Bab 10

1205 Words
Bella menatap putri kesayangannya sedari tadi terus mengaduk-aduk makanannya. “Kenapa makanannya tidak kamu makan? Kamu sakit sayang, wajahmu terlihat pucat.” “Enggak, Mom. Alisa baik-baik saja, hanya—” Tiba-tiba Alisa merasakan sesuatu yang bergejolak di perutnya, segera ia berlari ke arah wastafel dan muntah di sana. Namun tak ada yang keluar dari mulutnya. “Sayang kamu baik-baik saja?” tanya Bella dengan raut wajah khawatirnya. “Mom, a—aku ...” Alisa langsung jatuh tak sadarkan diri membuat Bella menjerit ketakutan dan berteriak memanggil para pelayan. Dokter pun datang tak lama kemudian untuk memeriksa keadaan Alisa. “Bagaimana Dok? Apakah putriku baik-baik saja?” tanya Bella. “Putri Anda baik-baik saja Nyonya,” jawab Dokter tersebut. “Lalu, kenapa putriku terus muntah bahkan wajahnya pucat sekali.” “Itu hal yang wajar di alami oleh wanita yang sedang mengandung di awal trimester pertama.” “APA? HAMIL?” “Ya Nyonya, usia kehamilannya di perkirakan baru masuk beberapa minggu. Untuk lebih jelasnya lagi, silakan cek up di rumah sakit.” “Tidak! Ini tidak mungkin, Dok, putriku tidak mungkin hamil, diagnosa Anda pasti salah.” “Saya tidak mungkin salah Nyonya. Jika Anda tidak percaya, silakan bawa putri Anda ke rumah sakit untuk melakukan pengecekan ulang.” “Tidak, tidak, tidak ... Alisa tidak mungkin hamil,” gumam Bella masih tidak percaya dengan pernyataan Dokter tersebut. “Saya sudah meresepkan beberapa vitamin dan obat anti mual untuk putri Anda. Jika tidak ada lagi, saya pamit undur diri.” Dokter tersebut pun keluar meninggalkan Bella yang terpaku menatap putrinya yang terbaring. “Engh ...” suara rintihan menyadarkan Bella dari lamunannya. “Mom ...” panggil Alisa yang mendapat tatapan tajam dari Bella. Sebuah tamparan langsung di layangkan oleh Bella pada putri kesayangannya. PLAK “Dasar anak tak tahu diri! Untuk apa aku menyelokahimu tinggi-tinggi jika kelakuanmu sama seperti jalang di luar sana!” “Apa maksud Mommy?” “Tak usah kamu menutupinya lagi, Mommy sudah tahu semuanya!” Tubuh Alisa menegang. “Siapa yang menghamilimu?” “Mom ...” panggil Alisa dengan air mata yang sudah mengalir. “Aku tanya sekali lagi, siapa yang menghamilimu Alisa?” “Mom ... maafkan aku ... aku ...” Sebuah tamparan kembali mendarat di wajah cantik itu. “SIAPA?” bentak Bella dengan wajah merah amarah. “Evan,” jawab Alisa dengan suara tangisannya. Bella kehilangan keseimbangan tubuhnya setelah mendengarnya sedangkan putrinya itu tak berhenti melontarkan kata maaf kepadanya. “Gugurkan!” “Apa?” “Gugurkan kandunganmu,” ulang Bella sambil menatap mata putrinya yang sudah bengkak akibat menangis. “Tidak Mom, aku tidak mau,” ucap Alisa sambil melindungi perutnya. “Aku bilang gugurkan! Jangan bodoh Alisa! Usiamu masih muda dan jalanmu masih panjang. Jangan hancurkan masa depanmu dengan melahirkan anak ini!” Alisa menggelengkan kepalanya. “Mom, hidupku tidak akan hancur ... Evan, Evan bukanlah laki-laki dari kalangan biasa. Dia adalah cucu dari keluarga Moronski.” Bella langsung terdiam setelah putrinya menyebut nama keluarga laki-laki yang telah menghamilinya. “Apa kamu yakin dia akan bertanggung jawab?” Dengan pelan, Alisa menganggukkan kepalanya. “Baiklah, suruh Evan secepatnya membawa kedua orang tuanya menemuiku.” Alisa kembali mengangguk kepalanya. “Juga, simpan baik-baik kehamilanmu itu. Jangan sampai ada yang tahu bahwa kamu tengah mengandung, karena itu akan merusak nama baik keluarga. Mengerti kamu?” Alisa hanya bisa mengangguk kepalanya sebagai jawaban. Sungguh tidak pernah terpikirkan oleh Bella bisa seperti ini. Ia sudah lalai dan terlalu membebaskan putrinya melakukan apa pun yang disukai. Sejujurnya ia juga tidak ingin menggugurkannya, siapa yang tidak mau memiliki seorang cucu dan menjadi nenek? Tapi semuanya harus Bella lakukan, ia tidak ingin membuat Libert murka dan mengusirnya. Mengingat semua perjuangannya untuk bisa mencapai posisi sekarang, Bella tidak ingin semuanya hancur karena janin yang dikandung oleh Alisa. Tidak apa-apa ia kehilangan cucunya saat ini daripada harus kehilangan semua kemewahan ini. **** Kaylee yang baru selesai mandi tak sengaja melihat para pelayan tengah bergosip. Gadis itu berjalan menghampiri mereka dan bertanya, “Apa yang sedang kalian bicarakan?” “Eh! Nona, i—itu—” gagap salah satu pelayan. “Kami sedang membicarakan nona Alisa yang jatuh tak sadarkan diri, Nona.” “APA?” kejut Kaylee saat mendengarnya. “Lalu, bagaimana keadaannya sekarang? Apa Alisa baik-baik saja?” “Kami tidak tahu Nona. Setelah dokter datang, kami di suruh keluar oleh Nyonya.” “Bisakah kamu mencari tahu keadaan Alisa untukku?” mohon Kaylee sambil menggenggam tangan wanita itu. “Tentu Nona. Anda pasti begitu mengkhawatirkan keadaan Nona Alisa?” Kaylee mengangguk. “Walaupun selama ini dia begitu jahat kepadaku, dia tetap adikku.” “Betapa baik hatimu Nona.” Semuanya pun setuju dengan pernyataan dari wanita itu. Semua ini disebabkan oleh ketidakkesabarannya bertemu dengan Austin. Kaylee berlari dari rumahnya menuju halte bus. Jantungnya berdegup kencang begitu juga nafasnya tak beraturan. Dilihatnya jam tangan yang melingkar manis di tangannya. Sepuluh meminta lebih cepat dari biasanya ia tiba. Kaylee akan menunggu laki-laki itu muncul. Dan benar saja, tak selang lama, laki-laki itu muncul dari arah belakangnya. Dor! Kaylee terlonjak kaget, refleks memutar tubuhnya dan menatap tajam sang pelaku. Gelak tawa laki-laki itu langsung pecah, mengabaikan raut marah gadis chubby di depannya. “Sudah puas tawanya?” cetus Kaylee sambil melipat tangannya di depan dadanya. Austin menggeleng kepalanya masih dengan tawanya, laki-laki itu berkata, “Harusnya aku mengambil video dirimu saat ku kejutkan tadi. Sungguh ... wajahmu terlihat begitu lucu,” lanjutnya kembali tertawa. Wajah Kaylee semakin bertekuk dan memerah, tak dapat menahan amarahnya lagi. Gadis itu langsung melayangkan tendangan tepat pada tulang kering Austin hingga laki-laki itu seketika merintih kesakitan sambil memegang kakinya. “Auch!” “Rasakan!” batin Kaylee dalam hatinya sambil tersenyum menyeringai. “Ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ujar Kaylee. “Apa?” “Tidak di sini. Nanti saja saat jam istirahat, kita bertemu di rooftoop.” “Baiklah,” jawab Austin lalu mengacak rambut Kaylee hingga berantakan dan bertepatan bus telah datang, segera ia lari memasuki bus. “Austin!” **** Alisa memasuki kelas dan mencari keberadaan seseorang. Tidak menemukannya, gadis itu menghampiri salah satu siswi yang duduk di barisan paling depan. “Apa Evan sudah datang?” Gadis tersebut menggelengkan kepalanya. “s**t!” maki Alisa memukul keras meja di hadapannya hingga membuat semua yang ada di dalam kelas tersebut terlonjak kaget. “Kalian semua! Ada yang tahu, kenapa Evan belum masuk?” Diam, tidak ada satu pun yang menjawab pertanyaan tersebut dan itu membuat Alisa jengkel. “Kau?” tunjuknya sembarangan. “A—aku?” tunjuk laki-laki pada dirinya sendiri. “Yah kau, jawab pertanyaanku.” Laki-laki itu langsung menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu.” “Argh!! Teman macam apa kalian semua, teman sendiri tidak masuk pun kalian tidak tahu.” “Hei Alisa!” panggil salah satu siswa. “Gak salah kamu? Bukannya kamu pacarnya, harusnya kamu lebih tahu alasan kenapa Evan tidak masuk.” Semua tampak setuju dengan perkataan laki-laki tersebut. Tak menemukan sosok yang ia cari, tanpa basa basi Alisa langsung pergi tanpa memperdulikan mereka semua yang terang-terangan membicarakan dirinya. Jika saja tidak ada hal penting yang harus ia urus, sudah diberi pelajaran mereka semua karna telah berani mengataiku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD