Chapter 9 : Welcomeback

1640 Words
Lucia bungkam. Menggigit bibir bawahnya keras. Kepalanya terdongak, menggapai bahu Matteo, percikan shower membasahi tubuhnya. Panas. Ia naked, membiarkan Matteo singgah ke dalam tubuhnya lagi. Mereka bersatu, setelah menonton pertunjukan pesta kembang api. Memulai percintaan panas di deck kapal, lalu pindah, berdiri di bawah shower seperti sekarang. Sekaligus membersihkan diri. Matteo akan sampai, ya, sedikit lagi. Ia bergerak, lebih keras, menghantam masuk di sela tempat Lucia yang membungkusnya begitu rapat. "Ah. Sial. Luciiaa, You're tight," suara Matteo menggema, berat, sedikit serak. Napas Matteo terdengar memburu, menggigit puncak bahu Lucia yang ikut mengerang pelan. Matteo berhenti, menekan pinggul Lucia turun, ia menggapai puncak, memberi tanda di leher gadis itu lagi, Lucia lemas, bergetar hebat dan merasakan perutnya hangat. Matteo memutar haluan tubuh Lucia ke arahnya, mengecup singkat, lalu berbisik. "Thanks Lucia." "Om. Udah, Ya. Aku capek!"pinta Lucia sambil mematikan shower. Tidak sanggup lagi menerima Matteo. Pria itu tidak menjawab, ia menjauh, mendekati tumpukan handuk dan meraihnya. "Keringkan tubuhmu! Kita tidur,"kata Matteo, menyelimuti Lucia dengan handuk. Gadis itu mengangguk, mengelap tubuhnya. Keduanya senyap, saling mengeringkan diri. Matteo melipat handuk di pinggulnya. Menutupi bagian yang baru saja bekerja keras. "Om. Kaki aku gak bisa jalan. Susah gerak nya, ini gimana?"tanya Lucia polos, memasang wajah takut. Menekan pegangan shower yang sejak tadi mati. Berjaga untuk menahan tubuhnya. "Aku bantu!"sebut Matteo dingin, datang mendekat, Lucia sedikit bergeser. Ketika kedua lengan kekar Matteo melingkar dan mengangkat tubuh Lucia. Spontan, Lucia menyandarkan kepala, mengalungkan tangan di leher Matteo. Pria itu membawa Lucia keluar, hingga berbaring di ranjang dan menyelimutinya hingga leher. "Tidurlah!"ucap Matteo singkat. Lucia mengangguk, berbaring menyamping, untuk mencari kehangatan. Ia patuh, segera memejamkan mata. Matteo memasang pakaian, meraih ponselnya sesaat untuk memeriksa pesan yang mungkin masuk. Menaruh nya kembali, setelah membaca beberapa email dari klien. Lantas, berangsur tidur. Menyisipkan tubuh di samping Lucia, dan memeluk gadis itu dari belakang. _________________ "Ya. Aku tidak bisa pulang sepagi ini. Lucia masih tidur, sir!"jelas Matteo di telpon. Menatap gadis itu dari kejauhan. Berdiri di balkon kamar mereka yang luas. "Masih tidur? Di Cannes ini sudah pukul sepuluh pagi, Lucia tidak pernah bangun se-siang ini, dia disiplin,"sanggah George heran. Matteo menelan ludah, menggaruk pelipis yang tidak gatal. Mencari alasan tepat untuk ia katakan. "Lucia lelah. Kami tidur pukul tiga pagi semalam,"ucap Matteo serak. Berharap George tidak lagi bertanya. "Kenapa kalian tidur jam tiga pagi?"tanya George lagi. Sial. Matteo ingin sekali mematikan ponselnya sekarang juga. "Kami.... Ber... Kami berbincang. Ya. Lucia tidak bisa tidur,"gugup Matteo. "Baiklah! Kalau begitu telpon aku jika kalian sudah berangkat. Kita harus segera bicara, Matteo,"sebut George. "Ya. Sir. Aku mengerti! Aku akan ambil pesawat terakhir agar sampai di Bogota besok pagi,"tukas Matteo. "Oke. Jaga putri ku baik-baik. Ingat itu!" "Hmm..."Matteo memutuskan panggilan. Segera mengakhiri pembicaraan. Tidak ingin mendengar pertanyaan atau tuntutan dari George. Matteo membuka daftar pesan, terhenti pada sebuah chat Sofia. Melihat perbedaan di sana. Wanita itu mengganti foto profil, dan memasang sebuah status. Sofia meng-apload sebuah barang yang berkaitan erat dengan Matteo. Kalung dengan inisial MS. Matteo Sofia. _________________ "Kenapa kau berpakaian seperti itu!"tegur Matteo menatap Lucia dari ujung kaki hingga kepala. Gadis itu memakai kaos turtleneck, dengan syal tebal menutupi lehernya. Mantel panjang dengan kerah tinggi, membuat gadis itu semakin tertutup. "Cuma pengen aja, kok!"jawab Lucia, dengan keringat yang tercetak jelas di kening nya. "Kau akan sangat kepanasan!"Matteo melangkah, menatap lebih dekat. "Nggak, Om. Biasa aja." "Kau tidak bisa menipuku!"Matteo menarik syal dari leher Lucia. Membuat gadis itu membulatkan mata, terkejut dengan aksi cepat Matteo. "Ihh.. Ommm... Kenapa sih! Gak tahu apa ini karena dia juga!"rungut Lucia. Merebut syal dari tangan Matteo. Pria itu mengangkat dagu Lucia. Menatap bercak merah keunguan di sekitar leher gadis itu. Banyak. "Kau ingin menutupi ini?"tanya Matteo. "Ya iyalah. Kalo nggak, ngapain aku pakai baju ginian. Panas tahu, Om. Mana lapar, gak di kasih makan dari semalam!" "Jadi kau lapar?"Matteo terkekeh, tertawa lebar. Membiarkan Lucia mengalungkan syal nya kembali. "Ya iyalah. Masa nggak. Tega banget. Istri gak di kasih makan, gak di bujuk. Sekali bujuk aku nya di......"Lucia mengentikan kalimat, menaikkan mata pada Matteo. Ia merengut. Terlihat marah. "Di... Apa?"tanya Matteo. "Ih.. Om. Aku lapar! Gimana mau makan kalo leher nya gini!"tunjuk Lucia. "Aku pesankan sesuatu. Tunggu di sini! Aku akan ke apotik untuk membeli sesuatu agar lehermu tidak merah." "Iya udah. Kalau gitu. Aku lepas semuanya, Ya, Om!"ujar Lucia. "Ya." "Om mau peluk!"pinta Lucia merentangkan kedua tangan. Matteo diam, menarik napasnya dalam. Pria itu mengangguk, bergerak masuk ke dalam lingkaran tangan Lucia. "Cium!" "Hmm!"Matteo mengecup kening Lucia. Sekilas menyentuh bibirnya yang terlihat merah. "Ya udah. Sana pergi! Aku tunggu di sini!" "Berkemas Lah! Nanti sore kita pulang ke Bogota,"kata Matteo melepaskan diri dari Lucia. "Iya. Sayang!"jawab Lucia. Mengulum bibirnya yang mungil. Matteo menaikkan salah satu alis. Memandang nya aneh. "Duh. Ponsel ku mana, Ya!"Lucia memutar tubuh nya, memunggungi Matteo dan berangsur jauh. Matteo menggeleng kepala, tersenyum tipis. Lantas, segera keluar dari kamar. _______________ Lucia menarik ponselnya, setelah mendengar suara dari benda itu. Dering nya terdengar cukup kuat. Mengusik ketenangan. "Habiskan makanan mu dulu!"perintah Matteo. "Bentar, Om. Ini kaya nya penting,"jawab Lucia mengangkat panggilan, sambil menatap Matteo. Pria itu mengeluh, memerhatikan leher Lucia. Ruam di sana sedikit memudar. "Ya. Ini aku, Lucia. Kenapa?"tanya gadis itu, bicara di telpon. "J'Althea agency?"sebut Lucia. Membuat Matteo langsung mengangkat kepala. Ia ingat betul nama perusahaan tempat Sofia bekerja. Kening Matteo mengerut, tidak sabar menunggu reaksi selanjutnya dari gadis itu. "Sekarang. Aku di Cannes. Mungkin besok kita bisa bertemu,"tutur Lucia lagi. Menambah rasa penasaran Matteo. "Ya. See you!"tutup Lucia. Meletakkan ponsel di pinggir makanan. "Kenapa?"tanya Matteo. "J'Althea menawarkan kontrak kerja sama Om. Dengan aku yang jadi model mereka." "Model? Jadi kau akan bekerja sama dengan mereka?" "Ya. Kalau uang nya cocok. Aku ambil,"tukas Lucia. "J'Althea selalu meminta modelnya berpenampilan sexy, bahkan telanjang. Kau mau ambil?" "Memang nya kenapa? Kan tuntutan model memang seperti itu. Lagipula itu hanya sebatas Art, fotografi,"sela Lucia cepat. "Besok kau pergi dengan ku!" "Aku bisa pergi bersama Julia, Om." "Tidak! Kau pergi bersama ku,"kata Matteo bersikeras. Terdengar begitu memaksa. Lucia senyap, kembali melanjutkan makan. ___________________  Republik Kolombia, Bogota | 1 day later Matteo dan Lucia di sambut, ketika mereka sampai di mansion milik George. Gadis itu berlari, mendekati Alicia. Memeluk ibu nya rapat. Meski sangat terkekang, Alicia bukan tipe orang tua yang senang bicara kasar. Ia mendidik Lucia dengan elegant. "Bagaimana Cannes? Bagus?"tanya Alicia. Mengusap rambut hitam putrinya. "Hmm. Sangat, mom. Matteo menyewa yatch. Kami menonton pesta kembang api semalam,"pamer Lucia tersenyum pulas. Lalu, merasakan jemari lembut menarik kerah pakaiannya. Menurunkan sedikit. . "Leher mu kenapa Lu? Di gigit Om?"tanya Julia terdengar seperti serangan. Lucia mundur, menarik kerah pakaian nya ke atas. "Apaan sih Jul. Gak sopan!" "Dih. Suami istri wajar kali gigit-gigitan. Jadi, panen berapa kali semalam?"celetuk Julia. Membuat George dan Alicia saling pandang. Julia sangat mirip Justin, tidak tahu kondisi. "Panen? Ngapain sih jauh-jauh ke Cannes buat manen? Aneh!"sergah Lucia. Matteo bungkam, tidak bersuara sepatah katapun. Ia salah. Gairahnya yang sangat panas, menghilangkan seluruh akal. Tidak seharusnya pria itu memberi tanda begitu banyak di sekitar leher Lucia. "Duh. Om. Tante Alicia, dulu waktu mengandung Lucia ngidam makan beling ya? Sampai begini amat dapat anak,"tukas Julia. Matteo tersenyum. Ingin tertawa. Namun, ia tahan sebisa mungkin. "Sudah. Pergi sana! Aku dan Matteo harus bicara!"ucap George. "Mau ngomongin nama cucu ya, Om?"tanya Julia. Tersenyum dengan mengangkat alis. "Kasih nama yang bagus ya Om, pakai nama Julia, biar cantik kaya aku!" "Tidak minat!"balas George singkat. "Ya udah. Aku bawa Lucia ke kamar ya Om. Pengen interogasi,"tukas Julia. "Ya." "Lucia! Kau harus mengemasi beberapa barang mu. Setelah ini kita tinggal bersama,"celetuk Matteo. Membuat semua mata menoleh ke arahnya. "Kau akan membawa Lucia?"tanya Alicia. "Ya. Aku ingin bertanggung jawab. Aku suaminya!"sarkas Matteo. "Okay. Tapi kalian tidak bisa melewatkan makan malam di rumah ini!"sela George. "Om aku tinggal di sini aja, Ya. Aku..." "Kau tinggal dengan ku di apartemen!"balas Matteo lebih tegas. Menatap Lucia. Membuat gadis itu tidak lagi bisa membantah. Lalu berjalan masuk ke kamar bersama Julia. "Aku juga akan ke kamar. Kalian bicaralah! Kau bisa minum teh herbal nya juga Matteo." "Ya. Thanks. Mrs. Savalas,"balas Matteo ramah. Lalu melihat wanita itu berlalu, pergi menghilang di balik pintu. "Duduklah!"ujar George. Lalu melihat pelayan menuangkan air untuk Matteo. "Kau ingin membahas tentang penculikan Lucia yang gagal malam itu, sir?"tanya Matteo. "Ya. Itu poin pertama. Bagaimana kau bisa menolong Lucia malam itu?"tanya George datar. Menarik gelas berisi setengah minumannya dan menenggaknya cepat. "Aku keluar di sekitar apartemen untuk berkeliling. Lalu melihat perkelahian. Awalnya aku tidak terlalu peduli, namun, setelah mendengar suara Lucia. Aku memastikannya. Mereka kelompok Loz Arcasas,"jelas Matteo. "Kau yakin?" "Aku melihat tanda di leher mereka saat aku menembak salah satunya. Tatto naga kepala dua,"ujar Matteo. "Leon punya rencana untuk menahan mereka beberapa waktu. Dia akan ke Mississippi lebih cepat. Aku ingin kontrak perjanjian yang mengikat, namun, tidak merugikan kita." "Akan ku buatkan...." "No. Karena kau menikah dengan putriku, kau keluar dari pengacara Phoenix. Kau hanya mengatur keuangan dan kau bebas menerima klien di luar Phoenix,"sela George. "Maksud mu?"tanya Matteo. Mengerutkan alis. "Aku tahu kau berbakat Matteo. Kau juga berjaga atas keluarga ku. Namun, pengadilan bisa menyerang ku jika kau tetap menjadi pengacara Phoenix. Keluarga tidak bisa membela keluarga di mata hukum, bukan?" "Ya, sir. Jadi.. Siapa yang menggantikan ku?"tanya Matteo penasaran. "Kau kenal dia..."ujar George. Menyatukan kontak mata mereka dalam. Matteo penasaran. Tidak sabar menunggu jawaban. "Morning, sir. Kalian sudah lama menunggu ku?"sebuah suara datang. Hadir di belakang Matteo begitu tepat. Pria itu berputar. Menoleh sumber suara yang sangat tidak asing. Wajah Matteo berubah. Terlihat datar dari sebelumnya. "Falcon D'Carrington,"sebut George tegas. Menimbulkan percikan di antara Matteo dan Falcon. Keduanya bersaing sejak lama. Mereka bekerja untuk keluarga Savalas. Namun, Falcon pernah kalah dari Matteo, membuat ia mundur dan berdiri di wilayah Asia Tenggara. Memperkuat Phoenix di sana. Namun, hari ini dia kembali, melemparkan senyuman penuh ancaman untuk Matteo. Falcon berjanji, untuk tidak lagi membuat kesalahan seperti masa lalu. _____________________ IG : shineamanda9
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD