“Nola, berhenti!” Arista memekik nyaring sambil berlari mengejar Nola. Sementara Nola justru terus memacu langkahnya menuju toilet wanita. Bunyi berdebam terdengar keras ketika Arista berhasil menyusul Nola masuk ke dalam toilet. “La, buka pintunya!” Ia menggedor pintu bilik toilet yang tertutup rapat. “Lo harus jelasin ke gue ada apa?! Jangan tiba-tiba kabur kayak gini!” “Emang harusnya gue nggak ke sana,” keluh Nola diselingi isak tangis. “Harusnya kita langsung pulang aja tadi, makan di rumah.” “La, lo kenapa? Lo kenal Pak Emir? Ayo keluar dulu, La! Jelasin dulu. Kita juga masih ninggalin barang-barang di sana, loh!” Arista sudah tak tahu lagi bagaimana cara merayu sahabatnya agar mau membukakan pintu. “Lo lanjut makan aja, Ris. Gue nggak bisa makan di sana lagi.” “Enggak! Gue ngg