bc

CRAZY COMPLEX

book_age16+
603
FOLLOW
2.2K
READ
dark
forbidden
dominant
powerful
drama
bxg
highschool
friendship
secrets
like
intro-logo
Blurb

Kisah anak manusia yang hidup dalam kegilaan pelik dari benang kusut yang mengikat darah dan menjerat takdir mereka.

'Beautyfull Destiny?'.

'Bullshit!

chap-preview
Free preview
Part 1
** Ruangan bernuansa biru gelap itu tampak temaram seperti biasanya, tirai yang sengaja ditutup rapat dan pintu kecoklatan yang seolah ikut membisu, menyembunyikan sosok yang sedang berbaring dengan posisi terbalik diatas peraduannya. Kedua kakinya yang masih terbalut jeans hitam itu bersilangan sengaja bertumpu didinding diatas sandaran tempat tidur, salah satu lengannya tertekuk menyangga kepalanya yang masih tertutupi kupluk berwarna biru gelap nyaris hitam. Tanpa mengenakan atasan membuat siluetnya makin tampak menggoda menunjukkan otot ototnya yang terpahat dengan sempurna, dada bidangnya bergerak dengan pelan seiring dengan hembusan nafasnya. Mata tajam yang dihiasi bulu mata yang cukup lentik bagi seorang pria itu tampak terpejam saat menghembuskan kepulan asap dari bibirnya yang sedikit menghitam hingga menyentuh langit langit kamar. Tidak peduli abu dari batangan mematikan yang terselip diantara jemari panjangnya yang mengotori lantai disisi tempat tidurnya. Pintu yang terbuka hingga cahaya menyilaukan dari luar membuat kesenangannya terusik, kedua matanya terbuka pelan. Menoleh, melemparkan tajam kearah siluet yang cukup berani membuka kamarnya dan kini bersandar dengan bahunya di ambang pintu seraya bersidekap. "Ada apa?" Suara berat kasar itu mengalun tanpa penekanan, membuat sosok yang hanya menunjukkan raut sama datarnya itu balas menatapnya dengan tenang. "Kau mematikan ponselmu." "Lalu?" "Aku tidak bisa menghubungimu." Mata segelap malam itu berkilat dengan tajam sebelum beranjak dari tempat tidur empuknya hingga membuat ukiran romawi kuno dipunggungnya terlihat lebih jelas. "Sepertinya cukup penting." Bisiknya melangkahkan kaki panjangnya menghampiri gadis berambut keemasan yang kini membuang tatapannya kearah lain. "Kau dan aku harus ke bandara, Ayah sedang menunggu." Bisikan itu membuat langkahnya terhenti menatap gadis itu dalam dalam seolah mencari celah kebohongan dimata keemasannya. "Sedang berusaha jadi anak baik, huh?" Ia menyeringai, kembali menghisap dalam dalam batang mematikan yang berada diantara jemarinya . Masih dengan tatapan yang tidak lepas dari sosok dengan tindik berlian dihidung mungilnya. "Menurutmu?" Bisikan pelan itu kembali mengalun, berniat menjauh dari ruangan menyeramkan yang membuat siapapun akan lebih memilih mati dari pada terjebak disana sebelum suara rendah itu kembali mengalun. "Anna Sopia Grayen." Gadis itu menoleh, masih memunggungi pria dengan garis tegas di wajahnya dan pahatan sempurna di setiap jengkal tubuhnya. "Arash Stevano Grayen." Mendengar bisikan dengan nada yang sama itu membuat seringaian di sudut bibir panas itu terlihat dengan jelas. "Tunggu aku." "I'll be waiting." ** Seorang gadis tampak menggerakkan kepalanya menyusuri setiap sudut di bandara, ia mendesah gusar belum mendapati sosok wanita paruh baya yang sudah membesarkannya hingga saat ini. Rambut hitam sepunggungnya tampak bergerak pelan saat tubuh mungilnya melangkah cepat kearah lain berharap segera menemukan Ibunya yang entah dimana saat ini. "Oh Damn! Dia benar benar tampan!" "He's really fucking hot." "Shit! Siapa gadis disampingnya!?" "Oh Bitch! Mungkin dia kekasihnya, mereka terlihat serasi." "Aku tidak peduli! Aku benar benar menginginkannya." Gadis itu mengerutkan keningnya saat tanpa sengaja indra pendengarannya menangkap perbincangan beberapa orang gadis, tidak hanya kelompok kecil itu tapi nyaris semua orang yang tampak sibuk lalu lalang disana memusatkan perhatiannya pada entah siapa. Kaki kecilnya berjinjit sedikit penasaran dengan siapa gerangan orang yang berhasil membuat keributan kecil itu. "Ya tuhan!" Ia memekik tertahankan, melihat sepasang remaja yang melangkah dengan tenang seperti biasa. Aura mematikan itu kembali merasuki setiap jiwa manusia yang menatapnya. Merenggutnya. Hingga tak satupun mampu berpaling dari pesona mereka. Grayen bersaudara. "Clara!" Ia tersentak mengangkat wajahnya dan menemukan Ibunya yang melambaikan tangannya kearahnya. Lidahnya terasa kelu saat menyadari Ibunya berdiri bersisihan dengan pria paruh baya yang terlihat begitu berwibawah disana. Debaran jantungnya berdentam dengan kuat, menyadari sepasang saudara yang sejak tadi mencuri perhatian setiap manusia disana berdiri dihadapan Ibunya. Sedang menatapnya. "Come on Honey!" Seruan pelan ibunya membuat Gadis bertubuh mungil itu mau tidak mau menghampiri mereka. Tanpa persiapan apapun. Ya tuhan, ia akan bertemu dengan sepasang saudara yang begitu berkuasa di sekolahnya dan seorang pria paruh baya yang sudah sangat tidak asing lagi dimata dunia. "Ini putriku Clara James." Clara tersenyum kikuk saat Ibunya Bella merangkulnya dengan semangat saat memperkenalkan dirinya. "Hai Clara, kau benar benar cantik seperti Ibumu." Tanpa ia cegah kedua pipinya memerah mendengar pujian yang mungkin saja hanya sekedar basa basi semata itu. "T-terima kasih Tuan Grayen." Pria paruh baya itu tertawa kecil melihat kegugupan Clara yang terlihat sangat menggemaskan di matanya. "Jangan gugup Clara, panggil saja aku Paman. Ah yah, perkenalkan ini putra dan putriku Arash dan Anna." Kedua iris biru langit itu bergerak pelan kearah dua saudara yang seperti biasa terlihat begitu mengintimidasi dengan tatapan tajamnya. "H-Hai." Sapa Clara nyaris berbisik, ia gugup. Yang benar saja, ia jelas sedang berhadapan dengan orang orang yang sejak dulu hanya mampu di tatapnya dari jarak jauh. "Kau benar benar gugup." Bisikan pelan yang begitu lembut itu mengalun dari bibir merah gadis berwajah datar dihadapannya. Clara nyaris berlari dari sana sebelum kedua sudut bibir itu tertarik membentuk sebuah senyuman indah menyesatkan. "Anna, Nice to know you Clara." Tanpa sadar Clara menghembuskan nafasnya, ia cukup bersyukur gadis yang terkenal cukup menakutkan itu menyambutnya dengan ramah. "Arash." Suara berat itu akhirnya mengalun tanpa Clara duga hingga ia terkesikap menatap mata tajam yang sedang menatapnya dengan dingin, nyaris dua tahun ia memperhatikan pria panas itu tak sekalipun ia mendengar suaranya sedekat ini. "Ayah aku ingin ke toilet sebentar." Suara lembut itu menyela, membuat Stevan mengangguk pelan. "Baiklah kami tunggu di Mobil." "Aku antar." Anna mengangkat wajahnya menatap Arash yang juga menatapnya entah dengan tatapan yang sangat sulit Clara artikan. "Tidak perlu." Kerutan samar dikeningnya makin terlihat saat mendengar ucapan Anna yang terdengar lembut namun tersirat penuh makna yang lagi lagi Clara tidak mengerti. "Arash sebaiknya bantu Ayah membawa ini." Arash akhirnya menyerah dan mengambil alih koper raksasa disisi Ayahnya. "Baiklah, aku pergi." "Hati hati, sayang." "Iya, Ayah." ** Anna nyaris membanting pintu toilet mengingat ia harus lagi lagu berdamai dengan Arash, Pria yang mengalirkan darah yang sama dengannya. Anna bahkan tidak ingin menganggapnya sebagai saudara. Jangan lupakan Ayahnya yang baru mengenalkan mereka dengan teman semasa sekolahnya. Hanya ada dua kemungkinan mengingat Ayahnya itu sangat segan memperkenalkan mereka jika tanpa ada kepentingan sama sekali. Pertama, Arash akan dijodohkan dengan Clara si gadis cantik yang lugu nan kaku itu. Kedua, Clara akan segera menjadi saudara tirinya. Brengsek. Tidak cukupkah jika hanya ada Arash yang selalu membuatnya kesal setengah mati jika Ayah mereka tidak dirumah? Ini benar benar gila. Setelah membasuh wajahnya, Anna bergegas keluar. Melangkah cepat dengan kaki jenjangnya tanpa menyadari seorang pria bertubuh jangkung berjalan kearahnya. Hanya hitungan detik sebelum menunggu kedua tubuh itu saling bertabrakan cukup kuat hingga tubuh Anna nyaris terjatuh menghantam lantai. Anna meringis pelan memegang bahunya sebelum mendongak menatap wajah tampan dan sepasang mata kelabu yang juga menatapnya dengan dingin. "Sorry, are you okey?" Anna mengernyit tidak suka, menepis pelan tangan yang melingkar dilengannya. "Aku tidak apa apa." Baru saja ia berbalik pria dengan Hodie abu abunya itu kembali mengeluarkan suara beratnya. "Siapa namamu?" Anna menoleh, menatap setiap garis wajah pria dihadapannya seolah sedang merekam siapa gerangan pria lancang menabraknya. Baiklah, Ia akan sedikit berbaik hati. "Anna." Tanpa menunggu Anna kembali berbalik berniat melanjutkan langkahnya sebelum suara berat itu lagi lagi menahan langkahnya. "Elbara Enderson, kau harus ingat namaku." "Untuk apa?" Sahut Anna tanpa menoleh, ia menggerakkan kakinya melangkah pasti dari sana meskipun suara itu masih mampu terperangkap di indra pendengarannya. "Karna kita akan bertemu lagi." Then... ... their story begins. **

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook