Sekuat tenaga Celina membawa dirinya ke kamar mandi. Dalam tangisan pilunya ia berulang kali membersihkan tubuhnya dengan perasaan jijik dan tidak ikhlas. Namun, semua telah terjadi, mahkotanya tidak akan pernah kembali.
“Berengsek, gila, semuanya biadab! Aku ini bukan pelacuur!!” jerit Celina di dalam kamar mandi.
Tidak mudah Celina menerima kenyataan pahit yang begitu cepat tanpa menunggu waktu. Wajar hatinya terasa sakit dan amat sedih.
Begitu juga dengan Talita, dimulut merelakan suaminya menikah kembali demi anak. Tapi, kenyataannya hatinya rapuh, tak kuasa berbagi suami dengan wanita lain.
Darren usai menenangkan Talita, pria itu bersiap-siap untuk ke kantor. Jadwal meeting tidak bisa ia batalkan atau mundur. Talita yang sempat merayunya untuk menghibur dirinya dalam peraduan yang panas, kali ini ditolaknya secara halus dengan alasan yang masih masuk akal yaitu waktunya sudah mepet. Dan, pria itu berjanji akan segera pulang dan melayani istrinya. Sedangkan Talita dengan alasan tidak enak badan tidak berangkat kerja.
Sebenarnya penolakan Darren ada sebabnya, ia telah terpuaskan berulang kali semalam dengan Celina, sehingga ia tidak mau merusak kenikmatan yang masih melingkupi dirinya jika berhubungan intim dengan Talita.
Satu jam kemudian, Talita didampingi salah satu maid menghampiri kamar tamu. Sebagai nyonya besar ia masuk tanpa harus permisi.
Celina yang sudah dalam keadaan bersih tapi layu, langsung berdiri ketika ada yang masuk ke kamar tersebut.
Talita menelisik penampilan Celina dari ujung kaki hingga ujung mata, begitu juga dengan Celina. Ia masih mengingat jelas wajah wanita yang turut hadir di rumah rentenir. Wanita yang tampak cantik dengan penampilannya yang super wah, berbanding terbalik dengan keadaan dirinya yang biasa-biasa saja.
“Aku, Nyonya Besar di sini, Nyonya Talita Darren!” tegas Talita memperkenalkan diri sembari duduk di salah satu sofa single, lalu salah satu kakinya bertopang dengan kaki yang lain dengan dagunya terangkat, angkuh.
“Duduk!” perintah Talita dengan gerakan mata sinisnya.
Sejak tadi Celina yang hanya memperhatikan saja turut kembali duduk dengan sikap tenangnya.
“Aku tidak mau berbasa basi di sini. Meski semalam kamu telah dinikahi oleh suamiku. Bukan berarti kamu adalah istri yang sesungguhnya. Kamu dibeli hanya untuk dijadikan b***k di sini. Dan, kejadian semalam, yang dilakukan oleh suamiku anggap saja sedang mengambil keuntungan yang telah membayar banyak kepada kedua orang tuamu itu,” tutur Talita serius.
Celina menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak panas yang kini kembali tersulut.
“Jadi, kamu jangan merasa senang dinikahi oleh suamiku dan disetubvhi oleh suamiku. Kamu itu bagi suamiku hanyalah seorang pelacuur untuk dinikmati sesaat. Setelah itu akan dibuang begitu saja,” lanjut kata Talita dengan angkuhnya.
Wanita itu tersenyum pahit, dan menatap lekat lawan bicaranya. “Jika saya dianggap sebagai pelacuur oleh suami Nyonya, lantas seperti apa hati Nyonya melihat suami sendiri membeli, menikahi, dan tidur dengan wanita lain? Tidak sakit hati, kah? Atau Nyonya sudah terbiasa melihat suami sendiri menikmati ranjang wanita lain, atau sudah sering berbagi ranjang?” tanya Celina dengan tatapan beraninya.
“Lancang mulut kamu!” Talita terperanjat dengan perkataan madunya.
“Maaf Nyonya, saya tidak bermaksud lancang, tapi hanya bertanya saja. Jika memang saya dibeli hanya untuk dijadikan b***k di sini, mengapa saya dinikahi dan mengapa—“ Hati Celina semakin bergemuruh mengingat tubuhnya telah disetubuhi Darren.
Wajah Talita agak memerah, hatinya mulai tersulut api. Ia pikir wanita yang dibeli suaminya itu adalah wanita yang bisa diatur seperti maid yang bekerja di mansion, tapi sepertinya di luar prediksinya.
Celina dibalik matanya yang sembab mengangkat dagunya ketika tatapan mata mereka bersirobok. “Setahu saya, istri di mana pun tak akan rela melihat suaminya menikah dengan wanita lain. Dan menurut saya pastinya Nyonya orang yang sangat cerdas dan tidak bodoh. Bagaimana kalau kita buat kesepakatan Nyonya, saya sampai detik ini tidak terima dijual oleh ayah saya, apalagi menikah dengan suami Nyonya. Apalagi dengan tudingan Nyonya pada saya seperti seorang pelacuur untuk suami Nyonya! Saya tahu hati Nyonya saat ini pasti amat sedih dan sakit bukan? Begitu juga dengan saya!”
“Kesepakatan apa!?” Talita menyela ucapan Celina dengan lirikan mata curiganya.
Celina mencondongkan tubuhnya ke depan, dengan sudut bibirnya melengkung tipis. “Izinkan saya pergi dari tempat ini, dan uang 300 juta saya potong 150 juta, anggap saja membayar biaya service semalam pada suami Nyonya, sisanya saya akan cicil sampai lunas. Dan, bantu urus perceraiannya. Setelah itu anggap saja tidak terjadi apa-apa, ketimbang saya melaporkan ke pihak berwajib atas kasus pemerkosaan dan jual beli manusia,” jawab Celina berusaha tenang saat berkata.
Talita memutar malas matanya dengan decakan pelan, sembari melirik kebagian perut Celina.
“Semudah itu kamu berpikir, bagaimana jika kamu hamil?” tanya Talita.
Degh!
Celina terdiam, tangannya perlahan-lahan menyentuh perutnya yang datar dengan berusaha keras berpikir.
“Kalau kamu hamil saat setelah pergi dari sini. Pastinya kamu bakal merongrong pertanggungjawaban dari suamiku, dan menggunakan anak untuk meminta uang dari suamiku. Jadi sebaiknya pastikan dirimu tidak hamil anak suamiku. Setelah itu silakan kamu pergi dari sini,” lanjut kata Talita.
“Hamil. Tidak, aku tidak boleh hamil anak Tuan Darren!” batin Celina bersikukuh.
Celina yang masih menunduk, menyunggingkan senyum liciknya. Kemudian ia mengangkat wajahnya. “Nyonya Talita, saya amat yakin tidak akan mengandung anak suami saya. Karena saat umur 16 tahun saya mengalami nyeri perut yang sangat hebat, dan setelah pengecekan di rumah sakit, dokter menyatakan kemungkinan saya susah hamil karena saluran ke sel telurnya tertutup.” Dengan lancarnya Celina berkata seperti itu.
Kini, Talita-lah yang terdiam, kedua tangannya meremat sandaran sofa. Wanita yang dibeli suaminya langsung tidak ada gunanya di mata Talita.
“Kalau Nyonya tidak percaya, saya bisa tunjukkan rekam medisnya. Hanya saja saya harus mengambilnya di rumah,” ujar Celina tampak mulai ada secercah harapan untuk pergi melihat Talita terdiam saja.
Talita menghela napas kecewanya, lalu ia beranjak dari duduknya dengan tatapan tajam.
“Kita bicarakan nanti, aku butuh berpikir dulu. Sekarang kamu ikut maid yang akan masuk ke sini. Kamarmu bukan di sini, tapi di belakang, sama dengan maid yang lainnya!” tegas Talita, lalu ia berlalu meninggal Celina.
Celina menarik napasnya dalam-dalam, ia hanya mendapatkan rasa kecewanya. Padahal tinggal selangkah lagi menurutnya.
“Pokoknya aku harus cari cara agar keluar dari sini!” batin Celina bertekad.
Talita dengan langkahnya yang begitu cepat menuju kamarnya, dan bergegas menelepon suaminya.
“Ada apa lagi Talita, aku mau meeting ini?” tanya Darren saat menerima panggilan telepon dari istrinya.
“Maaf kalau mengganggu Kak, aku cuma mau kasih kabar ternyata wanita yang Kak Darren beli tidak bisa hamil, dia ada masalah di rahimnya. Dan menurutku sebaiknya kita kembalikan ke orang tuanya saja,” balas Talita, semangat memberitahukan kabar tersebut.
Dibalik telepon Darren terdiam, dengan pandangan matanya menajam ke arah Aryan, asisten pribadinya, yang bertugas mencari istri baru untuknya.