2

1362 Words
Entah sudah berapa lembar tisu yang berakhir di tempat sampah. Juga entah sudah berapa lama Marcella mengurung dirinya di dalam kamar. Ditambah dengan takdir yang tampaknya sedang mencoba menghibur dirinya, mendadak bunda dan ayah memiliki pertemuan dengan teman lama mereka. Sehingga Marcella tidak tahu harus mengucap syukur atau tidak kepada Sang Pencipta ketika mendapati rumahnya tak berpenghuni. Ramdan : Meeting hari ini sukses! Tristan Company berminat untuk melakukan kerjasama dengan restoran kita! Sambil membersihkan hidungnya yang tersumbat, Marcella membaca pesan tersebut dari balik bulu matanya yang basah. Marcella: Syukurlah. Jika gagal, kau tahu apa yang akan terjadi bukan? ;p Tidak sampai lima menit, ponsel Marcella kembali berbunyi. Ramdan: Tenang saja Bos. Aku tidak akan membiarkan kau memecatku! ;) Balasan dari Ramdan membuat Marcella menarik sebelah sudut bibirnya. Namun, sayangnya semua itu hanya bertahan lima detik. Karena ingatannya kembali tertuju pada kejadian siang tadi. "Beib?" Suara merdu itu berhasil membuat Daniel menoleh kepada wanita itu. "I-iya..." jawabnya tergagap laku bergantian memandang Marcella dan wanita itu. Di tempatnya berdiri, Marcella menggigit bibir bawahnya dan mencengkeram erat ponsel yang masih berada dalam genggamannya. Lalu tanpa menunggu lebih lama lagi dia memutar tubuhnya dan melangkah pergi dari tempat itu. "Bentar ya beib..." Suara panik milik Daniel masih terdengar jelas di telinga Marcella ketika dia berhasil mencapai pintu butik. Membuat Marcella merasa jijik akan suara Daniel yang selama ini selalu terdengar merdu di telinganya. Belum lagi saat pria itu selalu menyanyikan beberapa lagu diiringi petikan gitar selama mereka menjalin hubungan. Tapi hari ini, Marcella merasa jijik ketika mendengar suara Daniel. Bodoh! Bagaimana bisa dia sebodoh ini sampai tidak menyadari jika Daniel yang dicintainya adalah pria brengsek! "Yang! Tolong berhenti," panggil Daniel seraya meraih siku Marcella yang langsung dihempaskan oleh wanita itu. "Don't you dare to touch me!!" pekik Marcella ketika dia akhirnya harus berhadapan dengan Daniel. Air mata telah membasahi matanya. "Sejak kapan?" tembaknya langsung. "Yang..." panggil Daniel pelan. Berusaha menenangkan Marcella. "Sejak kapan!?" teriak Marcella tanpa memedulikan sekitarnya. Emosi telah memenuhi hatinya. Kekecewaan telah menutup matanya. Dan malu telah menjalari nadinya. "Sejak kapan lo berhubungan sama dia!?" "Yang, kita bisa bicarain semua ini baik-baik..." bujuk Daniel. Masih dengan usahanya. "Jawab gue atau gue teriak kalau lo copet dan semua penghuni di mall ini memukul lo sampai mati?" ancam Marcella. Dan dia serius dengan ucapannya. "Kami baru dua bulan..." jawabnya pelan sambil menyisir rambutnya dengan kasar. Tertangkap basah seperti ini tidak pernah terpikirkan olehnya. Selama ini dia selalu berhasil mengatur jadwal temu mereka. Hanya saja kali ini Marcella mendengus kencang. Terlalu kencang sampai Daniel dapat mendengarnya dengan jelas jika Marcella sangat marah padanya. Dua bulan, jadi selama dua bulan dia telah menjadi keledai dungu. "Dua bulan," ulangnya pahit. "Lo memang brengsek Daniel Felix Nugroho!" maki Marcella dengan mata berkaca-kaca. "Lo cowok brengsek! Dan mulai detik ini hubungan kita berakhir. Berakhir!" Mendengar ucapan Marcella, Daniel bergeming. Namun kekecewaan terpancar jelas di dalam matanya. "Yang, izinin aku untuk menjelaskan semuanya..." mohonnya. Masih dengan usaha untuk mengubah pikiran Marcella. Marcella menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Nggak ada kesempatan kedua buat laki-laki brengsek kayak lo!" Selesai mengatakannya, Marcella memutar tubuhnya dan berjalan meninggalkan Daniel dengan bahu ditegakkannya. Tidak peduli sehancur dan sesakit apa pun hatinya, di depan pria brengsek seperti Daniel, ia harus tetap tampak kuat. Karena hanya wanita kuatlah yang selalu memenangkan pertandingan. Isak tangis kembali memenuhi seluruh ruangan. "Daniel brengsek!!" Dihembuskannya ingus yang menghambat pernapasan di hidungnya. Bahkan sesampainya di lobby, tak ada tanda-tanda Daniel mengejarnya. Memang laki-laki brengsek! Berani mengkhianati hubungan mereka yang telah berjalan lama. Tidak tahukan dia jika Marcella sangat berharap hubungan diantara mereka akan berlanjut ke jenjang berikutnya. Tapi gara-gara pengkhianatan yang dilakukan Daniel, Marcella harus mengubur impiannya dalam-dalam. "Aaagghhhh!!! Daniel brengsek!!! Impoten baru tahu rasa!! Berani-beraninya khianati gue!!" teriak Marcella sekuat tenaga. Seakan-akan Daniel ada di hadapannya. Karena detik berikutnya, bantal guling miliknya menjadi sasaran untuk dipukulinya. *** "Chef, wine-nya yang merah. Bukan yang putih," tegur Ramdan saat melihat Marcella meraih wine putih. Bukan wine merah. Tersadar dari lamunannya, Marcella mengejapkan sepasang matanya berkali-kali sebelum akhirnya memekik pelan. "OMG! Hampir aja gue salah!" Di sebelahnya Ramdan berdecak cepat beberapa kali. "Makanya, udah tahu lagi masak, tapi malahan ngelamun. Istirahat dulu aja Chef. Biar aku yang lanjut buat Coq au Vin-nya." Mendengar tawaran Ramdan, sontak bibir Marcella melengkuk ke bawah. "Sori Ram. Hampir aja aku ngerusak nama restoran aku sendiri," ucap Marcella kikuk. "Daniel selingkuh," lanjutnya. Di sisinya Ramdan yang sedang menuangnya wine bergeming. Memilih untuk mendengarkan ucapan Marcella. "Dan pengkhiatannya udah berlangsung selama dua bulan. Bodoh ya gue?" ucap Marcella sambil tersenyum tipis. Senyum yang menyiratkan kesedihan dan kekecewaan. "Bukan kau yang bodoh. Tapi Daniel." Marcella menolehkan kepalanya dan memandang Ramdan. "Daniel?" Ramdan meletakkan botol wine-nya dan memutar tubuhnya menghadap Marcella. "Yup. Dia terlalu bodoh karena telah membuang wanita cantik dan pintar macam kau." Ramdan terdiam sejenak. "Trust me, someday he will regret it." Perkataan Ramdan berhasil sedikit menghibur hati Marcella. "Aku harap ucapanmu benar." Senyum terukir di bibirnya yang pucat. "Aku selalu benar. Kau tahu itu dengan baik. Sekarang lebih baik kau ambil libur. Biar aku dan Hera yang memegang restoran hari ini," bujuk Ramdan yang jika dipikir ulang sepertinya bukan ide yang buruk. Karena faktanya Marcella memang membutuhkan hiburan. "Okay if you say so. Thanks Ram! Aku tahu kalau aku selalu bisa mengandalkanmu," sahut Marcella. "No problem Chef. Tapi kau bisa berterima kasih nanti setelah memberiku bonus cuti," balas Ramdan yang mendapatkan sambutan tawa dari atasannya itu. *** Katanya shopping itu obat paling manjur saat seseorang baru putus cinta. Dan itulah yang dilakukan oleh Marcella. Mendatangi salah satu butik langganannya dan dalam waktu satu setengah jam tiga kantung kertas telah berada di tangannya. Sepertinya Marcella harus berterimakasih kepada pencetus ide tersebut. Setelah puas berbelanja, Marcella memutuskan untuk mampir di sebuah kafe. Love and Bites. Kafe yang beberapa kali keluar dari mulut Ramdan jika kopi buatan kopi tersebut sangatlah enak. Dan Marcella ingin membuktikannya sendiri. Pertama kali memasuki kafe, aroma kopi yang kuat menyambut penciumannya. Menggoda siapa saja yang datang untuk mencicipi sebelum melangkah keluar. Belum lagi dekorasi kafe yang menarik. Dindingnya yang hitam dipenuhi oleh berbagai macam gambar dengan cat berwarna putih layaknya sebuah papan tulis yang dicorat coret. Mulai dari nama kafe, secangkir kopi, pita, bahkan beberapa foto para tamu yang tersenyum puas juga tertempel rapi di dinding tersebut. Meja kayu bundar dan kursi senada memenuhi ruangan. Ditambah meja dan kursi tinggi untuk para tamu yang ingin melihat pemandangan luar kaca juga tersedia di sisi kanan kafe. Juga lampu gantung di setiap meja. Sangat homey dan nyaman. Setelah puas mengedarkan pandangan matanya, Marcella menghampiri coffee bar yang langsung disapa ramah oleh kasirnya. "Selamat siang, ingin pesan apa?" tanya wanita dengan kaos berkerah warna hitam dengan tulisan bordir love and bites di sisi kanan dadanya. "Satu single origin Papandayan diseduh dengan pour over V60 dan banana caramelnya satu," jawab Marcella setelah melihat menu yang tertera. Setelah meng-order dan membayarnya, wanita itu menyebutkan menu yang dipesan Marcella, pria yang sepertinya bekerja sebagai barista mengangguk tanpa memutar tubuhnya memunggungi Marcella. Selanjutnya Marcella memutuskan untuk memilih tempat duduk. Meja yang menghadap jalan raya menjadi pilihannya. Dihempaskannya tubuhnya ke atas kursi tinggi. Disusul lagu what can i do mengalun merdu ditelinganya. Diambilnya ponsel dan mulai memandangi foto kebersamaannya bersama Daniel. Daniel, ingatan Marcella kembali melayang di mana mereka mulai menyusun rencana mereka di masa depan. Memiliki sebuah rumah mungil dan dua anak perempuan. Sayangnya dalam hitungan jam, rencana yang telah mereka susun kandas dalam seketika. Ditariknya napas dalam-dalam. Menahan gejolak di dalam dadanya. Marcella tidak ingin seseorang terkejut melihatnya menangis di sini. Di sisi lain setelah semalaman melampiaskan emosinya, Marcella telah berjanji untuk tidak menangisi Daniel lagi. Pria itu tidak pantas mendapatkan tangisnya! Tidak lama kemudian seorang pelayan datang menghampirinya. Cepat-cepat Marcella menegakkan tubuhnya. "Selamat menikmati," ucap seorang pelayan setelah meletakkan secangkir kopi yang tadi dipesannya. "Terima kasih," gumam Marcella. Seenak apa sih kopi buatan di tempat ini sampai Ramdan terus memaksanya mencicipi? Kalau sampai mengecewakan, Marcella akan meminta Ramdan untuk mentraktirnya. Baru saja Marcella hendak meraih cangkirnya. Suara pelayan yang tadi kembali berkumandang di telinganya. "Marcella?" Mengetahui namanya disebut, sontak Marcella menolehkan kepalanya. Dalam hati ia bertanya-tanya mengapa pelayan itu tahu namanya? Ketika ia berhasil melihat wajah yang memanggil namanya, membesarlah kedua bola matanya. "Ar... vin?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD