Negara Kilan

1749 Words
9 Tahun kemudian Makmur. Itulah salah satu kata yang bisa menggambarkan daerah ini. Wilayah kekuasaan kerajaan Kilan. Di sepenjuru wilayah tersebut, baik kota maupun desa tersimpan banyak keindahan serta sumber daya alam yang melimpah ruah sehingga menjadikan Negara Kilan menjadi negara terkaya dan salah satu kerajaan terbesar di seluruh dunia. Banyak sekali kerajaan - kerajaan yang hendak merebut wilayah itu, tetapi tak ada satu pun yang berhasil. Bahkan semua prajurit musuh lenyap sebelum sempat melihat megahnya benteng pertahanan Kilan. Kerajaan Kilan juga melebarkan daerah kekuasaan mereka ke seluruh penjuru. Memenangkan berbagai pertempuran hingga menjadi kerajaan yang paling ditakuti. Setiap pergerakan Kerajaan Kilan entah kenapa seolah tanpa minus. Menjadi yang tak terkalahkan, yang terkaya, yang terbesar. Dan semua itu tak lepas dari adanya mitos bahwa negara Kilan dijaga oleh sang Naga. Dewa yang mereka sembah dan puja puja. Sang naga membuat hidup mereka tentram, makmur, aman dan sejahtera. Tetapi tentunya ada harga yang harus dibayar untuk semua itu. Setiap purnama tiba, masyarakat di lingkup istana Kilan harus mempersembahkan seorang gadis yang masih suci untuk sang naga merah. *** Gadis itu berlari terseok-seok, nafasnya naik turun, keringat dingin mengalir di dahinya. Ia memutar pandang mencari sesuatu yang bisa membuatnya bersembunyi. Tapi sayang sekali, ia yakin di desa ini tak akan ada tempat untuknya bersembunyi. Atau bahkan ketika dia mengetuk pintu dari rumah ke rumah untuk mencari perlindungan~ warga desa akan menangkapnya dan menyerahkannya. Gadis itu gemetar lalu menangis. Kesalahan apa yang ia lakukan hingga nasibnya seperti ini. Dia tak pernah membayangkan akan menemui neraka di bumi. Dia datang ke tempat ini untuk mencari pekerjaan. Mencari uang sebanyak mungkin untuk mengobati adiknya yang sakit - sakitan. Dia yatim piatu, dan harus mengurus dua adiknya yang masih kecil. Dan adik bungsunya terkena penyakit yang membutuhkan biaya perawatan tinggi. Lalu ketika dirinya datang ke tempat asing ini, dia bertemu seorang bangsawan baik hati yang secara mengejutkan ingin menjadikannya anak angkat. Tentu saja dia senang dan bersyukur, apalagi bangsawan itu juga berkata akan membawa serta adik - adiknya untuk ia asuh. Empat hari sudah dia menjadi anak asuh bangsawan itu. Mereka memperlakukannya dengan baik. Namun ternyata ada sesuatu yang tak pernah ia ketahui, hingga pada hari ini semua terjawab. Bangsawan itu tidak benar-benar mengangkatnya sebagai anak melainkan memeliharanya untuk dijadikan tumbal kerajaan Kilan. Dia baru tahu bahwa di kota ini ada tradisi mengerikan dengan cara mengorbankan nyawa. Dan tahun ini, salah satu penduduk yang harus menyerahkan persembahan ialah bangsawan yang telah mengasuhnya. Bangsawan itu tidak mau anak gadisnya dijadikan persembahan, oleh karena itu dia mencari gadis lain sebagai pengganti dan gadis itu adalah dirinya. Lalu dengan bodohnya dia tertipu akan perlakuan baik yang mereka berikan. Gadis itu berjingkat dengan jantung bertalu - talu ketika mendengar rombongan orang mengejarnya. Ia panik dan berusaha kabur sejauh mungkin agar tak ditemukan. "Kejar dia!" Teriakan itu membahana. Orang - orang suruhan bangsawan itu mengejarnya. Membawa obor untuk menerangi jalan mereka dari kondisi gelap, orang - orang itu terus mengejar. Mangsa tidak boleh dibiarkan kabur. "Ya Dewa tolong aku!" Gadis itu terus menggumamkan doa. Dia tidak boleh tertangkap. Jika ia mati, siapa yang akan merawat kedua adiknya. Dia terus berlari tanpa peduli kaki telanjangnya lecet terkena kerikil - kerikil. Sebelum fajar, ia harus menuju pelabuhan untuk kembali ke tempat asalnya. Jalan tercepat menuju pelabuhan ialah melewati hutan, begitulah kata pelayan baik hati yang membantunya kabur. Jika ada kesempatan untuk bertemu lagi, dia bersumpah akan membalas kebaikan pelayan itu. Dengan nekad gadis itu berlari menembus kegelapan. Masuk ke dalam hutan tanpa peduli akan adanya binatang buas menerkam. Dalam pikirannya hanya satu. Bahwa dia tidak boleh tertangkap. "Adik ku, tunggu kakak!" Braakkk Sungguh sial. Dia tersandung. Kondisi gelap tanpa penerangan membuat pandangannya tak fokus. Di depannya ada batu cukup besar. Lututnya berdarah. Yang lebih parah kakinya terkilir. "Itu dia! Cepat tangkap!" Gadis itu tersentak. Menoleh, orang - orang yang mengejarnya melihatnya. Susah payah ia bangkit, dengan tertatih ia terus melangkah secepat mungkin walau nyeri mendera. "Ya Dewa selamatkan aku! Ku mohon selamat aku!" Air matanya kian mengalir. Dia panik. Kakinya amat nyeri. Dia tidak bisa berlari cepat. Sementara orang - orang itu semakin dekat. Apa yang harus dia lakukan? Dia berharap ada keajaiban datang. Lalu tak berselang lama, di antara rerimbunan pohon, ia melihat secercah cahaya api menyala. Dia mengikuti api itu. Dan.... Bruukkk. Dia jatuh lagi. Kali ini bukan karena batu, melainkan ia menabrak punggung seseorang. **** Hampir fajar. Jika sudah ada jam_ ini menunjukkan pukul tiga dini hari. Gadis cantik bersurai hitam itu berjalan keluar, memakai jubah hangat serta tundung untuk menutupi kepalanya. Membawa obor serta keranjang, ia akan pergi untuk mencabut bunga Kana. Bunga itu hanya mekar saat jam tiga pagi. Dan tepat di waktu mekar itulah khasiat bunga Kana sangatlah ampuh mengobati penyakit cacar. Aira berjalan tanpa kenal takut. Dia sudah hafal daerah ini. Apalagi sejak kecil ia juga kerap berkeliaran di hutan dan merasa bahwa hutan sangat bersahabat dengannya. Baginya ini adalah rumahnya. Dia sudah hidup selama 17 tahun di tempat terpencil ini. Hingga membuatnya tidak takut binatang buas maupun manusia jahat lantaran di daerah ini jarang sekali ada manusia serta binatang buas lewat. Ketika hampir sampai ke arah tumbuhnya bunga Kana, Aira tersentak kaget ketika sesuatu menabrak punggungnya. Refleks ia berbalik. Matanya melebar melihat seorang wanita beruraian air mata menunduk memohon ampun. "Kau baik - baik saja?" Pertanyaan itu membuat gadis di depannya mendongak. Cahaya dari obor menerangi sosok yang berseru kepadanya. Perlahan ia menghela nafas lega. Tetapi itu hanya sementara, saat dia mendengar suara riuh, dia langsung berlutut sambil menggenggam rok Aira. "Nona, tolong aku! Ku mohon, tolong aku!" Aira tertegun. Antara kaget tiba - tiba seorang wanita seumuran dirinya berada di hutan dan dia juga belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang ia lihat hanyalah gadis di depannya tampak berantakan. "Tolong aku, nona! Ku mohon!" Gadis itu mendongak. Air mata mengalir di pipinya. Tubuhnya gemetar. Gadis itu bahkan kini berlutut sembari terus mengusap - usap kedua tangannya bentuk permohonan menyayat hati. "Ku mohon tolong aku! Adik - adikku membutuhkan ku, mereka masih kecil dan sakit. Aku harus kembali nona. Ku mohon, tolong aku!" Tangisan gadis itu meleleh kian deras dan Aira tak tega melihatnya. Menyadari apa yang terjadi, Aira segera mematikan obornya lantas menggiring wanita itu bersembunyi di semak - semak. "Sial, dimana dia?" Orang - orang itu berpencar. Mencari dari sudut ke sudut. Wanita itu pasti belum jauh. Hati - hati Aira mengintip dari balik semak. Lalu ketika orang - orang itu sudah mulai pergi, barulah ia keluar untuk kemudian membawa gadis itu ke rumahnya. **** "Jadi begitu." Aira menghela nafas panjang mendengar cerita gadis itu. Memang sungguh miris, wilayah ini menyimpan tradisi mengerikan atas nama kejayaan. Beruntung dirinya hanyalah anak tunggal sehingga keluarganya tak perlu membuat persembahan. Memang di lingkup istana Kilan, setiap warga diwajibkan memberi persembahan, namun terdapat pengecualian. Yakni penduduk yang hanya memiliki satu anak, tidak diharuskan melakukan ritual itu. Aira tidak bisa membayangkan seandainya hal itu terjadi pada dirinya. "Terimakasih nona." Aira mengangguk. Ia mengambil selimut tebal serta teh hangat lalu memberikannya pada gadis itu. Tubuh gadis itu gemetar karena takut dan juga kedinginan. Udara menjelang pagi memang begitu dingin. Gadis ini berhasil kabur dari desa seberang sampai ke sini nan jauhnya pasti membutuhkan tenaga ekstra. Aira salut, tekad bertahan gadis ini begitu kuat. “Istirahatlah di sini dulu, kau harus memulihkan energi.” Ucap Aira, ia pun segera berdiri. Mengintip dari celah jendela begitu mendengar langkah beberapa orang mendekat. Tak mungkin itu ayah dan ibunya. Ayahnya sedang ke desa seberang untuk mengobati para warga yang terkena wabah cacar. Oleh karena itu ia sengaja memetik bunga Kana untuk menyerahkannya pada sang ayah nanti. Sementara ibunya harus menginap di rumah majikannya. Jadi, langkah kaki itu pasti.... Aira menatap wanita yang gemetaran di depannya. Ia lantas menyuruh gadis itu bersembunyi di ruang bawah tanah yang berada di bawah dipan. Ruangan itu biasanya digunakan untuk menyimpan tanaman – tanaman herbal sang ayah. Menyingkirkan gelas teh, Aira mengacak – acak rambutnya. Berpura - pura baru bangun ketika pintu rumahnya digedor tak sabar. "Ada apa tuan?" Tanya Aira sembari mengusap matanya, "Ini masih gelap. Apa ada yang sakit?" Tiga orang di depannya tidak menjawab. Dua orang di depannya langsung menerobos masuk. "Kami mencari wanita. Apa kau melihat seorang gadis berbaju biru berkeliaran di sini?" Aira berkedip sejenak kemudian menggeleng, "Mana mungkin saya melihat. Saya baru bangun ketika anda menggedor pintu. Saya pikir, ada orang yang membutuhkan obat." Jeda sejenak, "Lagipula ini masih gelap, tak mungkin ada wanita yang berkeliaran di sini." Jawaban Aira terasa masuk akal. Setelah menelisik rumahnya, tiga orang tersebut segera bergegas pergi ketika tak menemukan apa yang dicari. Aira segera menutup pintu lalu menghela nafas lega. Begitupun gadis itu. Senyum mengembang di bibir mungilnya. "Setelah terang. Aku akan mengantar mu ke pelabuhan." **** Bosan. Heise bersandar di dahan pohon, manik merahnya menelusuri pemandangan di bawahnya. Makhluk - makhluk berlendir dengan gigi tajam berseliweran mengumpulkan senjata, menyeret mayat dan juga mengoyak mangsa. Satu desa habis dalam semalam karena ulah anak buahnya yang terlalu brutal. 'Ck' Monster - monster itu memang ganas. Tak tahu aturan. Pemandangan ini benar - benar membosankan. Membuat matanya rusak. Sudah kesekian kali ia melihat pemandangan Legendary Land yang seperti ini. Kehancuran, ketakutan, darah dimana - mana, jerit tangis dan teriakan yang membuat gendang telinganya pecah. Sungguh tidak menarik lagi. Dia butuh sesuatu yang baru. Yang membuat hidupnya tidak monoton. Heise kemudian turun, sontak anak buahnya menghentikan aktivitas. Heise menatap salah satu makhluk yang paling besar, ketua kawanan monster itu. "Bereskan semua tanpa sisa sebelum kelompok pemberontak datang!" Perintahnya sebelum kemudian menghilang menuju dunia manusia. *** Matahari sudah menampakkan sebagian wajahnya. Langit gelap sudah nyaris terburai. Aira terbangun dari tidur anyamnya. Menoleh, di sampingnya perempuan yang ia tolong masih terlelap. Gadis itu pasti kelelahan. Biarlah dia istirahat untuk memulihkan energi. Berjalan ke kamar mandi, ia membasuh wajah kemudian menyalakan api untuk membuat sarapan. Tiga puluh menit kemudian terdengar suara gemerisik. Gadis yang mengaku bernama Lier baru terbangun lalu segera bergerak terburu - buru. "A... Aku ketiduran." Gumam gadis itu panik. Pagi sudah menjelang dan dirinya harus berada di pelabuhan sebelum ada orang yang melihat. "Hey, tenanglah!" Aira segera menghampiri. Tersenyum lembut, ia berkata pengertian, "Jangan khawatir, aku akan mengantar mu ke pelabuhan. Namun kau harus makan dulu, ok?" "Ta.. Tapi~." "Orang - orang yang mengejar mu saat ini sudah pasti menunggu di pelabuhan." Perkataan Aira membuat Lier terkejut. Tetapi ada benarnya juga. "Tapi kau tenang saja, hari ini akan sangat ramai. Festival tahunan negara Kilan diadakan." ujar Aira sudah terpikirkan ide brilian. *** *Ojo lali Vote dan komennya* ??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD