Bab 9. Dua orang yang patah hati

1621 Words
Lembayung menoleh kekanan dan kekiri merasa sungkan ketika Arka menjemputnya di depan lobby. Teman-teman kantor Lembayung yang keluar bersama Lembayung tampak menggodanya ketika mereka menyadari Lembayung dijemput pria tampan yang mapan dengan mobil mahal. “Mas Arka kenapa jemput disini sih? Aku jadi kaya ani-ani dijemput Om-om!” keluh Lembayung saat masuk ke dalam mobil Arka dengan terburu-buru. “Seharusnya kamu bangga dong, minimal ada pencapaian di dalam hidup, walau cuma dianggap ani-ani,” jawab Arka asal dan segera mengendarai mobilnya menuju suatu tempat. “Mau kemana kita?” tanya Lembayung. “Ke apartemen kakak kamu,” jawab Arka pendek tanpa menoleh pada Lembayung. “Ngapain kesana sih?! Aku lapar!” “Masih ada barang-barang kakakmu yang tersisa, aku ingin menitipkannya sama kamu.” “Idih, kirim gosend kan bisa… aku lapar…” “Barangnya gak banyak…” “Aku lapar.” “Iya, nanti aku kasih makan! Bisa gak sih kamu tuh punya empathy sedikit sama aku?! Ck! Aku ini lagi patah hati gara-gara Amara,” keluh Arka tak sabar mendengar kerewelan Lembayung. “Gak cuma mas Arka yang patah hati! Aku juga! “ “Patah hati sama siapa kamu?” “Mas Raga! Calon suami mbak Mara itu cinta pertamaku!” Mendengar jawaban Lembayung, Arka melirik gadis yang tampak merengut disampingnya itu perlahan. Ia jadi teringat Amara yang suka bercerita ulah Lembayung yang kasmaran pada teman SMA yang juga tetangganya itu. Bahkan Amara sering kali menertawakan perasaan Lembayung. Teringat gadis polos itu sampai berani pergi sendirian untuk mabuk agar bisa melupakan kesedihannya, membuat Arka sadar, bahwa perasaan Lembayung pada Raga lebih dari sekedar kekaguman biasa. Lembayung mungkin jujur, ia kehilangan cinta pertamanya. “Sudah jangan sedih, kamu mau makan apa? Nanti mas pesenin di apartemen,” ucap Arka sambil mencolek ujung hidung Lembayung yang mancung. “Kok pesen online makannya? Ke Mall dong mas,” rengek Lembayung. “Halah, kamu naik mobil aja takut dibilang ani-ani, sekarang pengen makan di Mall, bukannya makin kaya ani -ani? Kita makan di apartemen saja, aku sedang tidak mood untuk makan dimanapun,” jawab Arka perlahan. “Iya aku juga,” jawab Lembayung pelan. Kedua orang yang tengah patah hati itu akhirnya terdiam selama perjalanan, seolah mencoba untuk bertahan diantara perasaan mereka yang terluka. Tak lama Arka dan Lembayung sampai di apartemen dimana Amara tinggal. Lembayung pun tampak familiar karena sering mengunjungi Amara kesana. Dulu ia selalu berkhayal bisa se sukses kakaknya, punya jabatan tinggi, gaji besar dan pacar kaya seperti Arka. Kini ia rasanya tak ingin apa-apa lagi. Hanya bisa dicintai ternyata lebih diinginkan Lembayung daripada semua ini. Arka segera membuka blazernya saat mereka masuk dan menghempaskannya keatas sofa. Lembayung menatap ruangan apartemen besar itu dan melihat banyak barang-barang dan pakaian Arka yang bertebaran dimana-mana, menandakan Arka yang meninggali tempat ini. Saat Arka memesan makanan, Lembayung mengumpulkan dan merapikan barang-barang Arka yang berceceran. Apartemen sebagus itu seharusnya terlihat rapi dan indah. Arka sedikit termenung ketika ia menoleh dan melihat Lembayung dengan sigap merapikan semua barangnya dan dalam hitungan beberapa menit, ia bisa melihat sebuah ruangan rapi. “Gak usah diberesin, besok akan ada orang yang akan merapikannya,” ucap Arka sambil mengambilkan air minum untuk Lembayung. “Apartemen ini bagus mas, sayang rasanya kalau jadi berantakan. Sejak aku marah sama mbak Amara dan mas Raga, aku jadi selalu beres-beres. Membersihkan segala sesuatu seolah therapy untukku, apalagi setelahnya melihat semuanya bersih dan rapi, rasanya menenangkan dan seolah pengingat bahwa hidupku juga tidak boleh hancur karena sedih,” gumam Lembayung. Arka hanya diam dan menatap Lembayung yang asik melipat pakaiannya. Wajah gadis itu terlihat kuyu dan sedih, tubuhnya lebih kurus dari terakhir ia temui. Wajahnya memang mirip dengan Amara, tetapi Lembayung memiliki kecantikan yang berbeda. Amara yang terlihat dewasa dan sensual, sedangkan Lembayung terlihat lebih hangat dengan binaran matanya yang indah. “Mana barang-barang mbak Mara?” tanya Lembayung menyadarkan lamunan Arka. “Tuh disudut,” ucap Arka menunjuk kardus coklat didekat pintu. “Cuma sekecil itu harusnya tadi mas Arka bawa aja sekalian?! Aku tahu mas Arka ingin bertanya tentang mbak Amara kan?” Mendengar komentar Lembayung, Arka segera mengangguk. “Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Arka pada Lembayung. “Hmm, apa ya? Yang aku ingat adalah malam itu mbak Amara pulang dengan wajah kusut, bahkan ia tidak mengenakan sepatu saat masuk rumah padahal hari hujan deras. Lalu keesokan paginya aku kerumah mas Raga mengantarkan makanan dan memergoki mereka berdua di dalam kamar. Sejak itu ceritanya seperti yang mas Arka tahu, aku gak tahu apa yang terjadi dengan kalian, tetapi yang jelas, setelah mas Arka mengantarku pulang kemarin, mbak Amara juga sepertinya menahan diri untuk bertanya mengapa kita bisa bertemu sampai mas Arka mengantarku pulang. Mama juga bertanya, tapi aku juga tidak menjawabnya. Sengaja! Biar mereka penasaran sampai akhir!” Arka terdiam, mungkinkah hari itu adalah hari mereka bertengkar hebat tentang Ranita yang menemui Amara? “Orangtua mas Arka kenapa gak setuju sama mbak Mara? Apa karena kami bukan dari kalangan orang kaya seperti mas Arka?” tanya Lembayung sambil tetap asik melipat pakaian Arka. “Bukan karena itu, tapi menurut ibuku Amara tidak cocok untuk mendampingiku,” jawab Arka perlahan sambil menghela nafas panjang dan merebahkan kepalanya di sandaran sofa. “Hah? Gak cocok?! Mbak Amara itu cerdas banget loh mas, dikantornya aja posisi dia tinggi padahal usianya masih 29 tahun! Gaji besar dan sudah terlihat masa depannya sangat cerah! Beda sama aku yang masih gajian umr!” “Entahlah! Apa mereka akan menikah? “ tanya Arka perlahan. Lembayung mengangguk perlahan lalu menatap Arka yang tampak sangat sedih. “Memangnya, kalau tidak ada anak di dalam perut mbak Mara apa mas Arka masih mau dengan mbak Mara?” tanya Lembayung sambil meletakan lipatan baju terakhir Arka. “Ada anaknya pun aku masih mau sebenarnya, aku tak peduli di dalam perutnya ada anak siapa,” gumam Arka pelan. Lembayung menatap Arka dengan pandangan kasihan, ternyata pria ini sangat mencintai sang kakak. “Kalau kalian berjodoh, pasti akan ada jalannya untuk bisa bersama. Tapi mas Arka harusnya gak boleh terlalu sedih, karena mas Arka kan ganteng, pintar dan kaya raya. Pasti gampang mendapatkan pengganti mbak Mara.” “Kamu pikir, perasaan bisa si switch semudah itu? Kamu sendiri gimana? Seharusnya kamu lebih mudah cari pria yang seumuran dan gak boleh patah hati segitunya! Jangan bodoh gara-gara cinta!” Lembayung meleletkan lidahnya pada Arka. “Nggak ah, aku gak mau pacaran atau jatuh cinta lagi! Kapok!” keluh Lembayung sembari menghempaskan tubuhnya. “Nanti aku kenalkan dengan beberapa temanku yang baik dan usianya mungkin sebaya dengan kamu.” “Ohya?! Kaya juga kaya mas Arka?! Tapi aku gak cerdas kaya mbak Amara, gimana?” “Ck! Berusaha dong untuk upgrade diri! Tapi hal itu gak usah kamu pikirin… tinggal ngobrol pake bahasa Inggris aja selesai!” Lembayung termenung sesaat lalu menatap Arka dalam. “Mas, aku ngerti kalau orang ngomong pake bahasa Inggris, tapi aku gak biasa bicara … tapi aku ngerti kokk… aku bisa ngomong dikit-dikit… aku pasti bisa jawab…” ucap Lembayung seolah pengakuan dosa pada Arka. “Hah? Kamu gak bisa bahasa Inggris?” “Bisaaa … aku bisaaa… tapi gak biasa aja! Nanti aku kursus deh! “ “Gimana mau bayar kursus, karena uang tabunganmu akan segera habis untuk bayar hotel dan biaya rumah sakit kemarin.” “Ih, katanya kalau kita ketemu, jadi lunas! Tukang boong nih mas Arka!” omel Lembayung kesal. Tapi Arka hanya diam, ia ingin sekali menertawakan Lembayung untuk menghibur hatinya, tetapi ketika ia melihat gadis itu, ia seperti melihat Amara dalam versi yang berbeda. Amara tak pernah bisa ia jahili seperti ini, hubungan mereka penuh hasrat, cinta dan seolah tak ingin terpisah. Arka bisa melemparkan cushionnya pelan ke arah Lembayung dan membuat gadis itu marah-marah. Arka hanya bisa menatap Lembayung dalam, seolah melampiaskan kerinduannya pada Amara melalui Lembayung. “Aku ambil makanan dulu dibawah,” ucap Arka pelan sambil mengacak-acak rambut Lembayung sambil melangkah gontai menuju pintu. Ia ingin menghabiskan waktu sesaat untuk sendirian untuk melepaskan perasaan sedihnya berpisah dengan Amara. Bersama Lembayung terlalu lama membuatnya semakin sedih. Selesai makan malam, Arka mengantarkan Lembayung pulang kerumah. Mobil mewah itu berhenti didepan halaman seolah menunggu seseorang di dalam sana membuka pintu dan melihat kedatangan Arka. “Aku pamit ya mas, terimakasih sudah mengantarkan aku pulang,” pamit Lembayung sambil mengangkat sisa barang milik Amara. “Apa kamu akan bilang aku yang mengantarmu pulang?” tanya Arka ingin tahu. “Iya, memangnya kenapa?” “Tolong jika Amara bertanya mengapa kita bersama dan kamu membawa pulang sisa barangnya jangan ceritakan apapun padanya, tapi kamu beritahu aku reaksinya ya,” pinta Arka. “Kenapa? Mas Arka ingin bikin mbak Amara cemburu ya? Idihh, kaya anak kecil!” “Janji padaku! Kamu tidak akan bilang apapun! Kalau nggak lunasi hutangmu sekarang!” “Iya, ah! Bawel!” Lembayung segera turun dari mobil Arka dan membawa kotak kardus kecil berisi barang-barang Amara. Di dalam rumah sudah ada Amara yang berdiri mematung tak percaya melihat pemandangan dihadapannya. Ia bisa kembali melihat Arka karena pria itu menurunkan kaca jendelanya saat Lembayung turun dari mobil dan baru menutupnya kembali ketika Lembayung masuk ke dalam rumah. “Itu mas Arka?” tanya Amara segera menahan langkah Lembayung ketika masuk ke dalam rumah. “Iya, ini titipan dari mas Arka. Sisa barang mbak Mara katanya,” jawab Lembayung sedikit terkejut karena ada kakaknya dalam gelap tiba-tiba muncul. “Darimana kalian? Kenapa bisa bertemu? Apa dia mengajakmu bertemu untuk menanyakan aku?” ucap Amara tak tahan untuk tidak bertanya apa yang Arka dan Lembayung bicarakan saat mereka bertemu. “Rahasia,” jawab Lembayung cepat dan segera masuk ke dalam kamar meninggalkan Amara sendirian dengan penuh perasaan penasaran. Lembayung tersenyum senang. Ternyata ia merasa senang menyiksa Amara dengan perasaan penasaran seperti ini. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD