Bab 12. You Or Your Cooking

1256 Words
Tidak, itu bukan rekaman bukti pemb*nuhan atau sejenisnya sehingga bisa mengubah keputusan polisi. Itu justru rekaman yang mendukung bahwa sepasang jasad itu memang meninggal karena b*nuh diri. Bersama surat wasiat yang diduga ditulis oleh si pria, rekaman itu menjadi penentu bagi kepolisian untuk menutup kasus tersebut sebagai kasus b*nuh diri dan menghentikan penyidikan. Singkatnya, kasus itu sudah berakhir. Keluarga korban sudah menerima hasil penyidikan dan keputusan dari polisi. Meski mereka masih mempertanyakan alasan keputusan sepasang kekasih itu untuk mengakhiri hidup, secara garis besar tidak ada masalah lanjutan dari kasus itu. Hanya saja, angka penjualan kamar hotel Sunflower masih saja di bawah 30% meski sudah seminggu berlalu. Arka mengusap wajahnya kasar, menatap grafik warna-warni di tabletnya yang semakin melandai. Lalu beralih menatap hasil presentasi tim pemasaran yang sudah dilakukan tiga hari lalu. “Ini nggak bakal bisa dipromosikan kalau tamu yang nginap di hotel aja nggak sampe 50%.” Ia bergumam sendiri. Jam di dinding ruang kerja apartemen Arka sudah menunjukkan pukul 8 malam dan ia belum makan malam. Ia memang sengaja membawa pekerjaannya ke apartemen alih-alih ke rumah. Ia merasa bisa lebih fokus ketika suasana di sekitarnya sunyi dan tenang. Arka menghela nafas panjang, menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, menatap pintu ruang kerjanya. Tiba-tiba, bayangan Arista yang melongok dari balik pintu berkelebat. Sialnya, otaknya segera melepas memori tentang segala tingkah wanita itu. Suaranya, aroma vanilla yang selalu tercium dari tubuhnya, bahkan sentuhan tangan dan bibir wanita itu. Semuanya terasa begitu nyata. Membuat Arka tanpa sadar tersenyum sambil memejamkan mata. Merasakan kembali sensasi kehadiran Arista. Ah, padahal baru tadi sore mereka berpisah sepulang kerja. Hari ini adalah hari pertama Arka kembali menginap di apartemen mewahnya setelah Arista kembali ke apartemennya sendiri dua hari lalu. Penyidikan kasus yang menimpa Arista sudah selesai dilakukan. Polisi tak bisa mengulik apapun dan berakhir memberi hukuman sesuai pasal yang berlaku. Sebenarnya Arka bersikeras meminta Arista untuk tetap tinggal di apartemennya dengan alasan keamanan. Tapi Arista juga keukeuh untuk kembali ke apartemennya sendiri. Maka mau tak mau, Arka pun mengizinkannya dengan syarat Arista harus menambah pengaman di pintu dan jendela serta memasang CCTV di beberapa sudut apartemennya. Arka berdiri, membuka tirai di sisi kanan ruangan, menatap pemandangan lautan lampu gedung yang bersinar indah di malam hari sembari menelepon Arista. “Halo, Ta,” sapanya tenang. Tapi entah kenapa jantungnya berdegup sedikit lebih kencang. “Iya, Pak? Ada apa?” “Kamu sudah makan?” “Mm… belum, sih. Kenapa?” Arka tersenyum senang. “Beli makanan apapun yang kamu mau lalu bawa ke sini,” perintahnya kemudian. “Eh? Ke sini ke mana, Pak?” tanya Arista bingung. “Ke apartemen saya. Jangan lupa belikan untuk saya juga. Tapi, kalau kamu mau masakin buat saya juga nggak apa-apa,” goda Arka. Siapapun yang melihatnya saat ini, pastilah mengira Arka sudah gila. Pria bertubuh jangkung itu terus mengulas senyum sepanjang berbicara di telepon. “Kalau saya pesenkan aja gimana, Pak? Biar nanti dianter ojol ke sana. Soalnya saya lagi…” “Enggak!” sergah Arka cepat. “Saya mau kamu yang ke sini bawain makan malam saya. Kalau enggak, kamu yang jadi menu makan malam saya.” “Eeeh?!” Arka tersenyum demi mendengar suara panik sekretarisnya. “Gimana?” tanyanya dengan senyum penuh kemenangan. Terdengar suara helaan nafas Arista di ujung telepon. “Baik, Pak. Sebentar lagi saya ke sana. Bapak mau pesen sesuatu?” “Terserah kamu, Ta. Kamu yang paling tahu kesukaan saya.” “Baik, Pak.” Telepon terputus. Arka tersenyum menatap ponselnya selama beberapa detik. Lalu kembali mengurus pekerjaannya. Entah sejak kapan pria itu sangat bergantung pada Arista. Bahkan suasana hatinya bisa seketika membaik hanya karena wanita itu akan segera datang ke apartemennya. *** “Loh, mana makanannya?” tanya Arka saat menyambut Arista yang baru masuk ke apartemennya tanpa membawa apapun. “Bapak laper banget? Saya masakin aja, ya? Soalnya bahan-bahan di kulkas nggak bakal kepake kalau nggak ada yang masak,” keluh Arista sambil berjalan cepat menuju dapur. Ia sudah sangat hafal dengan isi rumah ini, seperti rumahnya sendiri. “Agak laper sih,” gumamnya kecewa. Ia sudah berharap bisa segera makan tapi ternyata tidak. “Saya buatin smoothies dulu sambil nunggu saya selesai masak, ya?” Arista melempar tatapan sekilas sambil mengenakan celemek masak. Arka mengangguk. “Iya.” Lalu duduk di kursi tinggi dekat dapur. Memperhatikan dengan seksama gerak-gerik sekretarisnya. Dulu, Arka yang menyeleksi langsung calon sekretarisnya. Ia benar-benar hanya menilai kemampuan. Memilih yang paling mau belajar dan berkembang, bisa mengimbangi ritme kerjanya, dan cerdas. Ia tak ingin memiliki sekretaris hanya untuk mengurusi jadwalnya yang segudang dan siap diperintah. Ia juga butuh orang yang bisa diajak berdiskusi untuk menemukan solusi. Dan takdir membawanya bertemu Arista, yang justru memberi lebih dari yang ia butuhkan. Ia tak hanya memiliki kapabilitas sebagai seorang sekretaris profesional, tapi ia juga mampu memberi rasa nyaman sebagai lawan jenis. “Silakan diminum, Pak,” ujar Arista sambil menyodorkan segelas banana smoothies. “Makasih, Ta.” Arka mencicipinya satu tegukan. Manis dan gurih. “Ini susunya pake apa?” “Oh, pake oatmilk,” jawab Arista singkat. Ia sudah sibuk memotong bawang putih. Arka berjalan ke arah kulkas, membukanya. “Kamu ngisi kulkas, Ta?” “Iya. Stok sisa kemarin ketika saya menginap di sini. Kalau Bapak lagi di sini terus pengen cemilan, di kulkas ada banyak pilihan.” Arka menatap isi kulkasnya yang terisi sebagian. Ada yoghurt, buah-buahan beku dan segar, beberapa sayuran, s**u, snack bar, sampai granola. Semua disesuaikan dengan kesukaannya. Arka tersenyum, merasa sangat diperhatikan dan ia menyukai itu. Arka menutup kulkas, menatap sekretarisnya lekat lantas berjalan mendekat. “Ada apa, Pak?” Arista menoleh sekilas. Lalu kembali sibuk memotong bawang putih. Arka tak menjawab, ia justru melingkarkan lengan kekarnya di pinggang Arista. Membuat wanita itu tersentak kaget. “Pak, ngapain?!” pekiknya. “Saya lagi pegang pisau loh!” Arka terkekeh, semakin mengeratkan pelukannya. Menempelkan hidung mancungnya di leher Arista, memberi kecupan singkat di sana. Arista bergidik. “Pak, bahaya! Kompor lagi nyala, saya masih pegang pisau!” ia berseru cukup kencang, menghalau rasa geli yang nyaman di tengkuknya. Arka tak peduli. Ia justru semakin mengeratkan pelukannya. Membiarkan tubuh mungil Arista terkungkung oleh tubuh atletisnya. “Kamu tahu?” bisik Arka, hembusan nafasnya membelai tengkuk Arista. Membuat wanita itu semakin tak fokus. “Saya nggak pernah suka nginap di sini karena bikin saya merasa sangat kesepian. Oh, kecuali saat saya butuh suasana sepi untuk bekerja.” Arka menggosokkan hidungnya di leher Arista sesaat. “Tapi kayaknya sekarang saya bakal lebih suka menghabiskan waktu di sini.” “Kenapa?” suara Arista serak. Ia menggigit bibir menahan gejolak di dalam dirinya. “Biar bisa kayak gini sama kamu.” Arka menghirup aroma tubuh Arista dalam-dalam, menciumi tengkuknya, membuat Arista menahan nafas. Rambut halus di sekitar dagu Arka bergesekan dengan kulit lembut Arista, memberikan sensasi menggelikan yang memabukkan. Wanita itu mencengkram erat pinggiran meja, memaksa akal sehatnya tetap di tempat. Suara alarm dapur yang disetel Arista berbunyi nyaring. Pertanda spaghetti yang ia rebus sudah al dente. Sekaligus menghentikan gerakan tangan Arka yang sudah menyingkap kaos Arista. “Pak, saya harus lanjut masak,” bisik Arista dengan nafas sedikit terengah. Menahan desahan rendah yang memaksa lolos dari bibirnya. Arka mengintip wajah wanita di hadapannya yang memerah, lantas terkekeh. “Should we just continue this?” godanya sembari mengusap kulit perut Arista yang halus. Arista menahan nafas, menggigit bibir. “Don’t bite your lips!” sergah Arka lirih. Nafasnya mulai memberat. Sementara tatapannya terpaku pada bibir mungil berwarna pink itu. “Or I will eat you instead of your cooking.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD