulan lebih yang lalu. Mereka aktif berbagi cerita dan menjadi teman ngobrol via chat setiap hari. Obrolan yang nyambung serta komunikasi yang nyaman membuat mereka sepakat untuk bertemu. Sebenarnya Aslan ingin sekaligus menguji Niken. Ia sengaja langsung mengajak tidur bersama dengan bayaran yang mahal. Bukankah itu yang Niken inginkan sehingga harus menggunakan Henky untuk mencari pria kaya yang mau membayar mahal tubuhnya? Sayangnya setelah bertemu, Niken tidak tertarik padanya. Apalagi uangnya. Jika kamu menolak tidur dengan saya, lalu untuk apa kamu mendaftarkan dirimu untuk dijajakan oleh Henky? “Pak Aslan?” Suara Hendro, asisten pribadi Aslan membuyarkan segala lamunan Aslan tentang Niken. Rupanya mereka sedang berdiri di depan lift yang pintunya terbuka dan siap membawa mereka ke basemen di mana mobil Aslan diparkirkan. Namun, Aslan malah terus berdiri dan tidak kunjung masuk pada lift. “Ada yang ketinggalan di ruang kerja Bapak?” tanya Hendro. “Tidak. Mari kita pulang sekarang,” jawab Aslan sambil melangkah masuk ke lift sebelum pintunya kembali tertutup. Sedangkan Hendro mengikutinya. Pintu tertutup lalu lift mulai bergerak turun. “Jangan lupa suruh Mario menemui saya besok,” perintah Aslan. Mario adalah salah satu aktor di Connect. “Baik Pak, sudah saya sampaikan ke manajernya.” “Dia sedang naik daun. Bisa-bisanya membuat ulah yang bisa merusak reputasinya,” kesal Aslan. Lift tiba di basemen dan mereka pun berjalan menuju mobil Aslan. Hendro membukakan pintu belakang mempersilakan bosnya masuk, sedangkan dirinya yang akan menyetir. “Kita langsung pulang, Pak?” tanya Hendro saat sudah duduk di kursi kemudi. “Ya.” Tak lama kemudian, mobil yang Hendro kemudikan mulai bergerak meninggalkan area basemen menuju hotel Sultania yang menjadi tempat tinggal Aslan selama ini. Ya, Aslan memang tinggal di hotel milik orangtuanya. Lebih tepatnya di griya tawang. Mobil terus melanju. Aslan menoleh ke samping di mana menampilkan pemandangan di malam hari. Niken, sudahkah kamu membuka paperbag berisi kartu akses yang saya berikan? *** Setelah menandatangani prosedur persetujuan untuk tindakan operasi sekaligus memberikan uang muka sebesar sepuluh juta pemberian dari Kamila, kepada staf rumah sakit Niken menjamin akan melunasi biaya operasinya paling lambat besok siang. Rencananya Galih akan dioperasi malam ini juga dan bisa dipastikan Niken tak akan bisa menunggu pria itu di depan pintu ruang operasi karena Niken harus datang ke tempat Aslan dan menyerahkan dirinya. Sungguh, Niken benar-benar tak punya pilihan lain. Ia seperti sedang berada di lorong yang gelap dan tanpa ujung, lalu Aslanlah satu-satunya harapan yang bisa memberinya cahaya. Keluar dari ruang administrasi, Niken langsung disambut oleh Henky. Kenapa pria tua itu ada di sini, sih? Menyebalkan sekali. “Sudah siap?” tanya Henky. “Apanya yang siap?” “Saya akan mengantarmu ke tempat Tuan Aslan.” Niken memang akan menemui Aslan, tapi bukan sebagai perempuan suruhan Henky yang akan menghibur Aslan, melainkan Niken datang sebagai teman kencan pria itu. Teman kencan yang dibayar. “Astaga. Anda nggak mengerti bahasa Indonesia? Entah berapa kali aku bilang kalau aku nggak berminat kerja sama dengan Anda. Silakan cari perempuan lain.” Henky sulit percaya karena menurutnya Niken mustahil bisa mendapatkan uang lebih banyak dari yang ditawarkannya terlebih dalam waktu singkat. “Tolong jangan temui aku lagi,” pinta Niken. “Ah, biarkan aku yang mendatangi Anda sendiri untuk membayar semuanya besok.” “Ini mustahil,” balas Henky. “Apa yang akan kamu lakukan?” “Menghasilkan uang lebih banyak dari yang Anda tawarkan dalam semalam.” “Caranya?” “Kenapa aku harus memberi tahu Anda, Pak?” Setelah mengatakan itu, Niken bergegas meninggalkan Henky. Henky yang tampak frustrasi sekaligus tak habis pikir karena ia sudah berjanji pada Aslan kalau Niken pasti bersedia menemaninya malam ini. Namun, Henky gagal total. Sementara itu, Niken yang keluar dari area rumah sakit, mencoba mencari taksi yang sudah dipesannya lewat aplikasi. Begitu menemukan taksi yang dipesannya, Niken langsung masuk. Seiring taksi yang mulai melaju, Niken menatap ke luar jendela yang hanya menampilkan pemandangan jalanan di malam hari. Hidup memang tidak terduga dan penuh kejutan. Niken tak pernah membayangkan akan datang ke hotel pada hampir tengah malam seperti ini hanya untuk menemui seorang pria dan melayaninya. Niken bahkan sudah berdandan, juga berpenampilan cantik dan rapi. Baiklah, sebut Niken gila. Ya, aku memang gila.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD