Ben tertawa pelan saat melihat Kaia hanya melongo. Perasaan sesak karena mengungkap luka lamanya itu perlahan-lahan menghilang. Tangannya yang bebas terulur, menyentil jidat Kaia pelan. “Mikir apa sampe bengong gitu?” Kaia tersentak, merengut kesal karena sentilan Ben. “Kamu mau tanya apa tadi?” Ben mengalihkan topik, mengira Kaia tidak nyaman membahas soal perasaan. “Sudah dijawab kok sama Bapak.” “Oh ya? Emang apa?” “Soal perjanjian itu.” Kaia menurunkan tatapannya ke tautan tangan mereka di atas meja, lalu kembali ke wajah Ben. “Saya mau tanya apa saya boleh melanggar perjanjian itu. Tapi ternyata Bapak sudah bilang duluan kalau Bapak emang mau saya melanggar perjanjian.” Ben bisa merasakan jantungnya berdebar tak karuan di rongga dadanya. Bukankah barusan Kaia mengatakan secara