bc

Om Playboy Itu Suamiku!

book_age18+
244
FOLLOW
2.6K
READ
billionaire
HE
age gap
opposites attract
arranged marriage
arrogant
kickass heroine
drama
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Juan Jendral Hariez, harus menikahi seorang gadis di bawah umur yang baru berusia 15 tahun atas permintaan dari Papa kandung gadis itu sendiri. Juan yang terbiasa hidup bebas dengan banyak wanita di sekelilingnya, tidak bisa hidup hanya dengan satu wanita. Maka dari itu setelah menikah dengan Dara, pria itu masih asik berhubungan dengan wanita lain. Hal ini diketahui oleh Dara, yang membuat gadis itu murka lalu memilih untuk melarikan diri dari Juan. Pertemuan mereka kembali terjadi setelah 5 tahun berlalu dan melihat kecantikan Dara yang sudah berusia 20 tahun membuat Juan melakukan berbagai macam cara agar bisa mengikat Dara dalam pernikahan mereka yang sah secara hukum. Obsesi Juan semakin tumbuh besar untuk memiliki Dara. Apalagi usianya yang tidak muda lagi, membuatnya berpikir untuk berhenti bermain-main.

chap-preview
Free preview
Bab 1: Adara Maharani
Permintaan Angga Judistira sebelum ajal menjemputnya adalah untuk membuat Juan Jendral Hariez harus menikahi putri tunggalnya, Adara Maharani yang saat itu berusia 15 tahun. Angga tahu meski usia Dara--sapaan akrabnya--masih terlalu kecil untuk menikah dan tidak akan ada masalah jika tinggal bersama Juan, tetap saja ia tidak bisa melepaskan putrinya untuk tinggal dengan orang yang tidak memiliki status. Terpaksa, ia meminta Juan untuk menikahi putrinya dan bertanggungjawab untuk Dara. Nanti, jika tidak ada kecocokan antara Juan dan Dara, mereka boleh bercerai dengan syarat Dara sudah cukup umur dan dewasa untuk mengurus dirinya sendiri dan juga tanggungjawabnya terhadap usaha yang ia tinggalkan. Juan menyetujui hal tersebut hingga pernikahan siri pun terlaksana sesaat sebelum kematian Angga. Pria 30 tahun itu menghela napas berat menatap ke arah gadis yang berdiri kaku di sampingnya. Dara menatap nanar gundukan tanah merah di mana Angga baru saja disemayamkan. "Kamu sekarang sudah menjadi tanggungjawab om. Ayo, kita pulang," ajak Juan. Adara Maharani yang baru saja memasuki sekolah menengah atas kelas sepuluh mengangguk menyetujui Juan yang akan membawanya pergi untuk tinggal satu atap dengan status sebagai pasangan suami istri. Kehidupan Dara dan Juan berjalan normal. Mereka hidup dengan damai. Dara tentu saja merasa senang meski Juan belum pernah menyentuhnya, namun pria itu tetap memperlakukannya dengan baik. Benih-benih cinta itu mulai tumbuh pada gadis 15 tahun yang belum mengerti arti kehidupan. Hingga suatu kejadian membuatnya sadar jika apa yang terjadi padanya dan Juan adalah semu. Dara mengira jika Juan menyayanginya dengan tulus layaknya suami istri. Tapi, ternyata pria itu hanya menganggap dirinya sebagai batas tanggungjawab Juan padanya saja. Tidak lebih. "Aku benci Om Juan! Jangan mentang-mentang karena aku baru 15 tahun, om bisa berbuat sesukanya!" Suara deru napas seorang gadis terdengar di depan kamar yang terbuka lebar. Di dalam kamar luas itulah, dua sosok dengan tubuh polos berbaring di atas tempat tidur. Juan--pria yang diteriaki-- bangkit dari posisi rebahannya seraya menatap remaja 15 tahun yang berdiri di ambang pintu dengan napas memburu. "Apa yang salah? Om hanya melakukan apa yang enggak bisa om lakukan padamu, Dara." Juan berkata santai. "Lagi pula om juga enggak mungkin melakukan hal ini sama kamu. Kamu terlalu kecil untuk om," tuturnya santai. Tangannya bergerak menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya dan juga wanita yang berbaring di sampingnya. "Tapi, aku istri om!" "Hanya siri, Dara. Nanti setelah kamu berusia 20 tahun, kita bisa bercerai." Juan berkata dengan santai. "Oh, om juga enggak mungkin hidup tanpa perempuan yang menghangatkan ranjang om." Napas Dara memburu. Gadis cantik dengan rambut sebahu itu menunjuk ke arah Juan dengan tatapan nyalangnya. "Enggak perlu tunggu aku 20 tahun. Sekarang juga aku mau kita cerai. Om jangan pernah cari aku. Aku membenci om!" Setelah itu, Dara berbalik pergi meninggalkan kamar di mana Juan dan wanita selingkuhannya berada. Juan tidak mengejar Adara Maharani--istri kecilnya-- yang mungkin saat ini sedang marah. Juan justru kembali merebahkan tubuhnya pada tempat tidur. Juan mungkin tidak menyadari jika malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan Adara. Dara yang mengira jika dirinya akan bahagia dengan laki-laki yang ditunjukkan ayahnya sebagai penanggungjawabannya, tidak pernah menyangka jika pria itu justru menyakiti hatinya untuk pertama kalinya. Dara mengambil koper di dalam lemari. Mengeluarkan semua barang penting termasuk surat penting, juga tabungannya selama ini masuk dalam tas. Dara akan pergi dari kehidupan pria itu. Pria yang tega membawa wanita lain ke rumah mereka tepat setelah dua bulan pernikahannya dan Juan. Dara memang masih terlalu kecil untuk paham tentang hubungan orang dewasa. Namun, ia juga tidak terlalu bodoh untuk tetap bertahan bersama orang yang sudah menyakitinya. "Selamat tinggal, Om," lirih Dara. Gadis itu berujar tanpa menoleh pada istana besar di belakangnya. Tidak akan ia biarkan dirinya terluka untuk yang kesekian kalinya. Beberapa tahun kemudian. Senyum Adara Maharani tampak mengembang kala menyambut pengunjung yang datang ke warungnya. Ini adalah warung miliknya yang baru buka beberapa minggu lalu saat ia memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya. Warung sederhana yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari. Usaha ini sudah ia tekuni dari lima tahun lalu yang tentunya bukan dirinya sendiri yang mengurusnya karena ada Bu Siti yang menemaninya merantau ke kota lain hingga kembali lagi ke kota kelahirannya. Bu Siti adalah orang yang mengasuh Dara sejak kecil. Bu Siti sendiri hidup sebatang kara. Tidak mau menikah sejak dulu hingga sekarang dan Dara tidak mengerti alasan wanita paruh baya itu tidak mau menikah. "Mau beli apa?" tanya Dara pada seorang wanita. Wanita tersebut merupakan tetangga baru Dara semenjak ia memutuskan kembali ke kota kelahirannya agar bisa dekat dengan makam sang ayah. "Mau beras lima liter dan gula setengah kilo, ya, Dik Dara," ujar wanita itu pada Dara. "Baik, Bu. Tunggu sebentar, ya. Saya timbang dulu." Dara kemudian mulai memasukkan beras ke dalam plastik dan menaikkannya ke atas timbangan untuk melihat apakah sudah pas atau belum timbangannya. Dara menunjuk timbangan agar si ibu percaya. Setelah itu ia memasukkan gula ke dalam plastik beras tersebut. "Berapa totalnya?" "Lima puluh tujuh ribu, Bu," jawab Dara sopan. Gadis itu kemudian menerima uang selembar berwarna merah dan mengembalikan sisanya pada pembeli. "Terima kasih," ucapnya tulus. "Sama-sama, Neng." Dara tersenyum menatap uang di tangannya. Ia merasa bersyukur dengan respons tetangga yang begitu baik padanya sebagai pendatang baru. Dara merasa bersyukur hingga detik ini hidupnya selalu diberi kemudahan. Dara berhasil menyelesaikan pendidikan SMA-nya di sebuah kota kecil. Gadis itu juga sempat membeli rumah sederhana dengan uang tabungannya yang diberikan ayahnya saat beliau masih hidup. Rumah di kota kecil tersebut sudah ia jual dan hasilnya ia beli rumah di kota besar ini. Tentunya sekolah di sekolah negeri di kota kecil tersebut tidak membuat Dara harus merogoh kocek yang dalam untuk biaya sekolah. Sementara untuk makan dan sehari-hari, Dara mendapatkannya dari jualan. Di kota kecil tersebut Dara tak hanya menjual kebutuhan pokok, tapi juga sayur dan cabai. Tentunya ia punya penghasilan dari sana. "Neng Dara, ini belanjaannya." Bu Siti yang baru saja tiba langsung meletakkan kardus belanjaan yang baru ia beli di pasar. Wanita paruh baya itu kemudian duduk di kursi dalam warung sambil mengatur napasnya. "Ya ampun, Ibu. Aku udah pernah bilang kalau aku aja yang belanja. Lihat, ibu jadi kelelahan," kata Dara. Gadis itu segera masuk ke dalam rumah yang menyatu dengan warung untuk mengambil minuman yang langsung ia berikan pada Bu Siti. "Kaki neng 'kan lagi sakit. Nanti kalau kakinya sudah sembuh, enggak apa-apa neng yang jalan belanja." Dara menghela napas kemudian mengangguk setuju. Kakinya memang dari terkilir kemarin karena terjatuh dari kursi saat ia menyusun barang-barangnya di atas lemari. Saat ini saja kakinya masih terasa sakit dan tidak bisa bergerak bebas. "Dara," panggil seseorang di luar warung. Dara yang mendengar namanya di panggil segera melihat siapa yang memanggilnya. Gadis itu kemudian tersenyum manis saat Riki yang merupakan anak Pak RT berdiri di depan warung. "Kak Riki? Ada perlu apa, Kak?" tanya gadis 20 tahun tersebut. Riki lebih tua satu tahun darinya. Pemuda itu bekerja sebagai guru honorer dan juga sedang kuliah di sebuah universitas swasta. Riki juga baik pada Dara sehingga membuat gadis itu nyaman berteman dengannya. Riki tersenyum manis. Pemuda itu bertanya, "bagaimana kaki kamu? Sudah mendingan?" Dara tersenyum. "Masih agak sakit, Kak. Tapi, sekarang udah lumayan bisa bergerak," sahutnya. Riki tersenyum dan mengangguk mengerti. "Kalau sudah agak mendingan, rencananya kakak mau ajak kamu pergi," katanya pada Dara. "Pergi ke mana?" "Pasar malam. Baru buka beberapa hari lalu." Riki menjawab. "Bagaimana?" "Aku lihat kondisiku dulu, ya, Kak. Soalnya enggak enak kalau jalan dengan kaki pincang." Dara meringis menatap Riki. "Enggak masalah." Obrolan mereka berlangsung singkat karena Riki harus pulang ke rumahnya. Katanya ada tamu yang datang berkunjung. Sementara Dara mengistirahatkan tubuhnya dan Bu Siti bertugas menjaga warung. Dara memang merasa tidak enak badan beberapa waktu terakhir sehingga terkadang ia banyak menghabiskan waktunya di tempat tidur. Beberapa tahun belakangan Dara hidup tidak teratur seperti saat papanya masih hidup. Tubuhnya bahkan lebih kurus dari sebelumnya dan terkadang jatuh sakit karena imunnya yang lemah terhadap bakteri. Dara tidak pernah memeriksa kondisinya ke dokter karena menurutnya ia hanya sakit biasa dan bukan penyakit parah. Senyum gadis itu mengembang. Pikiran dan tekadnya harus segera tercapai dalam menggapai setiap keinginannya. Keinginannya hanya satu dan tidak berlebihan. Yaitu, mencari uang sebanyak mungkin agar dirinya bisa hidup bahagia. Yeah, hanya uang yang bisa membuatnya tersenyum. Adara mulai memejamkan matanya dan larut dalam mimpi. Adara kembali memimpikan pria itu. Pria yang menyebabkan Adara bisa hidup mandiri. Pria yang menjadi penyebab perasaan Adara hancur berkeping-keping untuk pertama kalinya. Pria yang sudah ia anggap sebagai mantan suaminya, Juan Jendral Hariez.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook