106

1353 Words

Suasana di markas A3R begitu tegang. Sekalipun cahaya sore menyusup lewat jendela besar di ruang utama, kehangatan yang dibawanya tak mampu mengusir hawa dingin yang menggantung di udara. Bram duduk di kursi utamanya, wajahnya tajam, sorot matanya tajam menatap dua sosok yang kini duduk berlutut di hadapannya dengan tubuh babak belur. Reno, dengan wajah lebam dan darah mengering di sudut bibir, menahan rasa sakit dengan napas memburu. Di sampingnya, Wilona terkulai lemah, tubuhnya menggigil dalam pakaian lusuh, mata penuh ketakutan tak lepas dari sosok pria tua yang baik hati—namun kini berubah menjadi algojo. Dante berdiri di sisi ayahnya, tangan bersedekap, rahangnya mengeras. Sorot matanya dingin, tanpa ampun. “Berapa lama kalian pikir bisa bermain di belakang kami?” suara Bram mengg

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD