75. Sandiwara

1325 Words

Tak hanya Nada, semua orang yang duduk di meja makan terperangah melihat bagaimana sikap Wulan pagi ini pada menantunya. Wanita yang terbiasa bermulut pedas dengan ucapan seperti petasan itu, kini terlihat sangat jauh berbeda. Nada bahkan masih berdiri kaku di sisi kursi saking tak percayanya mendengar apa yang barusan dilontarkan dari bibir Wulan. Menantu. Ya, untuk pertama kalinya Nada mendengar Wulan berkata lembut padanya dengan panggilan yang enak didengar. "Tunggu apa lagi, Sayang? Ayo duduk." Gibran memutar bola matanya malas. Baru kemarin ia menggertaknya, pemuda itu paham betul watak sang ibu. Mustahil Wulan berubah dalam waktu singkat. Hanya orang bodoh saja yang mudah percaya pada mulut manis wanita jahat yang sedang berkamuflase itu. "Duduk, Sayang." Kali ini Gibran me

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD