01. Putus Cinta

1158 Words
“Maaf, Sania, aku bukan lelaki yang baik untuk dirimu. Kau bisa mencari penggantiku. Aku harus menikah besok pagi dengan Leona.” Sania mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki di depannya, sudah menjalin hubungan dengannya selama dua tahun lamanya. Berharap lelaki itu akan menjadi tempat pelabuhannya dan bisa membahagiakan dirinya di dalam sebuah pernikahan. Namun salah! Lelaki itu menghamili Leona—sepupu Sania, dan perselingkuhan itu ternyata sudah terjalin selama lima bulan lamanya di belakang Sania. Mata bengkak dan sesak di dada. Sudah menemani Sania dari dua hari yang lalu. Ketika mendengar berita yang begitu menyesakkan di dadanya. Berharap semuanya hanya mimpi. Namun ternyata kenyataan pahit yang diterima oleh dirinya. “Ya. Kau memang bukan lelaki baik! Kau lelaki bajingan! Sialan! Tukang selingkuh! Haus akan selangkangan!” Sania memukul kekasihnya, ah, bukan kekasih lagi. Tapi sudah menjadi mantan. Semenjak lelaki itu ketahuan menghamili Leona si wanita yang suka merebut setiap miliknya. Kini wanita itu merebut lelaki yang dicintai Sania juga. Lelaki itu hanya diam menerima apa yang dilakukan oleh Sania padanya. Memang dia yang salah. Berani bermain belakang. Sehingga semua terjadi begitu saja. Maafkan dirinya. Dia bukan lelaki yang baik untuk Sania. Sania lelah dan menjauh dari lelaki yang sudah menjadi mantannya. Malam terburuk bagi Sania. Sania berlari masuk ke dalam mobilnya. Melajukan mobilnya tidak menentu arah, menghapus air mata kasar. Sania menatap tempat yang di datangi olehnya malam ini. Setelah bertemu lelaki bajingan yang masih pantaskah dia cintai? Jelas tidak! Sania ingin menghilangkan rasa sakit hati di dalam dadanya sekarang. Sania keluar dari dalam mobil, berjalan menuju klub malam. Ya. Pilihannya ke tempat laknat dan penuh dosa. Yang mampu membuat rasa sakit hati di dalam dadanya hilang. Sania turun dari dalam mobil. Matanya menatap sekeliling dengan rasa sakit hati membuncah di dalamnya. Langkah Sania masuk ke dalam klub malam. Hingar bingar musik, aroma alkohol, mata jelalatan dari pria hidung belang, wanita berpakaian seksi, aroma rokok, dan beberapa kali Sania mendengar siulan yang ditunjukan padanya. Membuat Sania diam tidak menyahut semua itu. Sania duduk di depan meja bartender. “Vodka!” ucap Sania memesan minuman yang diinginkan oleh dirinya malam ini. Untuk menghapus sesak di dadanya. Esok pagi mantan kekasihnya yang bajingan akan menikah dengan wanita yang begitu dibenci oleh dirinya. Leona—si murahan yang merasa senang sudah berhasil mendapatkan apa yang dia mau. “Sendirian saja manis?” Sania sudah meneguk gelas keempat vodka yang dipesan olehnya. Menatap ke samping menatap tajam tanpa minat pria yang bertanya padanya dengan senyuman mesum dari pria tersebut. “Menurut lo?” tanya Sania ketus. Pria itu tertawa kecil mendengar Sania bertanya padanya dengan nada ketus. Bukannya marah, lelaki itu akan memegang tangan Sania yang sudah mulai mabuk dan tidak sadarkan diri. “Hahaha… putus cinta emang berat ya? Lelaki yang selama ini gue cintai. Gue harap dia mampu membawa gue ke pelaminan. Tapi apa? Dia selingkuh! Selingkuh cok! Lo dengar nggak sih bangsat! Lo jangan tatap gue dengan tatapan mata seolah lo mau menelanjangi gue ya! Gue nggak akan mau lakuin itu sama lo!” racau Sania mendorong lelaki itu menjauh. Ketika merasa lelaki itu semakin mendekati tubuhnya. Lelaki itu bukannya menjauh. Semakin mendekat. Kesempatan emas tidak datang dua kali. Kapan lagi, dia bisa menikmati gadis secantik di depannya ini. Apalagi gadis itu katanya sedang putus cinta. Kasihan sekali. “Mau menghilangkan rasa sakit hati nggak manis? Gue bisa buat lo lupain yang namanya sakit hati. Kita senang-senang bareng. Gue jamin! Lo bakalan happy!” Sania memiringkan wajahnya lucu. Lalu meneguk gelas ketujuh. Mata Sania sudah tampak kabur dan berdiri dari tempat duduk. “Euk! Gue nggak mau sama lo! Mas! Mau sama aku nggak? Aku cantik lo. Aku juga pandai goyang di atas Mas.” Sania memeluk lelaki yang lewat di depannya, lalu mendorong lelaki tersebut menuju sofa terdekat, dan duduk di atas pangkuan lelaki tersebut. “Hihihi… Mas tampan. Mau tidur sama Adek nggak? Adek pandai goyang loh!” ucapnya menggoyangkan pantatnya, membuat lelaki yang sedang memangku Sania mengeram. “Kau mabuk!” Sania menggeleng. “Sania nggak mabuk. Sania sadar ini. Mas mau nggak temani Sania. Hiks. Hiks. Hiks. Sania baru putus cinta. Sakit Mas. Sakit!” Sania menepuk beberapa kali dadanya. Seolah mengadu betapa sakit sekali putus cinta yang dirasakan olehnya. Lelaki itu menatap wajah cantik wanita bernama Sania di atas pangkuannya ini. Lalu menelisik. Cantik. Semok. Montok. Dan mantap! Apakah dia membawa gadis ini ke hotel, maka dia tidak akan mengalami insomnia lagi? “Mau ke hotel?” tawar lelaki tersebut. Dia sudah dipancing sekalian saja dia menerima pancingan. Untuk mencoba ke sekian kalinya. Sudah berulang kali. Dion Hernando—duda anak satu. Datang ke klub malam hanya untuk mencari teman tidur dan bisa membuat dirinya tidur nyenyak. Namun semuanya tidak ada yang berhasil. Dion masih tetap mengalami insomnia. Dan sudah mencoba untuk meminum obat tidur namun tidak ada yang berhasil. Semenjak mantan istrinya pergi untuk selamanya. Meninggalkan Dion dan putra mereka. “Hotel? Euk! Sania mau ke hotel!” ucap Sania cegukan, mengangguk semangat. Sania berdiri dari tempat duduknya. Lalu menarik tangan lelaki yang tidak dikenal olehnya sama sekali. Sania hanya mau menghilangkan sakit hati akibat putus cinta. Tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya ke depan nanti. Bisa saja masalah yang lebih besar akan menghampiri Sania melebihi rasa putus cinta. Dion menyeringai. Lalu menatap pada lelaki yang menggoda Sania tadi. Dion berjalan mendekati lelaki tersebut. “Kau kalah. Dia lebih memilih saya.” Ucap Dion, membawa Sania untuk segera keluar dari klub malam. Sania masuk ke dalam mobil Dion. Mencoba membuka pakaiannya sekarang. Dion melihat itu terkejut. “Hei! Kau sudah gila! Sabar. Kau bisa membuka semuanya nanti saat sampai di kamar hotel.” Kata Dion, memegang tangan Sania. Mencegah gadis itu untuk membuka pakaiannya sekarang. Sania tertawa kecil. “Sania panas. Sania mau mandi! Byur! Mandi!” ucap Sania tertawa kencang, sambil bertepuk tangan. “Hiks! Kenapa Sania diselingkuhi? Sania tidak cantik? Ayo! Bilang! Sania cantik, ‘kan?” tanya Sania menarik kemeja Dion. Beberapa kancing kemeja Dion terlepas. Akibat ulah Sania barusan. “Iya, Sania cantik.” Jawab Dion lembut, menyingkirkan tangan Sania dari kemejanya. Bisa rusak kemeja mahal Dion akibat ulah wanita yang ada di depannya ini. Sania memiringkan wajahnya. “Benar? Sania cantik. Euk! Sania cantik! Sania montok. Lihat ini, Sania montok!” Sania mau membuka celananya. Dion melihat itu langsung terkejut, dan menggeleng keras. Sialan! Gadis ini. Sunggguh menguji Dion sekali. “STOP!” teriak Dion, mencegah Sania membuka celana. “Kau bisa membuka semuanya di kamar hotel. Jangan di sini.” Kata Dion. Sania mendengar itu mengangguk. “Ayo, Mas. Kita ke kamar hotel sekarang. Sania sudah tidak sabar. Ayo!” Sania menggoyangkan tangan Dion. Seperti anak kecil meminta permen pada ibunya. Dion mengangguk. “Ya, ayo, kita ke kamar hotel. Kita akan senang-senang.” Kata Dion, mulai melajukan mobilnya, menuju hotel terdekat membawa Sania ke hotel. Lalu membuktikan. Apakah Sania mampu membuat Dion tidur nyenyak atau tidak sama sekali seperti wanita-wanita sebelumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD